Chapter 36

767 45 4
                                    

Jangan pernah takut mengakui suatu hal yang kamu anggap benar.
Serta yakin dan berikhtiarlah suatu keajaiban pasti akan datang.

Sepanjang perjalanan menuju ke Malang, Firyal hanya berdiam diri. Sesekali dia melirik ke arah jendela dan berdoa kalau semua ini hanya mimpi buruk semata.

***

Sesampainya di Malang, Firyal dan Obiet langsung pergi ke tempat yang diberikan oleh Mamanya Akhra.

Firyal menatap ke arah luar kejadian, dari kejauhan sudah tampak banyak mobil pemadam kebakaran, ambulan, pihak kepolisian, tim SAR, dan mayat yang masih menunggu untuk diantar ke rumah sakit yang bisa dipenuhi. Dan bangkai pesawat masih berada di tempat. Banyak juga orang yang mencari keberadaan rekan dan sanak saudaranya yang menaiki pesawat teraebut.

"Seperti inikah tampak dari sebuah kecelakaan, ya Allah jauhkanlah hambamu dari marabahaya dan semoga Akhra tidak apa-apa," batin Firyal sambil menahan air mata. Melihat pahitnya cobaan yang diberikan kali ini.

Rumah Sakit Indah Bangsa, adalah rumah sakit dimana Akhra ditemukan oleh Papanya. Firyal sudah sampai dan langsung menemui Om , papanya Akhra.

Firyal POV

Aku melangkahkan kakiku menuju ke pintu masuk rumah sakit. Ketika itu aku merasakan hecticnya dokter dan perawat dan semua anggota paramedis menangani korban dari kecelakaan ini. Mereka dengan cekatan menangani semua korban, dari mulai yang luka robek kepala, tangan sampai dengan luka berat lainnya. Disini aku bertekad untuk menjadi seperti mereka. Membantu menyelamatkan nyawa mereka. Kami menyusuri lorong dan akhirnya aku berjumpa dengan Om.

"Om," sapaku sambil menahan tangis dan tersenyum.

"Firyal, Obiet," jawab om dan langsung memeluk kami berdua.

"Akhra om?" tanyaku. Aku ingin membuktikan kalau Akhra itu belum meninggal.

"Dia di dalam sayang, masih ditangani dokter," ucap Om dengan khawatir.

"Loh? Tapi katanya? Akhra? Meninggal?" tanyaku terbata-bata.

"Akhra masih ditangani dokter. Dia masih hidup. Cuma keadaannya kritis," jawab Om.

"Syukurlah, kita berdoa saja ya om, Tuyul," ucapku menenangkan diri.

***

Empat jam sudah kami menunggu di depan ruang operasi. Sesekali aku berjalan menyaksikan korban-korban yang berdatangan silih berganti. Tidak lama kemudian, dokter yang menangani Akhra pun keluar. Kami langsung berdiri menghampiri sang dokter.

"Bagaimana dokter?" tanya Om.

"Mohon maaf pak. Kami sudah berusaha sebisa mungkin, namun kondisi anak bapak lebih buruk dari yang kami kira," jawab dokternya.

"Maksud dokter?" tanya ku spontan.

"Anak bapak sudah tidak ada lagi," jawab dokter sedih.

Tanpa mendengarkan ucapan sang dokter, aku langsung masuk ke ruang operasi. Om dan Obiet mengikutiku dari belakang. Rasanya sekarang seakan dunia ini runtuh. Separuh hidupku hancur. Seseorang yang biasanya selalu usil kepadaku, kadang baik, ganteng sekarang sudah tiada.

Kulihat dia sudah ditutup kain putih. Lalu langsung ku buka kainnya dan air mataku tidak bisa terbendung lagi. Ku menangis sejadi-jadinya.

"Akhra, gue, gue, ngga mau lo ngga ada, nanti siapa yang bakal gangguin gue lagi, siapa yang bakal jagain gue kalau diapa-apain sama si Yovie. Akhra, please, jangan tinggalin gue gini dong, nanti tugas seni musik kita gimana? Semua rencana-rencana kita bakal ngga terwujud," ucapku disela tangis sambil memeluk Akhra berharap keajaiban datang dengan sendirinya.

Sahabat Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang