Dengan bibir merapat, lalu tangannya bergerak menarik lengan pria di depannya. Hardan merasa sangat marah, jika melihat Sai. Setelah membuat Ino menjadi wanita yang lemah, dan tidak punya akal sehat. Ino yang sangat polos akhirnya bisa berbuat nekat, Hanya karena satu orang saja. Dan itu semua karena Sai. Pria itu pelaku dari penyebab, kondisi Ino yang sekarang.
"Pergi!" tubuh Sai terhuyun ke samping. Saat sebuah tangan kekar menarik lengannya dengan paksa.
Sepasang matanya yang memerah itu memohon agar dia di izinkan untuk menemani istrinya, yang sedang di rawat di ruang oprasi. Istrinya saat ini sedang berjuang, demi hidupnya.Mesya membulatkan matanya. Melihat suaminya saat ini tengah menyeret tangan Sai dengan kasar, berteriak sambil mengusirnya.
"J-jangan usir saya. Saya ingin menemani is-"
Sai sangat tidak berdaya, dia memohon dan akan tetap seperti itu, bagaimana pun juga dia sudah bersalah. Tidak sepatutnya Sai pergi dengan keadaan marah. Tanpa sepatah kata pun. Untuk memberikan tanda kepercayaannya terhadap istrinya.
Manik Hardan melotot keluar, wajahnya berubah sangar. Detik setelahnya dia menghempas tangan Sai. Yang semula dia pegang,"Dia bukan istri kamu. Setelah Ino sadar! Saya akan menyuruhnya agar berpisah dengan pria seperti kamu!" cetusnya memotong ucapan Sai.
Sai menggeleng,"T-tidak. Saya tidak akan mau bercerai dengan Ino!" tolaknya dengan lantang.
Berkacak pinggang, Hardan bertanya,"Kenapa? Kamu sudah melukainnya? Kamu membuat dia sangat menderita. Apa setelah hari ini kamu masih berharap kalian akan terus bersama! TIDAK."
"Saya kakaknya. Sebelum Ino menjadi istri kamu! Dia adalah adik saya, jadi ingat! Hidupnya saya berhak untuk ikut campur!" Kilah Hardan.
Sai mengatupkan kedua tangannya, memohon."Saya mohon. Sama seperti Ino, saya juga mencintainya." kata Sai.
Tertawa keras, tangan Hardan bergerak mendorong pria di depannya. Membuat tubuh pria itu terdorong dan jatuh ke lantai,"Jangan buat saya tertawa lah dengan perkataanmu itu!"
Menarik napas dalam-dalam. Hardan mengusap wajahnya, dalam hati dia sedang beristighfar. Karena sudah hilang kendali, setelah melihat kehadiran Sai.
"Pergilah! PERGI! jangan buat saya emosi."
"Sayangnya ini masih kawasan daerah rumah sakit. Jika tidak,"
"Saya bunuh kamu sekarang!" ucap Hardan sambil menunjukan jarinya ke arah Sai.
"Mas," Mesya mendekat. Lalu memeluk lengan suaminya.
Beralih menatap istrinya, Hardan berkata."Jangan ikut campur Mey! Jika kamu masih menganggapku suamimu."
Melirik Sai yang masih duduk di lantai, wanita itu menghela napas.
"Ada apa?"
"Kasihan sekali dia,"
Hardan mengamati sekelilingnya. Hilang kendali membuatnya tidak sadar jika saat ini dia sedang berada di rumah sakit.
Menarik tangan istrinya. Hardan menoleh untuk menatapnya.
"Ikut aku sekarang!" serunya. Kemudian melenggang pergi meninggalkan Sai. Yang masih menjadi bahan tontonan.
Meremas wajahnya, Sai menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Membuat bibir tipis itu mengeluarkan darah.
Meremas rambutnya, Sai merasa sangat frustasi."Apa yang harus ku lakukan sekarang?"
"Apa?!" pekik Sai lalu memukul lantai di sampingnya.
Seorang suster pria dengan membawa troli di tangannya. Merasa kaget, mendapati teman lamanya itu sedang duduk di lantai.
"Sai?" dengan Ragu dia--Robert pun bertanya. Mencolek punggung Sai agar menghadap ke arahnya.