Mendesah, perlahan sepasang mata Ino mulai terbuka. Dan saat dia hendak menggerakkan tubuhnya, semuanya terasa sangat sakit. Selang di hidungnya, membuatnya sadar jika saat ini dia sedang berada di ruangan yang bernuansa putih.Menoleh kesamping, mulutnya terbuka sedikit. Tangan kanannya terasa berat, dan teryata ada tangan lain yang menimpahnya.
Mengedipkan matanya sekali, Ino tersenyum tipis.
"P-pak Sai," panggil Ino dengan suara parau.
Menggeliat, Sai menegakan tubuhnya. Detik setelahnya menatap Ino yang sudah sadar. Lantas senyum ceria terbit dari bibirnya.
"Kamu sudah sadar?" tanya Sai gembira.
Tangannya bergerak menyentuh kepala Ino kemudian mengelusnya.
Mengedipkan matanya sebagai pertanda. Mendadak rasa sakit di pergelangan tangannya mulai terasa sangat sakit.
Meringis, Ino mengangkat tangan kirinya yang teriris kini sudah di balut oleh perban berwarna putih.
"Ini sangat sakit," kata Ino berlirih. Menatap tangannya yang terluka, manik Ino mulai berkaca-kaca.
"Apakah sangat sakit? Hem..." tanya Sai panik.
Mengangguk lemah, Ino kembali berkata.
"Sangat sakit, tapi," Ino menurunkan tangannya lalu beralih meletakannya di dekat dada.
"Luka ini, tidak sesakit hati ku sekarang Sai..." ujar Ino, kemudian menatap Sai. Yang sudah menangis.
Menggenggam erat tangan Ino, lalu menciumnya hingga berulang-ulang. Pria itu terisak-isak.
Hatinya juga merasakan sakit yang amat mendalam. Tidak pernah terbayangkan jika Ino akan melalukan hal senekat ini.
"Ino sangat takut, takut sekali. Jika saat Ino kembali membuka mata, saat itu kamu tidak ada disana," kata Ino sambil menangis.
"Aku disini Ino, aku akan selalu ada di samping kamu. Aku minta maaf karena pergi begitu saja. Aku tidak marah, saat itu aku hanya merasa sangat kesal. Ak-"
"Hiks...hiks.." Ino menangis, satu tangannya bergerak menarik Sai agar lebih dekat dengannya.
"Kamu berhak marah sama Ino Sai. Karena Ino yang salah, Ino pergi tanpa izin terlebih dahulu denganmu," ucap Ino merasa sangat kecewa dengan dirinya sendiri. Semua masalah terjadi karenanya. Lalu sekarang? Dia kembali membuat masalah. Ino sangat membenci dirinya yang sekarang.
Memeluk tubuh istrinya, Sai berkata lembut.
"Ino, ini salahku. Semua kejadian di masalalu jika bukan karena aku. Semua ini kamu tidak perluh kamu alami." cetus Sai membenarkan.
Sama seperti Ino yang kecewa dengan dirinya sendiri. Lalu begitu juga dengan Sai.
Semua yang terjadi dengan Ino semata-mata karena keegosiannya, keserakahannya, dan karena nasibnya yang terlalu buruk.
"Jika ada yang orang yang harus disalahkan. Orang itu adalah kita berdua." kata Ino kemudian membalas pelukan suaminya.
"Aku mencintaimu Ino, jangan lakukan ini lagi. Entah apa yang akan terjadi denganku, jika kamu pergi."
"Aku juga sangat-sangat mencintaimu Sai. Aku janji setelah hari ini kita tidak akan pernah terpisahkan."
Tersenyum, keduanya saling bertatapan.
"Kalian akan berpisah!"
Mendengar itu. Ino dan Sai menoleh menatap Hardan yang sedang memasang wajah murkah.