B a g i a n S e p u l u h
.
.
.Seokjin berjalan ringan membawa beberapa berkas dalam map biru, sesekali menyapa karyawan yang masih berada di kantor pada jam ini, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam dan Seokjin baru saja menyelesaikan berkas kerjasama yang akan ditanda tangani Jimin esok hari bersama dengan client.
Ngomong-ngomong tentang Jimin, Seokjin sedikit pusing dengan kelakuannya belakangan.
Sepulangnya dari Amerika setelah menemui Seulgi, bukannya terlihat lebih baik dari biasanya ia malah semakin keruh. Jimin mengalami perubahan yang cukup drastis, ia tidak mengatakan apapun pada Seokjin dan hanya menekuni pekerjaan nya semalaman hingga hampir pagi. Hari ini pun juga sama, pria itu hanya beranjak untuk urusan pekerjaan lalu kembali lagi kedalam ruangannya menyelesaikan pekerjaan.
Tingkat workaholic nya makin parah.
Seokjin membuka perlahan pintu kokoh ruangan CEO dihadapannya, menimbulkan suara decitan khas pintu kayu terbuka. Hal pertama yang ia lakukan adalah melirik meja kaca yang dikelilingi sofa mewah diruangan itu, lalu mendesah kesal. Ia meletakkan berkas yang sedari tadi dibawanya diatas meja kerja Jimin lalu menatap sosok sahabatnya yang kini tengah berdiri didepan jendela kaca yang terbuka. Perlahan Seokjin mendekat, ia berdiri tepat disamping Jimin lalu menutup jendela itu, membiarkan tirainya tetap terbuka.
"Kau bisa sakit kalau terkena angin malam musim semi tanpa sehelai kain hangat yang cukup untuk menghangatkanmu.."
Jimin hanya meliriknya sekilas lalu kembali menatap kedepan. Enggan memberi jawaban ataupun berbicara sekedar untuk menyapa Seokjin. Begitu sejak kemarin, Jimin hanya berbicara seperlunya masalah pekerjaan, tidak membahas apapun. Bahkan ketika semalam pria itu memilih menyendiri dilantai dua mansionnya meringkuk didepan sofa dan melamun sendirian. Seokjin tidak tahu alasan pria itu menjadi lebih gila, ia tak tega melihat Jimin. Pria itu seperti kehilangan jiwanya, manik mata sekelam malamnya tak memancarkan sinar apapun. Benar-benar kosong. Seokjin hanya takut, ia takut Jimin kembali menyakiti dirinya sendiri.
"Kau tidak menyentuh makan siangmu Jimin, kau belum makan apapun seharian ini.. aku juga tidak yakin kau makan kemarin.."
Lagi-lagi, Seokjin seperti berbicara dengan patung. Jimin masih setia dengan diamnya. Seokjin menghela napas.
"Aku akan memesankan yang baru, aku tidak peduli dengan apa yang dilakukan Seulgi padamu tapi.. jika kau masih tidak mau makan, aku akan menjejalkannya dengan paksa padamu.."
Kali ini berhasil, Jimin menoleh padanya dengan sorotan tajam.
"Kenapa? Apa? Aku Seokjin si pemaksa jika kau lupa!"
Dan malam itu Seokjin lagi-lagi berhasil membuat Jimin tergerak. Ia menurut dengan perintah Seokjin untuk makan lalu pulang cepat. Tapi tidak dengan satu hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
{✔️Complete} GROWING PAIN
FanfictionDunia seperti memainkannya, mengejeknya, mengoloknya karena selalu gagal, selalu sendirian, selalu terluka, selalu menderita, selalu fakta tentangnya adalah menyakitkan Luka itu tidak pernah sembuh, sekian lama justru semakin tumbuh dan semakin meny...