Chapter 33

809 49 3
                                    

Ray dan Firyal berlari sekencang mungkin.

"Firyal, stop," ucap Ray yang tampaknya khawatir dengan Firyal.

"Kita duduk dulu ya," ucap Ray kembali.  Wajah Firyal sudah merah padam. Mungkin karena kepanasan, atau karena emosinya yang tidak terkendali.

Ray membeli 2 es krim kemudian memberikan nya ke Firyal. Firyal melahap es krim itu dengan kecepatan penuh. Ray hanya melihatnya dengan wajah terkejut.

"Firyal hati-hati makannya. Pelan-pelan saja, nanti lo sakit," ucap Ray yang menatap Firyal dan belum sama sekali menyentuh es krimnya sendiri.

"Lo ngga mau kan ini? Yodah gue yang makan." Firyal langsung merampas es krim yang ada ditangan Ray dan kembali melahapnya.

"Firyal, nanti lo sakit perut." Ray mencoba menggapai es krimnya. Namun tidak bisa, Firyal terlalu cepat memakannya.

"Enak," ucap Firyal. Wajahnya sudah lumayan mereda, semua berkat es krim. 

"Hahaha, lo tuh makan es krim ngga ada bener-benernya deh," seketika Ray menghapus noda es krim yang ada di pipi chubby Firyal. Namun hal tersebut ditangkis oleh tangan Firyal. 

"Gue bisa sendiri," tegas Firyal. Ray terkejut dan langsung menjauhkan tangannya dari Firyal.

"Ray, gue tau, lo tertarik ama gue. Tapi gue cuma bisa menerima lo sebagai sahabat aja ya, ngga lebih. Maaf Ray," ucap Firyal serius menatap mata Ray. Ray hanya bisa menutupi kesedihannya dan berpura-pura bahagia di depan Firyal.

"Iya Fir, gue tau kok maksud lo," Ray menghela napas panjang kemudian lajut berbicara, "Lo sebenernya ada apa sih sama si musuh lo itu Fir?"

Firyal POV 

Pertanyaan sulit telah keluar dari bibir Ray. SULIT untuk dijawab, yang guenya aja ngga tau jawabannya. 

"Gue pun ngga tau Ray, yang gue tau, dia tuh mantan pacarku. Eh tiba-tiba dia pernah nyatakan perasaan ke gue. Padahal kita dah janji kalau  dia bakal balik lagi sama sahabat gue itu," ucapku menahan sakit di dada, kenapa sih gue ini?

"Terus lo nya gimana? Lo suka sama dia juga kan? atau lo malah Cinta ama dia?"Ray kembali melontarkan pertanyaan yang sulit untuk ku jawab. 

"Gue ngga tau apa yang sedang gue rasakan sekarang Ray. Hati gue sakit sekali kalau gue bilang  seperti yang awal tadi," jelasku. Ray hanya tersenyum mendengar jawabanku.

"Kenapa? Lucu ya?" Aku menyipitkan sebelah mataku dan menatap Ray. Aku masih belum mengerti maksudnya.

"Fir, Fir, kalau dari pengamatan gue sebagai sahabat ya, lo tuh sebenernya suka sama dia." Ray menatap diriku kemudian melanjutkanucapannya, " Tapi lo takut, kalau misalkan lo ama dia, nanti gimana nasib sahabat lo ya kan? Atau malah lo takut persahabatan lo jadi bubar karena lo?" 

"Ah, ngga mungkin deh, tadi kita mau kemana Ray? Ke D'Klievs kan? Ayo kesana dan main-main bareng," ucapku mengalihkan pembicaraan. Ray hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku. 

Kami menuju ke tempat D'Kliev dan bermain hingga sore hari

********

Malamnya aku duduk di balkon kamar dan menatap langit biru berserta bintang-bintang yang menghiasinya. Pemandangan yang sangat kusukai.  Ucapan terakhir Ray masih terngiang di kepalaku. 

"lo tuh sebenernya suka sama dia. Tapi lo takut, kalau misalkan lo ama dia, nanti gimana nasib sahabat lo ya kan? Atau malah lo takut persahabatan lo jadi bubar karena lo?" 

"Ah sudahlah. Ngapain gue pikirin itu." Aku kembali ke kamar dan merebahkan diri di kasur melupakan hal yang terjadi hari ini.

********

Sahabat Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang