GROWING PAIN
O l e h K a r i z k a
©2020
Present
B a g i a n A w a l
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Semburat jingga dilangit sore menggurat sempurna, lambaian angin yang sejuk menggiring aroma musim semi.
Tungkai itu melangkah lambat, netranya sesekali mengamati jingga diatas sana, perlahan namun pasti menjajaki jalan setapak dipertengahan suasana sunyi tanah pemakaman. Hawa sejuk musim semi terasa lebih dingin ketika lelaki dua puluh delapan tahun itu melangkah semakin kedalam. Batu nisan di kanan kiri terlihat seperti monument akhir yang menjadi pertanda bahwa kesayangan orang lain yang telah menyatu dengan tanah bersemayam didalamnya.
Langkah itu terhenti ketika ia berdiri disamping sebuah nisan pualam yang meski telah dirawat se apik apapun tetaplah terlihat lebih usang dari yang paling baru, pertanda bahwa yang bersemayam didalam sana telah terbenam melebur bersama waktu yang mengikis semua kenangan.
"Hai ibu, aku datang lagi.."
Rangkaian lili putih dan baby's breath yang semenjak awal berada didalam genggamannya ia letakkan diatas batu nisan yang dingin itu.
"Your favorite lily mom, dan pertanda cinta tak pernah usai dariku.."
"Ayah baik dan sehat, ia banyak sekali melakukan perjalanan setelah pensiun ah ia juga membuat kebun baru ditaman samping. Dia benar benar terlihat seperti lelaki seusianya yang menikmati hidup, walau yaah dia sangat payah memancing. Kail ku akan lebih sering disambar daripada miliknya.."
Ia terkekeh kemudian, pikirannya melanglang buana, mengingat bagaimana ekspresi kesal ayahnya ketika ia banyak mengangkat ikan dan lelaki lebih dari setengah abad itu tidak mendapatkan satupun.
"Mom, I love you, always.. and I miss you.."
"Ahh iya noona belum pulang, entahlah.. aku akan datang jika dia kembali untuk memberitahumu ibu.."
Setelah merenung sejenak memandangi nisan sang ibu sambil sesekali mengusapnya, ia pun berdiri dan beranjak dari posisinya.
Dipertengahan jalan ia dapat melihat sosok lelaki yang dia kenali berdiri juga tengah menatapnya.
"Mencariku sampai ke makam ibuku? Penting sekali sepertinya.." Ucapnya, katakanlah itu sapaan darinya.
Lelaki itu melangkah lebih dekat, sejenak hanya bergeming sambil memamerkan sebuah smirk.
"Hai Jeon, sudah lama tidak bertemu.."
"Tidak perlu basa basi Jaksa Min Yoongi yang terhormat, ada apa? Apa salah satu cabang usahaku melakukan tindakan illegal?"
Lelaki berkulit pucat itu terkekeh sejenak.
"Tidak, tentu saja Tuan Jeon Jiho yang akan lebih dulu mendatangimu jika itu terjadi, kau tahu ayahmu berbisnis hal yang berbau negatif tapi beliau sangat tidak mentolerir tindakan illegal.."
Jeon Jungkook, pria yang baru saja menghampiri makam ibunya itu hanya berdecih saja.
"Aku hanya ingin berdiskusi sedikit mengenai penemuanku.."
Sebuah map cokelat diserahkan pada Jungkook. Lelaki itu mengambilnya dengan sedikit sentakan kasar.
Sebenarnya, ia sudah tahu kalau hal ini cepat atau lambat akan segera diketahui. Perihal hal yang berada diranah pribadi keluarganya yang selama ini ia dan ayahnya berusaha tutupi dari penciuman tajam jaksa super hebat dihadapannya ini.
Dan sudah ia duga, isi map itu sama persis seperti bayangannya.
"Jadi apa? Ingin menuntutku untuk hal yang tidak penting ini?"
Min Yoongi mendengus kesal, tidak penting katanya?
"Dari segi apa kau menganggap hal ini tidak penting Jeon Jungkook!"
"Ini tentangku dan keluarga Jeon! Yang sama sekali bukan ranah publik!"
Mendorong lidah kesalah satu pipi, Min Yoongi nampak kesal.
"Karena kebodohan kalian seseorang hampir mati!"
"Ya, jadi kau pikir hanya satu orang yang hampir mati?"
Oke. Sabar Yoongi.
"Baiklah, jadi apa alasan kalian menutupi hal ini dari kami?"
Jungkook menghela napas sejenak, ia kemudian terdiam sambil menatap semburat jingga yang perlahan menyatu dengan biru tua langit malam.
"Kau tahu Yoongi-ssi.. tidakkah menurutmu seharusnya jika mereka dipertemukan itu dilandasi oleh takdir? Tanpa dipaksakan.. dan lagi pula.."
Jungkook menjeda cukup panjang membiarkan hening sampai menit nyaris berganti, dengan menggigit bagian dalam bibirnya. Getir itu ikut terasa ketika bahkan dirinya bukanlah seseorang yang akan menjadi yang paling terluka diantara kisah kelam mereka.
"..dia akan menikah.."
Tanpa menunggu detik berganti Yoongi sudah menghadap Jungkook sepenuhnya dengan kedua mata sipitnya yang membulat, sungguh ini pertama kalinya Jungkook melihat pemuda sipit ini matanya sebulat itu.
"Jadi, tidakkah lebih baik kau pura pura tidak tahu dimana Seulgi berada, atau kehancuran lain akan ditimpa sahabatmu,"
Jungkook membalik tubuh, mengembalikan map coklat itu dengan menempelkannya didada Yoongi yang terbalut setelan jas abu.
"...si Park Jimin itu.." Sambungnya, terakhir sebelum beranjak meninggalkan tanah makam.
KAMU SEDANG MEMBACA
{✔️Complete} GROWING PAIN
FanfictionDunia seperti memainkannya, mengejeknya, mengoloknya karena selalu gagal, selalu sendirian, selalu terluka, selalu menderita, selalu fakta tentangnya adalah menyakitkan Luka itu tidak pernah sembuh, sekian lama justru semakin tumbuh dan semakin meny...