"Emang bapak suaminya? Nggak kan?"
Brak!
Sai memukul meja di depannya kuat, membuat atensi para mahasiswa dan mahasiswi terarah ke arahnya.
Semuanya bingung menatap Sai, yang tumben sekali. Hari ini tidak banyak bicara. Tidak seperti biasanya, yang kecerewetanya melebihi emak-emak komplek yang lagi marahi anak mereka.
Menggenggam dengan keras bolpen di tangannya hinggah patah. Kemudian mengeluarkan suara cukup keras, karena keheningan kelas membuat suara bolpen yang patah itu terdengar sangat jelas. Sekaligus Membuat pria itu tersadar dari lamunannya.
Melihat itu, semuanya kembali berbisik.
Menyadari jika sekarang dirinya sedang jadi bahan perbincangan oleh para pelajar, membuat Sai bertambah kesal. Menghela napas. Lalu Sai menatap satu persatu para pelajar yang sedang berbisik tentangnya.
"Kalian? Ada yang mau di tanyakan sama saya?!" ketus Sai bertanya.
Para pelajar itu langsung terdiam. Tidak berani berbicara bahkan menatap Sai.
"Kalau mau gosip mending keluar sana. jangan pas masuk kelas saya kalian pada gosip!" cetus Sai membentak.
"M-maaf pak Sai," cicit para pelajar itu menyesal.
"Sudahlah! Setelah ini jangan di ulang." tegas Sai yang diangguki para pelajar itu.
Sai menatap bolpen yang sudah terbagi menjadi dua bagian itu dengan tajam. Sai membayangkan jika bolpen itu adalah Tara yang ia belah menjadi dua bagian.
Mengingat kejadian tadi pagi, membuat suasana hatinya menjadi buruk. Di bandingkan dengan suaminya. Ino lebih memilih pergi dengan pria lain.
Pria mana yang tidak marah dan kesal? Melihat istrinya pergi bersama pria yang mengaku jelas mencintai istrinya. Tapi salah Sai juga kenapa dia membiarkan Ino pergi hanya karena tidak ingin statusnya sebagai suami Ino ketahuan.
Tapi sekarang? Sai sedang di landa kegalauan. Pria itu masih tidak terima, jika Ino memilih Tara di bandingkan dirinya.
"SIALAN!" teriak Sai reflek saat mengingat itu.
****
Ahana menyipitkan kedua matanya, menatap penuh curiga ke arah Ino dan Tara yang sedang berjalan sambil mengobrol.
Kenapa mereka berdua semakin akrab? Bukankah Ino sudah menikah? Ini tidak bisa di biarkan! Bagaimanapun juga sebagai sahabat Ahana tidak boleh membiarkan Ino berdekatan dengan Tara.
"Ino!" panggil Ahana.
Menoleh Ino tersenyum lebar. Gadis itu berlari meninggalkan Tara.
Melihat Ino pergi darinya, dengan wajah kecewa. Tara memilih pergi, lagi pula semua temannya saat ini sedang memanggilnya.
"Lo kok bareng kak Tara?" tanya Ahana.
"Emang pak Sai gak marah kalau lo sama kak Tara?"
Ino menggelengkan kepalanya sekali.
"Kenapa juga pak Sai marah? Dia sendiri yang bilang sama kak senior kalau Ino bukan istrinya," aduh Ino, sambil mengembungkan kedua pipinya.
"Hah?" pekik Ahana tidak percaya.
"Ceritanya panjang, yuk ke kelas. Nanti Ino ceritain." ajak Ino seraya memeluk lengan Ahana.
Mengajak Ahana berjalan bersama dengannya. Ino menatap ke arah mobil Sai yang terpakir di tempat biasa.
"Pak Sai Jahat!" ucap Ino dalam hati.
Sementara itu di kantin kampus. Tara dan teman-temannya sedang duduk berkumpul. Sekaligus mereka sedang membicarakan Ino serta hubungan Tara dengan gadis itu.
"Sekarang lo harus jelasin sama kita-kita. Hubungan lo sama tuh cewek apa?" tanya salah satu teman Tara namanya Jodi.
Tara tersenyum miring, pria itu meraih gelas yang berisikan jus mangga. Lalu menyeruputnya dengan santai. Peryatanyaan teman-temannya itu apakah harus di jawab olehnya?
"Gue gak pernah sedeket itu sama cewek selain nyokap dan adek gue. Sekarang kalian pikir sendiri!"
"Lo? Seriusan? Kenapa harus tuh cewek coba? Di liat dari segi apapun. Dia jauh dari si Popi yang selalu ngejar-ngejar lo!"
Tara tertawa sambil menggeleng. Benar memang kalau Ino kalah fisik dari Popi yang baru di bicarakan oleh temannya. Tapi jika di bandingkan dengan sifat dan ketulusan dari keduanya. Popi kalah dari Ino.
"Kalian bodoh! Karena cuma gue yang bisa liat keistimewaan yang di miliki tuh cewek." kata Tara.
Semuanya memasang wajah bingung. Tidak mengerti dengan pemikiran Tara tentang Ino.
TbC.