"Kalau gak mau pulang jangan di paksa!" bisik Hardan yang ada di depan Sai.
Sai mengerutkan dahinya lantas menatap Hardan.
"kalau bukan karena adik dan istri saya." Hardan mengulung kemejanya itu hingga ke atas, lalu memperliatkan ototnya kepada Sai.
Sudut bibirnya terangkat kemudian membuat seringaian jahat.
"Sudah mati kamu di tangan saya!" Hardan meninju perut Sai sekali.
"Pulang sebelum saya emosi tingkat atas! Dan berujung kemurkahan dan nantinya kamu akan musna di tangan saya!" usir Hardan ketus.
"Tidak. Ino adalah istri saya! Saya mengaku salah, tapi tidak sepantasnya Ino marah, seharusnya saya yang marah disini. Karena Ino sudah ketahuan selingkuh dengan pria lain."
"Selingkuh bapak kau!" semprot Hardan kesal.
"Papa saya walau terlihat cuek. Tapi papa saya tidak pernah berselingkuh begitu juga dengan mama saya," kata Sai.
Hardan naik pitam. Jadi secara tidak langsung Sai menyindir adiknya.
"Jadi maksud lo cuma Ino?! Hah! Yang selingkuh,"
Sai mengangguk sekali.
"Benar, karena saya sudah dewasa dan sadar jika jarak umur kami berbeda. Jadi saya berharap Ino tidak mengulanginya lagi. Saya akan berbicara mengenai perselingkuhan yang di lakukan istri saya secara baik-baik." jelas Sai.
Hardan mendsis pelan.
"Dengerkan saya baik-baik! Setelah hari ini jangan pernah kamu datang ke rumah saya! Dan jangan temui adik saya lagi."
"Tidak bisa. Ino adalah istri saya!" tolak Sai membantah.
"Kalau istri yang jadi permasalahannya. Kenapa tidak kamu ceraikan Ino saja? Bukan kah Ino sudah ketahuan selingkuh?"
Hardan melangkah mendekati Sai. Lalu menepuk pundak pria di sampingnya itu sekali.
"Adik saya sudah berkhianat. Bagaimana bisa pria seperti kamu dari keluarga terhormat masih mau dengan adik saya? yang jelas-jelas ada main belakang dengan pria lain," sengaja ingin menaburi butiran-butiran kebencian di hati Sai guna biar adiknya bisa bebas dengan pria egois seperti Sai.
"Tidak apa. Karena pria itu hanya selingkuhan, setelah hari ini saya tidak akan memberikan izin pria lain bermain-main dengan istri saya." kata Sai seraya menatap dengan tajam kakak iparnya.
Meremas pundak Sai kuat rahang Hardan mengeras.
"Sadar diri lah, kalau istri selingkuh itu tandanya kamu tidak mencukupi segala keperluannya. Kamu terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melupakan kalau sudah punya keluarga," cibir Hardan sinis.
"Pulang lah. Saya akan berbicara dengan Ino." Meysa selaku istri Hardan datang dan menyela pembicaraan antara suami dan adik iparnya.
"Mey biarkan aku berbicara dulu dengan pria bajingan ini!" kilah Hardan tidak terima.
"Mas, kamu sudah cukup banyak bicara. Kali ini biar aku ikut bicara juga, gak papa kan? Lagian aku sudah menganggap Ino seperti adik ku sendiri," kata Meysa dengan pelan Hardan mengangguk.
Meysa tersenyum samar mendekati Sai lalu melempar tatapan sinis.
Sama seperti suaminya yang tidak menyukai Sai. Wanita itu pun sama.
"Kamu cukup dewasakan untuk memahami suatu keadaan. Dan saat ini, kamu pasti memahami kenapa suami saya sangat marah?" jeda sesaat Mesya menghela napas.
"Kamu menuduh Ino kami berselingkuh. Atas dasar apa kamu yakin kalau Ino itu benar-benar berselingkuh? saya sudah dengar semuanya dari Ino, dan kamu menuduhnya tanpa sama sekali pun mau medengarkan penjelasan darinya."
Sai menundukan kepalanya.
"Sama seperti suami saya. Umur kamu yang jauh lebih tua dari Ino, awalnya membuat saya percaya kalau kamu bisa menjadi sosok kakak sekaligus suami bagi Ino. Tapi setelah hari ini, saya benar-benar kecewa dengan sikap kamu." ungkap Meysa. Hardan tersenyum senang teryata tidak seperti yang ia pikirkan teryata Meysa ada di pihaknya.
"Biarkan Ino sendiri untuk sementara waktu. Dan dalam waktu itu juga ubah sikap kamu. Buat Ino merasa kalau dia membutuhkan kamu," tutur Meysa.
"Dalam suatu hubungan. Perceraian bukan penyelesaian dari suatu masalah, saya menyakini itu. Buat Ino jatuh cinta dengan kamu. Sosok kamu yang baru," lanjut Mesya.
Sai berpikir keras. Memberikan Ino waktu?
Apa yang akan terjadi jika Sai memberikan waktu kepada Ino?
Apa waktu itu bisa merubah segalanya?
Sai memejamkan matanya sekali.
Menghembuskan napas penuh beban Sai menatap Meysa dan juga Hardan.
"Baik lah. Saya akan memberi Ino waktu. Tapi sebelum itu izinkan saya berbicara dengan Ino untuk yang terakhir kalinya," kata Sai meminta Izin.
"Tidak kamu tidak boleh menemui In-"
"Tentu saja. Ino ada di dalam kamar," potong Meysa.
"Mey!"
"Mas," Meysa tersenyum samar maniknya berkedip sekali.
"Terima kasih," ucap Sai. lalu melenggang pergi menuju kamar Ino.
TbC.
🙏 terima kasih untuk 50k lebihnya...
Kalau suka silahkan vote😐 gak juga gpp yang penting di baca.