"Kamu lagi ada masalah sama suamimu itu?" diam-diam Ahana mengamati gerak-gerik Ino yang tak banyak bicara.Ahana menebak pasti ada sesuatu yang terjadi dengan rumahtangga Ino dan Sai.
Jika tidak. Bagaimana bisa? Ino yang terkenal banyak bicara itu tiba-tiba berubah menjadi wanita pendiam dan gak banyak bicara.
Dia abaikan Ahana mendengus sebal. Kemudian kedua tangannya bergerak menyentuh pundak gadis di depanya.
"Hah? Kenapa pak Sai?" sentak Ino gelagapan.
"Gue Ahana Ino. Lo kenapa sih?" ujar Ahana bertanya. Mendadak wajah Ino berubah menjadi murung.
"Hahaha... pak Sai bisa aja. Padahal Bapak lebih jago loh godain para wanita. Termasuk saya,"
Mendengar orang menyebut nama Sai. Ino yang mendengar itu langsung menatap ke sumber suara.
"Perasaan saya gak pernah godaan buk Leni." kata Sai.
Dan Leni membalasnya dengan tertawa. Lalu memeluk lengan pria itu dengan erat.
"Setiap ucapan yang keluar dari mulut bapak. Adalah godaan tersendiri buat saya," ucap Leni, sepasang matanya melirik dengan sinis gadis yang berjarak 1 meter darinya dan Sai.
Melihat itu mata Ino melotot keluar. Moodnya mendadak bertambah kesal.
Apa-apaan tangan gatel wanita itu berani sekali menyentuh suaminya.Dan ketika merasakan rasa kesal itu. Kini Ino mengerti kenapa Sai sangat marah saat dia memeluk tara seminggu yang lalu.
Mengurungkan niatnya untuk bertemu Sai. Ino memutar balik menuju kelasnya kembali.
Tapi?
"Buk Leni. Tolong lah, saya sudah menikah, dan saya tidak ingin membuat istri saya kecewa lagi dengan sikap saya. Jadi saya harap bu Leni mengerti dengan maksud saya..." ujar Sai. Yang terdengar oleh Ino.
Tersenyum malu-malu. Ino segera berlari, tak seperti dulu kini Sai sudah menganggapnya sebagai istri.
Menggelengkan kepalanya. Ahana juga ikut tersenyum senang. Detik setelahnya menyusul Ino yang sudah jauh di depannya.
Tak henti-hentinya tersenyum, Ino terus berlari. Kata-kata Sai membuat jantung terus memompa cepat tanpa henti.
Wajahnya sudah memerah sejak tadi.
Berlari hingga tak menyadari sekelilingnya membuat gadis itu menabarak tubuh seseorang. Dan orang itu tidak lain adalah Tara.
"Ino?" sentak Tara sambil tersenyum lebar.
"Kak senior?" ikut terkejut Ino langsung menjauh dari Tara.
"Ada apa? Kenapa lari-lari?" tanya Tara.
Ino terdiam sesaat.
"Gak papa kak. Cuma lagi pengen lari aja!" seru Ino beralasan.
Mendaratkan telapak tangannya di kepala Ino. Tara kembali tersenyum.
"Lain kali kalau mau lari-lari jangan di koridor kampus ya, takutnya kamu nabrak orang lagi. Gak papa sih kalau orangnya aku, kalau orang lain gimana? Bisa-bisa di marahi kamu." ujar Tara memberitahu.
"Maaf kak. Lain kali Ino gak akan mengulanginya." janji Ino yang diangguki Tara.
"Oh ya, kamu jam kosong kan? Gimana kalau kita ke taman dekat kampus. Ada sesuatu yang mau aku obrolin sama kamu," ajak Tara.
Ino menggulum bibir atas dan bawahnya.
"Penting gak kak? Soalnya setengah jam lagi. Pelajaran pak Sai," ujar Ino.
"Penting kok dan gak akan lama," jelas Sai.
"Hemm.. ok. Tapi Ino ambil tas dulu ya?" kilah Ino berujar.
"Aku tunggu di parkiran," balas Tara.
Mengangguk Ino. Kembali berjalan, menuju kelasnya.
Tapi sesampainya di depan kelas, sepasang mata Ino tebelalak lebar.
Melihat sosok Sai sedang berdiri di depan kelasnya, dengan kedua tangan pria itu memegang tupperware.
Gugup. Ino memutar tubuhnya, sebisa mungkin dia ingin menghindar dari Sai.
Namun, sebelum itu terjadi. Sai sudah memanggil namanya.
"Ino!" panggil Sai. Dan mau tak mau Ino memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan Sai.
"Siang Ino," sapa Sai. Lalu tersenyum manis, yang senyumannya mampu melelehkan hati Ino saat ini.
"S-siang pak," balas Ino gugup.
Entah mengapa jantungnya gak bisa diam saat menatap suaminya sendiri.
"Ni, untuk kamu. Aku jamin kali ini rasanya pasti enak." kata Sai.
Aku? tanya Ino dalam hati.
"Hemm. Makasih pak," ujar Ino seraya menerima tupperwere yang berisi nasi goreng buatan Sai itu dengan ragu.
Tersenyum kembali, Sai berjalan mendekati Ino. Kemudian memeluk tubuh Ino dengan erat. Tiga detik setelahnya bibirnya menyusul mencium kening Ino yang sedari tadi hanya diam, mematung dengan perlakuan Sai yang seperti itu.
Tersentak, Ino menatap orang-orang di sekelilingnya. Yang saat ini sedang berbisik-bisik mencurigakan. Dan Ino yakin jika mereka-mereka itu sedang berbisik tentangnya.
"Pak Sai. Maaf tapi ini lagi di kampus tidak baik kal-"
"Aku tau. Bukannya ini yang kamu mau? Semua orang sudah tau kalau kamu adalah istriku Ino."
"Hah?" mendorong tubuh kekar itu mulut Ino terbuka lebar.
"Bapak lagi bercanda kan?" tanya Ino tidak percaya.
"Aku lagi gak bercanda sekarang. Jadi. Berhenti panggil aku bapak. Ok." ujar Sai.
Ino menyipitkan bola matanya.
"Panggil aku Sai, atau kamu boleh panggil aku sayang. Tapi berhentilah panggil aku bapak." tegas Sai.
"Mengerti?" lanjut Sai.
TbC.