23. Jepretan Sebagai Memori

42 10 7
                                    

“Yaudah, gue anter ke kamar Wawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Yaudah, gue anter ke kamar Wawa. Tapi inget, lo jangan anarkis disana.”

Han mendelik. “Lo kata gue bocah apa? Bantuin gue naik ke kursi roda dulu.”

Ruang mendorong kursi roda Han menuju ruang inap Waktu, kondisi Waktu masih sama seperti sebelumnya. Koma. Sudah terhitung sepuluh hari sejak dirinya dan Han masuk di rumah sakit yang sama. Selama itu juga Ruang bolak-balik kost-rumah sakit.

Padahal sekarang sudah memasuki masa-masa menjelang ujian untuk kelulusan. Tapi bagi Ruang, kesehatan teman-temannya lah yang lebih penting. Sekarang, Ruang hanya punya teman, ibunya sudah tiada, ayahnya juga pergi datang sesukanya, dan orang yang ia sayang juga ikut pergi jauh darinya—walau karena kesalahannya. Ruang tau semua salahnya. Semua ini terjadi karena dirinya oleh karena itu, selagi masih ada yang dimiliki sekarang Ruang ingin menjaganya baik-baik jangan sampai hilang.

“Ren. Kok berhenti?”

Ruang mengedipkan mata. “Sorry-sorry.” tangan nya kembali mendorong kursi roda Han, membawa Han bertemu dengan Waktu.

Matanya tertutup rapat, bibirnya putih pucat, rambut hitamnya dibiarkan tanpa ikat, tubuhnya nampak lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya tertutup rapat, bibirnya putih pucat, rambut hitamnya dibiarkan tanpa ikat, tubuhnya nampak lemah. Belum lagi luka-luka di sekitar wajah manisnya.

Air mata Han lolos begitu saja. Melihat kondisi Waktu yang benar-benar jauh dari kata normal.

Han meraih punggung tangan Waktu. Menggenggam nya erat, sangat erat seraya berkata. “Wa, maafin gue.”

Hanya kalimat itu yang terdengar jelas, selebihnya yang terdengar hanyalah isakan.

Ruang mundur beberapa langkah. Sembari mendongakan kepala, Ruang harap air mata nya tidak lolos begitu saja. Perlahan, Ruang berbalik. Membuka pintu dan duduk di depan ruang rawat Waktu.

Wajah nya ia tutup dengan kedua telapak tangan. Dengan tubuh yang mencondong kedepan, siku nya ia tumpu pada paha. Suara isakan Han masih terdengar jelas saat ini. Ruang jadi percaya bahwa apa yang dikatakan Han tempo hari adalah benar. Se-sayang itu Han pada Waktu.

Drrrt. Drrrt.

Ruang merogoh saku jaket denimnya. Melihat siapa yang memanggilnya.

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang