GROWING PAIN 1

936 108 23
                                    

B a g i a n      S a t u

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

B a g i a n      S a t u

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pukul dua belas malam, itu yang ditunjukkan oleh jarum pendek dari jam tangan merk ternama bernilai milyaran won yang bertengger di pergelangan tangan Park Jimin.

Seharusnya dia sudah dirumah, pekerjaan sudah usai sejak berjam-jam lalu, gedung belasan lantai tempatnya berdiri saat ini sudah nampak sunyi. Lampu ruangan sudah banyak yang dimatikan, tertinggal beberapa karyawan yang melembur sampai di jam ini dan entah apa yang mereka kerjakan Jimin pun tidak tahu.

Pekat malam tanpa bintang, sayu rembulan mengintip melalui celah awan yang bergerak pelan, angin membelai berayun menerbangkan kenangan dan sunyi yang semakin membangkitkan suasana pekat dalam diri seorang Park Jimin.

Jika dipikir ulang, kehidupannya mungkin jauh lebih sedih dari melodrama mana pun, jauh lebih getir dari rasa apapun, jauh lebih keras dari beton yang menahan ombak dipantai.

Tidak ada yang sebanding atau tidak ada satupun yang mampu diperbandingkan.

"Berpikir untuk melompat?" Suara sinis yang berasal dari arah belakang menembus telinga, membuatnya terkekeh pelan ditempatnya. Tidak perlu berbalik untuk tahu siapa pemiliknya, dia sudah sangat hafal dengan suara sahabatnya sendiri.

"Apa aku boleh melompat?" Jawabnya.

"Langkahi dulu mayatku!"

Kepala Jimin tertoleh, ketika botol minuman keras ditangannya yang semenjak tadi menemaninya merenung sendirian di atap gedung ditarik paksa oleh lelaki jangkung disampingnya.

PRAK

Dan dilempar begitu saja dilantai.

"Kau tahu berapa harganya?" Tanya Jimin dengan mata menatap sisa sisa pecahan beling.

Lelaki berbahu lebar itu menggedik tidak peduli sambil menyibukkan diri mengambil sesuatu dari kantung pelastik yang dibawanya.

"Seharga dengan tiga bulan gajimu.."

Tangan Jimin ditarik paksa dan satu kotak susu cokelat yang sudah dibuka diletakkan di telapak tangannya.

"Yasudah tidak perlu menggajiku tiga bulan.." Jawabnya enteng.

Jimin mendecih.

"Kau tahu aku benci susu Jin.."

Kim Seokjin, lelaki yang selalu berada disamping Jimin itu menggedik tidak peduli lalu menyesap susu ditangannya sendiri.

"Kau bodoh karena memilih alcohol yang pahit dibanding susu yang jelas jelas manis. Minum saja tidak perlu protes! Kau tidak menyentuh makan malam yang kupesankan bukan? Bagaimana mungkin kau minum dengan perut kosong! Kau tidak pernah melihat dikaca? Hei tubuhmu itu terlalu kurus, sudah pendek kurus lagi! Pantas saja masih jomblo!"

{✔️Complete} GROWING PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang