GROWING PAIN 19

381 72 14
                                    

B a g i a n     S e m b i l a n     B e l a s

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

B a g i a n     S e m b i l a n     B e l a s
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jimin selalu bermimpi buruk, memimpikan ingatan ingatan menyesakkan dimasa lalu, entah itu tentang ibu sambungnya dari sang ayah angkatnya, yang lebih awal mengajarinya tentang luka. Atau gudang gelap pengap dengan puluhan siswa yang memukuli tubuhnya dan sosok Min Yoongi yang menatap kebencian disudut ruang. Atau insiden hari itu, Seulgi yang di ikat dan dirinya yang tergeletak tanpa daya.

04.00

Itulah waktu yang ditunjukkan oleh jam di meja nakas Jimin ketika ia terbangun karena mimpi buruk, ia mendudukkan diri bersandar pada headboard ranjangnya lalu berusaha meraih gelas air yang selalu berada di meja nakas. Belum sempat tangannya mencapai gelas, ada desiran lain yang membuatnya berhenti menggerakkan tangannya, ada sesuatu yang berusaha begerak naik dari dalam lambungnya.

Jimin melompat dari ranjangnya dan berlari cepat menuju kamar mandi, wastafel adalah tempat terdekat untuknya menumpahkan isi perutnya. Rasa mual itu tak berhenti bahkan setelah ia merasa tak ada lagi apapun didalam perutnya, butuh waktu hampir setengah jam baginya menetralkan rasa mualnya dan juga menetralkan napasnya yang sedikit memburu, ia membasuh mukanya. Ketika menatap kaca besar dihadapannya ia baru sadar bahwa semalam ia tidur tanpa mengganti pakaiannya, ia masih dalam balutan kemeja putih dan celana bahan hitam.

Ia menghela napas panjang melihat dirinya sendiri, wajahnya kuyu bukan karena sehabis tidur tapi karena semakin kurus dan pucat. Ia mulai berpikir apa dia mengalami depresi lagi? Beberapa hari terakhir ini ia memang tidak nafsu makan sama sekali, jadi ia hanya makan sedikit.

Selesai membasuh muka, ia berjalan gontai untuk kembali ke tempat tidur sembari berpegangan dengan dinding dinding kamarnya, begitu sampai di tempat tidur ia langsung membanting tubuhnya meringkuk diatas kasurnya yang empuk.

Sakit

Tubuhnya sakit semua ia seolah merasa kebas, tidak tahu bagian mana saja yang sakit dan yang paling sakit dari semua adalah dadanya.

Sesak

Bukan bukan secara fisik, tapi secara batin. Hatinya terluka, ia merasa selama ini bergantung pada harapan yang hampa. Entah sampai kapan ia akan tersiksa seperti ini, padahal sudah sebulan sudah berlalu sejak ia bertemu Seulgi di California –harapan pertamanya setelah sekian tahun yang gugur begitu saja, ia masih ingat bagaimana wanita yang paling dicintainya itu mengusap lembut keningnya, membelai sayang surainya dan memberinya ketenangan untuk membuatnya tertidur pulas tanpa menelan pil tidur.

Bodoh. Rutuknya sekali lagi pada dirinya. Ia menangis lagi, lelaki macam apa dia?

Masa bodoh. Tidak peduli.

Hatinya sakit sekali, ia seperti dijatuhkan dari tebing setelah susah payah memanjat, sakit sekali sampai rasanya Jimin tak kuat untuk hidup lagi. Jika Tuhan mengizinkannya untuk egois, ia lebih memilih untuk mati. Mungkin mati lebih baik daripada hidup tersiksa.

{✔️Complete} GROWING PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang