Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sai, sesekali bantu papa kamu. Kasihan udah tua tapi anaknya gak pernah pengertian." ujar Citra sekaligus menyindir putranya.
Sai mengehela napas. Kedua sendok di tangannya ia letakan ke atas piring dengan pelan.
"Percuma punya kariyawan banyak. Tapi masih minta bantuan Sai," cetus Sai dengan ekspresi datar.
"Mau punya kariyawan banyak juga. Kamu tetap anak dari papa kamu, dan mau gak mau suatu saat nanti kamu yang gantiin posisi papa menjadi CEO." tutur Citra.
"Inget Sai! Kamu itu pewaris seluruh kekayaan keluarga Alamguer. Jangan lupakan itu! Dan Sai mama harap kamu tidak lupa dengan tanggung jawab kamu sebagai anak tunggal dari keluarga ini," lanjut Citra. Berkata sesuai fakta, menyetujuhi Sai berpropesi sebagai dosen hanya semata-mata agar Sai bisa belajar lebih dalam tentang bisnis.
Tubuh Ino menegang, perkacapan antara suami dan mertuanya sungguh membuatnya tegang.
Dua manusia di hadapannya itu seperti menganggapnya seolah angin yang tak pernah terlihat tapi ada.
"Sai mengerti, tapi Sai masih butuh waktu untuk mendalami tentang bisnis." ungkap Sai seraya melirik Ino yang hanya duduk anteng tidak berani menyentuh makanan yang ada di atas meja.
Melihat putranya sedang menatap Ino. Dengan cepat wanita itu langsung membuang mukanya lalu pergi meninggalkan Sai dan Ino.
"Kalau gitu mama pergi dulu. Panas disini lama-lama!" cibirnya seraya menatap dengan sinis gadis yang sedang tertunduk takut.
Usai kepergian Citra. Sai menaikan dagu Ino ke atas. Bertanya sambil menunjuk makanan yang ada di atas meja dengan matanya.
"Kamu kenapa? Tumben makanan itu gak di makan?" tanya Sai.
Ino menelan salivanya dengan susah payah.
Lalu tiba-tiba kata-kata Sai tadi pagi terdengar kembali. Ucapan Sai saat itu seperti menghantuinya di setiap detik.
Menggeleng, dengan kasar Ino menepis tangan kekar milik suaminya. Kemudian berkata.
"Ino lagi gak selerah makan," ucapnya. Lalu beberapa detik setelahnya Ino pergi meninggalkan Sai.
"Ada apa dengan gadis itu?" tanya Sai bingung. Kemudian menyusul Ino dan mengikutinya dari belakang.
***
Sai tersenyum mengembang. Melihat Ino tidur telentang di ranjang. Tapi? saat dia naik ke atas ranjang tiba-tiba Ino langsung memiringkan tubuhnya ke samping memebelakanginya.
Perasaan Sai jadi gelisah. Apa mungkin? Ino membencinya dan berniat ingin meninggalkannya? Jika iya! Sai tidak akan pernah membiarkan Ino pergi dalam hidupnya.
Sai meringis lalu ikut memiringkan tubuhnya. Tangan kanannya bergerak menyentuh Ino. Tapi sebelum ia berhasil menyentuh Ino. Sang pemilik tubuh itu sudah berbalik. Dan kini wajah mereka saling berdekatan seperti orang yang sedang ingin berciuman.
Nyaris sekali, saat Sai ingin mencium Ino. Tiba-tiba Ino mendorong tubuhnya agar menjauh.
"Jaga jarak!" tegas Ino.
Wajah gadis itu sudah memerah seperti tomat.
"Ino, katakan. Saya ada salah apa sama kamu?" tanya Sai dengan raut wajahnya yang ikut memelas. Tatapan teduh saat melihat Ino mengacuhkan dirinya.
"Pikir aja sendiri!" ketus Ino kemudian kembali membalik tubuhnya. Membelakangi Sai.
"Kamu marah? Karena perkataan saya tadi pagi?" tanya Sai. Dan Ino hanya diam tidak menjawabnya.
"Jika iya. Saya minta maaf, terkadang tindakan seperti itu sangat di butuhkan. Biar nantinya kamu tidak tersakiti hanya karena menikah dengan pria yang lebih tua dari kamu." jelas Sai agar Ino mau mengerti dengan situasinya.
"Ino," panggil Sai lembut. Lalu kedua tangannya bergerak memeluk tubuh Ino.