GROWING PAIN 35

388 64 13
                                    

B a g i a n     T i g a     P u l u h     L i m a

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

B a g i a n     T i g a     P u l u h     L i m a


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Malam semakin larut dan tempat itu semakin ramai. Seokjin ingat, pertama kali semua ini menjadi satu roda yang berputar adalah tempat ini. Gemerlap lampu dansa ditengah ruangan mengingatkannya akan masa lalu, saat ia berseru melihat sesosok gadis muda menyalakan musik dengan dentuman keras dan sahabatnya, Park Jimin terpana akan kehadiran sosok itu dalam sekali pandang.

Lalu semuanya mendadak dipertemukan seperti sebuah kebetulan. Ah bukan, bukan kebetulan tapi itu mungkin takdir. Dirinya, Park Jimin, Kim Taehyung, Min Yoongi, Jeon Seulgi dan Irene, mereka disatukan dibawah takdir yang saling terkait dengan masa lalu dan masa depan. Seokjin terdiam menatap lembaran berisi tulisan tangan Kim Taehyung yang ditinggalkan untuknya, surat yang dia temukan didalam saku blazernya yang ia kenakan sewaktu ia dan Taehyung sempat bertemu. Ia bahkan tidak sadar kapan dan bagaimana Taehyung menyelipkan itu dalam saku blazernya.

Surat itu dibacanya dihari Taehyung meninggal, lebih tepatnya beberapa jam sebelumnya dan ia terkejut akan isi surat itu, entah bagaimana dan darimana dia tahu tentang Seokjin yang bahkan mungkin tak pernah ia ungkapkan pada siapapun, ia tersenyum getir. Kenapa juga harus begini?

“Hei..”

Seokjin melipat kembali lembaran itu dan menyimpannya dalam saku lantas berbalik dan menemukan presensi salah satu sahabatnya disana. Ia tersenyum menyambutnya.

“Kau datang?”

Lelaki itu, Min Yoongi. Menghampirinya dan duduk dihadapannya, tanpa dipersilakan ia mengambil salah satu dari dua gelas beda ukuran didekat Seokjin dan mengisinya dengan cairan dari dalam botol yang terletak ditengah meja.

“Kau tidak ada kerjaan? Jangan salahkan aku kalau kau mabuk Tuan Min..”

Setelah meneguk minumannya lelaki itu terkekeh.

“Kau tidak salah? Aku kesini karena tidak ingin mendapat telepon untuk menjemput Kim Seokjin dalam keadaan mabuk!”

“Cihh..”

Mereka bersulang setelahnya. Lalu meneguknya.

“Bagaimana perkembangan kasusnya? Lelaki itu kapan dipenjaranya?”

“Bersabarlah. Psikiater sialan di pusat rehabilitasi membatasi gerakku..”

“Kau yakin dia gila? Kurasa ia hanya beralasan saja!”

“Tidak Kim, dia memang gila kalau kau melihat kondisinya. Karena itu proses hukumnya lambat. Kau tahu? Dia menyesal setelah tahu yang dia tembak Seulgi bukan Jimin. Dia malah semakin gila karenanya. Sialan sekali!”

{✔️Complete} GROWING PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang