12. Berujung Bisu

63 18 5
                                    

Jangan menghilangkan aku
Hanya karena
Dia hadir tanpa diminta


Jangan menghilangkan akuHanya karenaDia hadir tanpa diminta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini langit nampak cantik. Dengan awan tipis yang lentik, menutup sang cahaya mentari sore yang menguning. Menambah kesan romantis bagi kaum picisan di pinggiran kota Surabaya yang sedang menikmati secangkir kopi lengkap dengan gorengan serta canda tawa.

Lain hal dengan dua insan yang tengah beradu bisu di sebuah kafe dengan nuansa klasik masih di langit yang sama.

Rasanya langit hati mereka kini tengah turun hujan yang sangat deras dengan petir yang menyambar di mana-mana.

Suara-suara pengunjung lain lebih banyak memenuhi indra pendengaran, padahal niatnya kedua makhluk tuhan itu ingin memperjelas segala sesuatu yang ada dalam pikiran.

Tapi nyatanya, setelah bertatap muka. Keduanya lebih memilih bungkam membiarkan semuanya larut dalam terkaan.

Kalau kata Ruang dalam hati sih gini. “Gue mau sih jelasin. Tapi gue takut berujung nyakitin.”  lagi dan lagi. Kata nyakitin selalu ada dalam kalimat Ruang yang menyangkut penjelasan.

Yah, mau bagaimana lagi. Ruang terlampau sering mendengarkan celotehan Ayahnya yang selalu menyalahkan Ibunya dalam segala hal. Kembali lagi, dari situ Ruang selalu bimbang dalam hal memperjelas suatu hubungan.

Tapi berbeda denga Kenangan. Bagi perempuan, suatu kejelasan itu sangatlah dibutuhkan.

“Bener kata Wawa, gue gak siap buat diem aja saat yang di sayang dekat dengan yang lain.”

Jari-jari lentik Kenangan memutar sedotan di dalam gelas es lemon di depannya. Sedikit membiarkan pikirannya melayang di udara.

“Ken.”

“Ren.”

Kenangan mengulum senyum, membawa efek magnet bagi Ruang.

“Lo duluan deh,” kata Ruang mempersilahkan sang hawa berbicara terlebih dahulu.

Kenangan menunjuk dirinya. “Serius nih gue duluan?”

“Iya, ladies first.” Senyum Ruang diakhir.

Kenangan menarik napas pelan, menatap keluar jendela lalu kembali menghela napas.

“Kita ini apa Ren?”

Tatapan sendu Kenangan lah yang dapat Ruang tangkap. Setelah pertanyaan itu keluar dari bibir perempuan berambut coklat di depan nya ini.

“Diem nya elo, udah jadi bukti. Kita gak bisa disebut diantara gue sama lo. Terlalu asing.” Tawaan renyah di akhir.

Ruang masih bungkam. Pikiran nya mulai melayang kemana-mana, kalimat-kalimat berisi penjelasan yang sebelum nya ada di otak nya melayang begitu saja.

Ruang ¦ Huang Renjun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang