Akhirnya setelah mendapatkan persetujuan Ardan, kini Sai mengajak Ino untuk tinggal berasamanya di rumah milik keluarga Almaguer.Bersama dengan papa dan juga mamanya. Walau Sai sempat ragu untuk mengajak Ino tinggal di rumahnya. Karena alasan takut jika orangtuanya akan marah. Dan nantinya akan menganiaya Ino seperti dalam drama-drama yang sering ia tonton. Dengan menyakinkan dirinya sendiri bahwa ia akan melindungi Ino akhirnya Sai memutuskan akan mengajak Ino.
"Ayo masuk," ajak Sai. Melihat Ino bengong sambil mengamati halaman rumahnya membuat pria itu terkekeh pelan.
"Ino," lirih Sai memanggil. Ino tersentak lalu kembali menatap Sai.
"Maaf..." ujar Ino.
"Ayo masuk..." kata Sai lagi. Ino tersenyum lalu mengangguk.
Sesampainya di ruang tamu. Langkah keduanya dihentikan oleh panggilan Citra mama Sai.
"Berani sekali kamu Sai? Mengajak pelakor itu masuk ke dalam rumah ini?" sindir Citra sengaja. Matanya melirik Ino yang terlihat tidak terpengaruh dengan perkataannya barusan.
"Hei kamu!" panggil Citra garang.
Ino masih terdiam tidak merespon panggilan yang di tunjukan untuknya.
"Kamu gadis sialan!" teriak Citra murka.
"Eh aku?" tanya Ino terlihat bodoh dimata Citra hingga membuat wanita itu tertawa renya. Menghina sikap sok polos menantunya.
"Jangan sok polos kamu!" tandas Citra di barengi tawa. Membuat Sai yang melihatnya terlihat kesal.
"Hentikan ma! Jangan ganggu istriku!" tegas Sai. Ino terkejut mendengar kata istri dari Sai.
"Sai... kamu sadar gak sih? Gadis itu gak pantas buat kamu, liat aja bodynya kerempeng kayak gitu. Apa kamu yakin dia bisa kasih keturunan buat penerus kamu,"
"Ma! Tolong jangan berkata seperti itu. Bagaimana pun juga Ino adalah istri Sai," kilah Sai.
"Masalah keturunan Sai tidak terlalu menginginkan itu!" kata Sai tangannya bergerak menggenggam tangan Ino.
"Sai hanya ingin Ino ada di samping Sai selalu," akhir Sai mengangkiri percakapan.
Kenapa? Jantungku berdegup kencang? Kata Ino sambil menyentuh dadanya.
"Sai!" panggil Citra. Melihat putranya sekarang sedang membangkang membuatnya semakin membenci menantunya itu.
"Lihat saja nanti kamu ya!" gumam Citra sambil memandangi kepergian putra dan menantunya itu.
****
Sai menggaruk pelepis alisnya, ketika matanya melirik Ino dan ranjang. Jika di pikir-pikir ini adalah malam pertama baginya dan juga Ino.
Sampai detik ini Sai masih tidak bisa berpikir jernih. Kenapa Mahasiswi yang dulunya sering ia beri julukan sebagai gadis jorok. Kini gadis jorok itu adalah istrinya.
"Ah lelahnya..." kata Ino perlahan tubuhnya tumbang ke ranjang.
Mendengar suara Ino. Sai yang tadinya lagi melamun kini pria itu kembali tersadar.
Melirik Ino yang sedang tidur di ranjangnya. Tunggu!
"Ino kamu belum mandi?!" tanya Sai merasa jijik. Melihat Ino langsung tidur dalam keadaan belum mandi. Setelah seharian kesana-kemari.
"Menurut pak Sai?" balas Ino dengan kedua matanya masih terpejam.
Menarik betik Ino dengan kedua tangannya. Pria itu berdercak sebal. Dirinya tidak mau tidur di dekat orang jorok belum mandi seperti Ino.
"Kalau mau tidur. Mandi dulu sana! Gadis jorok!" pekik Sai memerintah.
Ino mengerang lumayan keras, satu kakinya menunjang perut Sai kuat. Hingga membuat tubuh kekar Sai tumbang jatuh ke lantai.
"Ino!" teriak Sai.
"Apaain sih Pak Sai! Tinggal tidur aja ribet amat!" kata Ino eteng.
"Mana mau saya tidur bareng orang jorok kayak kamu!" sarkas Sai kesal. Bangkit pria itu mengelus-elus perutnya.
Ino membuka matanya. Gadis itu duduk bersilah di atas ranjang, lalu maniknya mulai melirik Sai di depannya,"Yaudah tidur di sofa aja sana! Kok ribet amat sih?!" balasnya.
"Dasar cerewet!" lanjut Ino.
"Apa kata kamu?" tanya Sai samar-samar mendengar Ino menghinanya.
"Cerewet!" ulang Ino lantang.
"Awas kamu ya!" ancam Sai.
Ino tersenyum detik setelanya matanya berkedip-kedip.
Tbc