Ino membulatkan sepasang matanya, ketika dua orang di depannya itu saat ini tengah menatap ke arahnya. Tatapannya sama-sama sinis seolah tidak menyukai akan kehadirannya.
"M-maaf kalau kedatangan Ino mengganggu pembicaraan kalian," sela Ino gugup.
Menunduk kemudian berjalan dengan lankah lambat.
"Tunggu!" panggil Sai. Langkah Ino terhenti.
Memutarkan kepalanya dengan perlahan Ino tersenyum terpaksa.
"Sai, mama belum selesai berbicara. Bagaimana pun juga kamu hurus menyetujuhi perjodohan itu," tekan Citra seraya menatap Ino yang sedang menundukan kepala.
"Ma!"
"Kalau kamu perluh persetujuan dari istri kamu." Citra menunjuk Ino dengan dagunya.
"Tuh orangnya ada disana. Atau biar mama saja yang meminta persetujuan dari istri kamu?"
"Ma!" Sai semakin emosi di buatnya, melihat eksperesi Ino yang biasa saja setelah mendengar suaminya ingin di jodohkan membuat Sai kesal sendiri.
"Gimana Ino? Kamu setuju kan kalau suami kamu itu kencan dengan wanita lain? Lagi pula-"
"Ino terserah pak Sai saja," potong Ino seraya mengulas senyuman kecil.
"Lagi pula, pak Sai yang berhak memutuskan sesuatu sama seperti saat tiba-tiba pak Sai menikahi Ino," Ino menatap Sai. Maniknya berkedip sekali.
Sai mengeraskan rahangnya, dengan gerakan cepat Sai menarik lengan Ino agar ikut dengannya.
"Ikut saya!"
Membawanya ke dalam kamar.
"Kamu bilang terserah?" Sai mendesis pelan. Pria itu menggelengkan kepalanya sekali.
"Jika saya, memutuskan untuk berkencan lalu menceraikan kamu. Apa yang akan terjadi ke depannya?" bentak Sai emosi.
Ino tersenyum kecil. Duduk di sisi ranjang Ino kembali menatap Sai yang sedang mengatur napasnya.
"Bukannya sejak awal bapak menikahi Ino itu hanya untuk kepentingan bapak?" jeda, Ino dan Sai saling pandang.
"Demi keuntungan bapak,"
Sai meremas kesepuluh jarinya. Mendengarkan apa yang di katakan oleh Ino, dengan rahangnya ikut mengeras.
Ino tertawa kecil, mengalihkan pandangan menatap ke atap rumah di atasnya,"Dan bodohnya, karena rasa kasihan Ino meyetujuhi untuk menikah dengan bapak."
Sai membuka mulutnya ingin protes.
"Tapi,setelah menikah..." Ino kembali menatap Sai, kedua matanya menyipit ketika sudut bibirnya terangkat ke atas.
"Ino pikir kita bisa saling memahami satu sama lain. Seperti layaknya seorang suami dan istri dan melupakan kalau dulunya kita adalah orang yang saling menghina. Seperti halnya seorang istri yang baik, Ino berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk bapak maupun keluarga bapak. Tapi nyatanya, meskipun Ino sudah berusaha agar keluarga bapak mau mengakui Ino... dengan harapan bisa menjadi istri yang terbaik untuk bapak,"
Ino menghela napasnya dengan berat.
"Jadi bapak sekarang maunya apa?" tanya Ino serius.
"Seperti tante Citra yang meminta kita untuk berpisah atau memperjuangkan hubungan yang tidak jelas seperti saat ini?" kilah Ino.
Sai ikut duduk di sebelah Ino, kedua tangannya berpegang erat pada pundak milik istrinya. Maniknya menajam seolah pria itu ingin melenyapkan wanita di depannya.
"Ino, hubungan kita jelas adanya. Kamu itu istri saya! Dan sel-"
Ino tertawa, di susul tangannya menepis kedua tangan di pundaknya.
"Kenapa? Bapak tidak mengatakan itu pada saat kak Senior bertanya tentang status Ino?"
Sai meremas rambutnya frustasi. Membasahi bibirnya yang kering Sai berkata.
"Apa yang saya katakan saat itu hanya agar kamu tidak menjadi bahan gosip di kampus karena menikah dengan pria yang umurnya lebih tua dari kamu." jelas Sai mencoba memperjelas.
"100 x lipat sakitnya pak jika tidak di akui, 1 % sakitnya cuma jadi bahan gosipan orang. Menurut Ino lebih baik jadi bahan gosip dari pada tidak di akui sama sekali," kata Ino dengan nada tegas.
Sai mengusap wajahnya kasar, dirinya merasa serba salah sendiri.
"Jadi kamu maunya apa?" tanya Sai melemah.
Ino tersenyum getir.
"Kalau jalan terbaiknya adalah berpisah, kenapa tidak kita coba saja?"
Mata Sai melotot kaget, mendengar peryataan Ino yang mampu membuatnya kena serangan jantung mendadak.
Enak sekali, berkata jika perpisahan adalah salah satu jalan yang terbaik. Apa tidak terpikirkkan sekali pun oleh Ino, setalah setelah mengucapkan janji pernikahan maka sepasang suami istri itu sudah terikat janji satu sama lain untuk selalu bersama, dengan Allah yang menjadi saksinya.
TbC...
50 vote langsung update😂