"Ma! Mama!" teriak Sai. Saat kakinya melangkah masuk ke dalam rumah. Pandangannya menyapu ke seluruh rumah mencari keberadaan mamanya tak mucul setelah ia panggil."Mama!" panggilnya lagi. Gelagapan Citra yang tadinya sedang berada di kamarnya langsung keluar. Menghampiri putranya yang sedang menggandeng gadis yang sama sekali tidak ia suka keberadaannya.
"Ada apa sayang? Kok teriak-teriak gitu?" tanya Citra lembut.
"Ma! Maksud mama apa ngusir! Ino dari rumah?" tanya Sai emosi.
Citra membelalakan kedua matanya. Melirik Ino yang sedang bersembunyi di balik tubuh Sai.
"Sayang, mama tidak pernah mengusir istri kamu! Mama hanya melihatnya pergi sendiri dari rumah," jelas Citra.
Sai tertawa saat mendengarkannya.
"Ma! Sai bukan anak kecil yang tidak bisa melihat semuanya? Sai tau mama gak suka sama Ino! Makanya mama sengaja ingin mengusir Ino kan?" tutur Sai mencoba menahan emosinya.
"Sai, mama emang gak suka sama istri kamu! Tapi mama tidak pernah mengusir dia!" tunjuk Citra ke arah Ino. Wanita itu mulai menangis.
"Gadis sialan! Puas kan kamu melihat anak saya benci dengan saya?" Ino menggelengkan kepalanya.
"Tante In-"
"Gak usah sok merasa bersalah deh kamu! Dalam hati kamu senangkan liat saya menderita?!" tuduh Citra. Sai mengepalkan kedua tanganya.
"Ma! Kenapa mama jadi menyalahkan Ino? Atas kesalahan mama!" sarkas Sai murka.
"Sai, mama tidak suka kamu membelanya. Inget Sai aku adalah ibu kamu yang melahirkan kamu! Bagaimana bisa demi gadis sialan seperti dia kamu menjadi melupakan ibumu?" Citra menangis sesegukan. Membuat Ino semakin merasa bersalah, bukan ini niatnya. Tidak sama sekali terpikirkan olehnya kalau kejadiannya akan jadi seperti ini.
"P-pak Sai, aku sudah tidak apa-apa. Pem-"
"Kamu tidak usah ikut campur!" potong Sai. Lalu menarik tangan Ino ikut bersamanya.
Melihat kepergian putranya, membela gadis yang sama sekali tidak ia suka. Semakin membuatnya bertekat untuk mengusir keberadaan Ino dari hidup putrannya
****
"Pak, apa tadi bapak tidak keterlaluan... memarahi ibu bapak seperti itu?"
Sai memijat pangkal hidungnya.
"Kamu diam! Tidak usah ikut campur urusan saya!" tegas Sai.
Ino terdiam.
"Bukannya urusan bapak juga urusan Ino juga?"
Sai tersenyum samar.
"Emang kamu siapa saya?" tanya Sai pria itu mengerutkan dahinya.
"Apa maksud bapak? Bukannya kita adalah pasangan suami istri?" tutur Ino kesal.
"Suami istri?" Sai menyeringai, melirik Ino kemudian berkata,"Kamu yakin kamu mengerti dengan makna kata suami istri itu?"
Ino menyatuhkan alisnya bingung.
"Walau saya tidak suka! Saya tetap melakukannya. Karena itu adalah tugas saya sebagai suami? Lalu kamu? Apa tugas kamu sebagai istri?"
"Membuat suaminya kesal? Ino saya tidak seumuran dengan kamu! Pemikiran saya lebih dewasa dari kamu. Jadi bertidak dewasalah mulai dari sekarang..."
"Setidaknya kamu jangan hanya diam, ketika kamu di perlakukan dengan tidak wajar oleh mama. Apa yang akan terjadi tadi jika aku tidak pulang cepat? Kamu akan pergi?"
"Jangan seperti anak kecil Ino, bukannya umur kamu sudah 20 tahun. Seharusnya kamu sadar sedikit saja jika kamu ini sudah dewasa tidak lagi masih remaja." cerama Sai.
"Apa pak Sai pikir, saya tidak bisa melawan? Saya bisa tapi saya tidak ingin. Karena percuma!"
"Mau bagaimana pun, tante Citra adalah ibu pak Sai."
"Saya sudah terlihat buruk di mata ibu bapak...dengan melawannya maka saya akan terlihat seperti apa lagi nantinya? Iblis?" Ino menangis. Sai menjadi sedih.
"I-Ino saya lepas kendali, m-maaf..." tutur Sai. Tangannya bergerak menarik pinggang Ino kemudian memeluknya.
TbC.
Gak mau buat konfik ribet jadi ringan aja😂