"Sai,"
"Naina,"
Memicingkan matanya. Ino menggulum bibir bawahnya. Menatap Naina dan Sai secara bergantian.
"Kenapa kalian terlihat sangat gugup. Seperti baru ketemu mantan pacar aja?"
Mendengar itu, tubuh Sai semakin menegang. Dengan cepat dia melepaskan tautan tangannya.
"Ya gak lah Ino." sergah Sai membantah.
"Hem...Ino bercanda kok." kata Ino sambil terkekeh.
"Lagian gak mungkin juga." pikir Ino. Membuat Sai dan Naina sekali lagi saling bertukar pandangan.
"Udah kenal-kenalannya. Keburu masakannya dingin. Oh ya Ino, panggil kak Mey. Suruh ke meja makan," sela Hardan yang sedari tadi melihat mereka. Ino, Naina dan Sai.
"Hem..." balas Ino dengan deheman.
Ekspresinya langsung berubah saat Hardan bersuara.
"Ayo duduk." tutur Hardan mempersilahkan.
"Sai!" panggil Hardan, Membuat Sai kembali berdiri tegak.
"Sai, kamu susun kayu pesanan pak Ahmad ke dalam mobil cataran!" printah Hardan.
"O-ok." sahut Sai, kali ini dia akan berterima kasih. Karena membiarkannya pergi. Sai sudah sesak karena berada di ruangan yang sama dengan Naina.
Melirik Sai diam-diam. Naina menundukan kepalanya. Termenung, dengan bibir menggulum. Gadis itu tengah berpikir.
"Suami Ino pasti orang yang hebat dan pastinya orang yang baik," puji pak Ahmad sembari menatap punggung Sai yang sebentar lagi akan menghilang dari balik pintu.
"Haha... biasa aja kok pak. Orangnya juga gak baik-baik kali," kata Hardan berujar.
"Mata bapak gak pernah salah kalau menilai orang," kata pak Ahmad yang di balas cengiran tak tulus dari Hardan.
"Kakek, Naina izin bantu Sai ya?" tanya Naina ragu.
Menoleh menatap cucunya. Ahmad memicingkan maniknya.
"Emang kamu kuat. Ngakat kayu?" tanya Ahmad dengan kening berkerut.
"Jangan Naina. Nanti tangan kamu bisa terluka," sela Hardan menimpali.
Terdiam. Naina kembali menunduk.
Lalu beberapa menit kemudian. Ino datang membawa Meysa dan Haikal bersamanya.
"Paman?" sentak Meysa. Dengan cepat wanita itu langsung menyalim tangan Ahmad.
"Paman mampir cuma mau bilang terima kasih. Eh malah di suruh mampir ke rumah," jelas Ahmad sambil terseyum.
Membalas senyuman Ahmad, Meysa ikut duduk di kursi yang ada di sebelah Hardan.
"Itu bagus dong paman. Untung mas Hardan ngajak paman masuk ke dalam, oh ya kabar anak kak Devi yang baru lahir itu giamana? Kapan pulang dari rumah sakit?" tanya Meysa.
"Baik. Minggu depan mereka udah pulang. Makanya paman, minta tolong Hardan untuk carikan kayu bakar. Kamu kan tau paman gak suka pakai kompor untuk masak." cetus Ahmad yang mendapatkan anggukan dari Meysa.
"Kak, Sai mana?" tanya Ino yang baru sadar jika suaminya tidak ada di rumah.
"Di belakang," balas Hardan singkat.
"Ngapain?" tanya Ino sewot.
"Mindahi kayu ke mobil cataran," jawab Hardan.
Setelah mendengar itu Ino pun bergegas pergi keluar untuk membantu Sai.
