22. Persis

62 13 2
                                    

Ruang tersentak kaget, butiran keringat di dahinya menjadi saksi bahwa laki-laki itu menerima mimpi buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruang tersentak kaget, butiran keringat di dahinya menjadi saksi bahwa laki-laki itu menerima mimpi buruk. Muncul lagi? Batin sang pemuda. Ruang menegakkan punggung. Menatap Han yang masih dengan kondisi yang sama. Mata yang tertutup, kepala yang di perban serta mengenakan alat bantu napas.

Ruang menyeka dahi dengan lengan kirinya. Memori masa lalu terulang begitu saja karena mimpi buruk yang kembali datang.

Ruang mengatur napas. Berdiri, lalu berjalan keluar menuju pintu. Punggungnya terasa nyeri karena terlalu lama duduk, belum lagi lengannya yang terasa berat sebelah karena ia pakai sebagai bantal semalam.

“Ren...”

Ruang melepas kembali knop pintu berwarna biru itu. Memutar tubuh menghampiri Han di atas kasur rumah sakit itu.

Pelan-pelan, Han membuka matanya. Ruang dapat melihat jari-jari Han bergerak pelan-pelan.

“As, gue panggil dokter dulu...”

✨ ✨ ✨

“Jadi, gimana kondisi pasien dok?” tanya Ruang.

Dokter yang duduk di depan Ruang dan Haekal menegakan bahu, lalu mengambil hasil pemeriksaan dari Han.

“Seperti yang dikatakan pada hasil tes yang telah kami lakukan, pasien terluka pada bagian kepala tepatnya di bagian belakang, untungnya saraf pasien tidak mengalami cidera yang fatal sehingga pasien masih bisa sadar sepenuhnya. Selebihnya hanya luka ringan yang beberapa hari akan pulih kembali.” jelas Dokter tersebut.

Ruang menghela napas lega. Sedangkan Haekal tanpa ekspresi.

“Syukurlah, terimakasih dok.”

Haekal dan Ruang keluar dari ruangan serba putih tersebut dan menuju keruangan Han.

“Ren, sorry.”

For what?”

“Gue harus pulang sekarang, kemungkinan juga gak bisa kesini nanti malam. Lo gapapa sendiri?”

Ruang menghela napas. Ia kira karena apa Haekal meminta maaf, ternyata hanya karena ini.

“Lo kira gue apa Kal?” tanya Ruang datar.

Haekal tertawa ringan lalu menepuk bahu Ruang pelan. “Gue pulang kalo gitu.”

Ruang berdecih. Lalu Haekal melangkahkan kaki keluar dari bangsal tersebut.

“Gue masih tunggu traktir jadian lo!”

Haekal tersenyum tanpa memalingkan kepala. Ia terus berjalan dan melambaikan tangan. Ruang tersenyum singkat lalu kembali mengambil langkah menuju ruangan Han.

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang