B a g i a n D u a P u l u h L i m a
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.PLAKK
Tamparan keras itu mendarat dipipinya sampai wajahnya tertoleh kekanan. Seketika rasa panas menjalari kulit putihnya yang langsung memerah.
Tangan kanan Julian termor setelah tanpa sadar tersulut emosi dan berlaku kasar untuk pertama kalinya kepada Seulgi.
"A-aku.. Seulgi.."
Seulgi hanya diam lantas menatap bagaimana tubuh Julian mulai bereaksi berlebihan, gemetaran, tidak tenang, berkeringat dingin.
Mereka bertengkar hebat, tidak lebih tepatnya Julian meledak. Dia seperti bom atom yang dijatuhkan dan langsung meluluh lantahkan segala hal yang telah dengan apik dia susun dari awal.
Julian kehilangan kontrol emosinya, ia lupa jika dia harus berhati hati agar tidak ada satupun orang tahu kalau dia seorang sociopath. Bahkan ia sangat berusaha menyimpan rapat ini dari Seulgi, sayangnya Seulgi terlalu cerdik. Ia membaca semua tulisan dokter Jung Hwan dalam blog yang beliau tinggalkan, ada sebuah link yang hanya dapat di akses dengan password, Seulgi mendapat akses itu dan disanalah ia tahu segala tentang Julian. Perempuan itu ingat bahwa, dalam tulisannya dokter yang juga ayah non biologis nya Julian itu memperingatinya untuk berhati hati dalam melepaskan diri dari sang putra.
Alasan kenapa Seulgi masuk kedalam psikiatri medis.
Tidak lain dan tidak bukan adalah agar ia dapat melepaskan diri dari Julian dengan caranya.
"Aku tahu semuanya.."
Julian tidak terkejut lagi, ia sudah mencuri dengar perdebatannya dengan Jimin dan melihat tanggapan Seulgi ia mulai menyimpulkan hal itu. Hal yang kemudian memicunya untuk bertindak impulsive dan memukul Jimin.
Jimin telah mengambil miliknya..
Jika Seulgi tidak tulus mencintainya, itu karena Jimin!
Seulgi hanya boleh mencintainya.
Julian juga pengidap obsessive love disorder, dan begitulah cara pikirnya.
"Seulgi.. Seulgi.. aku mencintaimu, aku mencintaimu.."
Lelaki itu mulai memohon, hal yang Seulgi sudah duga sejak beberapa saat lalu. Julian akan memohon, kemudian mulai mengancam jika tidak dipenuhi.
Perempuan itu hanya terdiam, tidak tahu harus menyuarakan apa.
"Aku ingin istirahat..." Katanya.
Julian terdiam, ia mengedipkan matanya lambat kemudian membiarkan Seulgi melewatinya dan masuk kedalam kamar tamu yang selalu dihuninya.
Sejenak setelah pintu kamar itu tertutup dan ia tak lagi mampu melihat punggung Seulgi, ia mengacak rambutnya frustasi. Dia sudah ketahuan. Pilihannya hanya dua, hidup untuknya atau mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
{✔️Complete} GROWING PAIN
Fiksi PenggemarDunia seperti memainkannya, mengejeknya, mengoloknya karena selalu gagal, selalu sendirian, selalu terluka, selalu menderita, selalu fakta tentangnya adalah menyakitkan Luka itu tidak pernah sembuh, sekian lama justru semakin tumbuh dan semakin meny...