Suara gebrakan meja mengejutkan semua orang. Nayara sangat marah dan kesal, bagaimana bisa Devan masuk kedalam rumahnya tanpa seizinnya? Tatapan marah, kesal, dan benci bercampur menjadi satu.
"Siapa yang ngijinin dia masuk?" tanya Nayara dengan nada dingin namun tetap tersirat kemarahan didalamnya.
Semua hanya bisa diam. Mereka semua melihat kemarahan dari mata Nayara. Mereka tidak pernah melihat Nayara semarah ini, sebelumnya ia adalah seorang gadis yang jarang sekali marah dan menunjukkan senyumannya, tapi sekarang keadaanya benar-benar berbeda.
"Jawab! Punya mulut kan?" ucap Nayara dengan nada yang mulai meninggi.
"Nay,"
"Diem! Gue nggak lagi ngomong sama lo." ucap Nayara dengan tatapan tajamnya pada Devan.
"Nay, kita i-itu-" gugup Bella.
"Gue tanya sekali lagi, siapa. Yang. Ngijinin. Dia. Masuk?" ucap Nayara dengan penuh penekanan dan emosi yang tertahan.
"Gu-gue." jawab Farrel.
"Oh, bagus. Lo siapa biarin dia masuk seenaknya tanpa ijin gue? Udah sok jadi tuan rumah, hah?" ucap Nayara dengan nada datarnya.
"Bu-bukan git-tu maksud gue."
"Kalian tuh siapa sih, hah? Mentang-mentang temennya dia, lo pikir lo bisa gitu biarin dia masuk gitu aja ke rumah gue tanpa ijin dari gue gity?" ucap Nayara emosi sambil melirik tajam ke arah Devan.
"Nay, mereka gk salah tapi gue yang-"
"Diem, Alvaro. Gue lagi ngomong sama mereka bukan sama lo" ucap Nayara datar.
"Iya tapi-"
"Gue bilang diem ya diem. Devan Alvaro Raditya." ucap Nayara dengan menekankan nama lengkap Devan.
"Dan kalian..."
Oekk...oekkk...
Lagi-lagi Kiara menangis, membuat ucapan Nayara terhenti. Nayara menghela napasnya dan mengusap kasar wajahnya mencoba meredam emosinya, setelah dirasa cukup tenang barulah ia naik keatas untuk menenangkan Kiara.
"Kamu kenapa lagi sih, hm? Ssstt... jangan nangis ya, nak. Mama udah di sini loh." ucap Nayara sambil menggendong Kiara dan berusaha menenangkannya.
Baiklah, Kiara tetap saja menangis dan tidak mau diam. Hal itu membuat Nayara kembali bingung, Kiara sangat rewel padahal ia sudah memberinya susu.
Tanpa Nayara sadari ternyata para sahabatnya dan juga Devan menyusulnya ke atas dan tengah melihatnya kebingungan menenangkan Kiara. Devan yang melihat itupun segera menghampiri Nayara.
"Nay,"
"Ngapain lo kesini?" tanya Nayara dingin namun tetap tersirat keterkejutan. Melihat Devan ada didepannya, ia mengeratkan pelukannya pada Kiara.
"D-dia kenapanangis?" tanya Devan sedikit ragu.
"Bukan urusan lo." balas Nayara ketus.
"Kan dia anak gue juga, Nay." ucap Devan.
"Stop it!" ucap Nayara ketus dan Devan hanya menanggapinya dengan kekehan kecil.
"Sini biar gue yang gendong, kali aja dia diem," tawar Devan.
"Nggak.",
"Ayolah, Bentar aja deh?"
"Alvaro lo sebenernya pengen apa sih? Lo lupa kalo lo sendiri yang udah buang dia?" tanya Nayara berusaha menahan emosinya.
"Gu-gue tau. Tapi, gue pengen hendong dia, bentar aja kok. Gue nggak bakal macem-macem. Boleh ya?"
"Serah. Gue capek."
"Boleh?"
"Hm."
"Ya udah sini" ucap Devan.
"Di sini aja. Jangan bawa Kiara kemana-mana." titah Nayara.
"Iya."
Nayara pun memberikan Kiara ke gendongan Devan. Meskipun ia ragu, pada akhirnya ia memilih untuk menyerah. Devan juga ayah untuk bayinya, jika dipikir-pikir lagi ia tidak bisa egois hanya untuk dirinya sendiri. Tapi, jika ia takut bukankah itu perasaan yamg wajar?
Devan pun mengambil alih Kiara dari gendongan Nayara. Ia menggendongnya sambil menepuk-nepuk punggung Kiara pelan. Perlahan-lahan Kiara mulai tenang dan berhenti menangis membuat Devan tersenyum tenang.
"Lihat kan Nay? Dia itu butuh papanya, buktinya dia diem pas gue gendong." ucap Devan.
Nayara hanya menatap Devan datar, lalu tatapannya beralih pada Kiara yang tenang digendongan Devan. Memang benar apa yang dikatakan Devan, tapi kenapa harus secepat ini?
Nayara menggelengkan kepalanya pelan untuk menghapus pemikiran itu, ia kemudia bangkit dari duduknya dan menghampiri Devan.
"Sini!" titah Nayara.
Nayara menjulurkan kedua tangannya dihadapan Devan, mengisyaratkan agar Kiara diberikan padanya. Devan yang paham pun segera memberikan Kiara pada Nayara dengan hati-hati karena memang Kiara telah tertidur digendongan Devan tadi.
Nayara pun mencium Kiara sebelum meletakkannya kembali kedalam baby box. Setelah itu Nayara beralih menatap Devan.
"Udah kan? Ngapain lo masih disini?" tanya Nayara masih dengan tatapannya yang datar.
"Iya udah."
"Yaudah"
"Yaudah apa?"
"Keluar dari kamar gue."
"Oh, oke."
Devan pun keluar dari kamar Nayar dan tak lupa menutup pintu. Sebelum keluar Devan pun menunjukkan senyuman tipisnya.
"Meskipun lo berhasil nenangin dia hari ini, bukan berarti gue akan ngijinin lo ambil dia dari gue. Dia anak gue, bukan anak lo. Sejak lo buang dia hari itu, di hari itu juga lo kehilangan hak lo sebagai seorang Ayah."
Hai guys!!!! Aku up lagi nihh, kangen gk nih ma cerita ini? Hayooo....kangen gk ma Nayara? Atu sama Devan? Kalo kalian penasaran sama kelanjutannya, VOMMENT yaaa! Okeh, see you next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY KIARA (TERBIT)
Novela Juvenil(TELAH TERSEDIA DI SHOPEE) Ia hancur, bahkan sangat hancur, saat mahkota yang telah ia jaga selama 16 tahun direbut paksa darinya. Dan, yang paling membuatnya hancur ialah, saat ia mengetahui bahwa ada kehidupan lain dalam dirinya. Lalu apa yang aka...