Ino termenung, memikirkan perkataan Sai yang sejak tadi mengusik pikirannya.Membuatnya jatuh cinta dan menikahinya, Ino berpikir keras dan berandai-andai sendiri. Jika Sai hanya bermain-main dengannya. Tidak mungkin lah, manusia seperti Sai itu ada perasaan dengannya.
Ino sadar diri, jika dia tidak pantas dengan pria yang pokoknya seperti Sai lah.
"Ada-ada aja," gumam Ino dan akhirnya menutup matanya.
"Ino, kalau mau tidur mandi dulu. Saya tidak mau tidur sama orang jorok seperti kamu."
Deg.
Mata Ino terbelalak terkejut. Dengan cepat dia membuka matanya, memutar tubuh lalu mengamati sekelilingnya yang tidak ada siapapun disana.
Astaga, apa yang dia pikirkan. Kenapa sejak tadi, otaknya berpikir hanya satu hal yaitu suaminya.
Menepuk keningnya pelan, Ino menggelengkan kepalanya hingga berulang-ulang.
"Apa karena efek lagi laper ya?" pikir Ino.
Detik setelahnya Ino bangkit. Kemudian beranjak dari kamarnya menuju dapur untuk mengambil sesuatu disana. Barang kali, masih ada sisa makanan untuknya.
***
Sama hal nya Ino yang tidak bisa tidur, begitu juga dengan Sai. Pria itu masih sibuk berpikir bagaimana caranya, berubah menjadi suami yang baik untuk Ino.
Suami yang dewasa, eh bukan berarti Sai belum dewasa. Hanya mungkin saja caranya dalam berpikir tentang rumah tangganya itu belum dewasa.
Menyudutkan Ino, tanpa mendengarkan penjelasan itu memang salah. Tapi, menurutnya Ino lebih salah. Bagaimana bisa? Ino mau memeluk pria lain selain dirinya?
Mengingat itu Sai sungguh kesal. Bahkan dia, yang suami Ino saja belum pernah nyetuh Ino. Melakukan itu bersama Ino.
Menepuk keningnya pelan. Sai menggeram kesal. Bagaimana dia bisa berpikir hal mesum di waktu seperti ini.
Sai bodoh! Makinya dalam hati.
Menidurkan tubuhnya ke ranjang. Sai menghela napas berat. Tiga detik setelahnya pria itu melirik tempat biasa istrinya itu tidur.
"Ino males mandi! Kalau gak mau tidur sama Ino sana tidur di sofa aja!"
"Pak Sai, hari ini Ino seneng pakek banget. Bapak tau, Sinta satu kelas sama Ino? Hari ini dia akan menikah..."
"Pak itu guling Ino!"
"Pak! Minggiran dikit Ino mau tidur!"
"Pak Ino masih kecil jangan di apa-apain dulu..."
"Pak Ino laper...."
"Pak! Pak! Pak!"
Tanpa sadar Sai tertawa pelan. Mengingat hal tentang Ino mampu membuatnya tertawa. Tapi, itu hanya beberapa saat. Setelah menyadari fakta jika Ino sekarang pergi membuat hatinya berdenyut nyeri.
Ya tuhan! Cobaan macam apa lagi ini?
Memijat pangkal hidungnya, Sai termenung sesaat.
Tok...tok...tok..
Mendengar suara pintu di ketuk dari luar. Tersentak Sai langsung bangkit lalu membukakan pintu kamarnya. Untuk orang yang ternyata adalah Citra mamanya.
"Sai!" jerit Citra lalu dengan senang wanita itu memeluk tubuh putranya.
"Mama kenapa sih?" tanya Sai aneh. Tangannya bergerak untuk melepaskan pelukan sang mama.
"Sai! Mama seneng, teryata wanita jalang itu pergi dari rumah kita. Jadi sekarang mama," Citra menunjukan beberapa lembaran photo wanita cantik di tangannya.
"Bisa carikan calon istri untuk kamu. Pastinya gak seperti wanita itu!"
Sai mengeraskan rahangnya.
"Mama!"
Merebut semua lembaran photo di tangan sang mama. Sai membuang semua photo itu ke lantai. Kemudian menginjaknya.
"Sai masih punya istri! Dan inget ma, Ino itu istri Sai! Bukan wanita jalang. Murahan atau apapun julukan mama. Tolong berhenti ikut campur masalahku dengan Ino!" tegas Sai memperjelas.
Menangis, Citra merasa tersakiti. Kebenciannya terhadap Ino semakin menguat. Ketidak sukaannya juga semakin bertambah.
Karena Ino, Sai berubah menjadi anak yang tidak patuh lagi dengannya.
Sai yang dulu begitu menghormatinya sekarang? Putranya itu selalu memarahinya.
Citra tak menginginkan yang lain. Yang dia inginkan adalah melihat putranya bersanding dengan wanita yang pantas.
Tidak seperti Ino yang selalu membuat malu saja.
"Sai, mama hanya ingin melihat kamu bahagia. Dengan bersanding dengan wanita yang pantas dengan kamu. Hanya itu, tapi kamu? Tega-teganya memaharahi mama kamu sendiri hanya karena wanita sialan itu!" Citra menangis terisak-isak.
Membuat Sai yang melihatnya menjadi perasa dan tidak enak. Tanpa sadar dia sudah melukai hati mamanya. Tapi apa daya? Cara mamanya itu juga salah.
"Ma, Ino juga pantas bersanding dengan Sai ma. Kenapa selalu menyalahkan Ino karena kesalahanku. Semua pernikahan itu, itu yang salah Sai. Putra mama yang memaksa gadis yang mama benci itu untuk menikah dengan Sai. Ino gak salah, tapi Sai yang salah. "
"A-apa maksud kamu? Jelas-jelas wanita itu yang merusak pernikahan kamu." sentak Citra tidak percaya.
"Sai, yang merusak pernikahan Sai sendiri. Sejak awal Sai tidak mau menikah dengan Drisya. Tapi Sai tidak menunjukan itu karena Sai berpikir jika kalian memahami putra kalian sendiri. Tapi tidak, karena itu Sai berpikir akan lebih mudah permasalahannya jika, Sai menikahi wanita lain. Dan saat itu yang ada di pikiran Sai hanya Ino saja." jelas Sai panjang lebar.
Citra menganga tidak percaya.
"Bukan kah bagus. Sekarang semuanya sudah berakhir... dengan begitu kamu bisa menikah dengan wanita lain." kata Citra.
"Ma! Yang akan Sai nikahi adalah Ino. Tidak wanita lain." jelas Sai.
"Bukannya kamu tidak menyukai wanita itu kan Sai?"
"Itu dulu. Tapi sek-"
"Tidak mungkin!" potong Citra.
"Sampai kapan pun mama tidak akan pernah setuju kamu menikahi wanita itu lagi!" tegas Citra.
"Ma, Sai han-"
"Cukup Sai. Mama tidak akan membiarkan wanita itu kembali lagi ke keluarga kita."
TbC.
Semoga author gak dapat mertua judes begitu. Yang terlalu ikut campur rumah tangga anaknya.
😴
50 vote up ni