10 - Telat

180 75 28
                                    


Hari senin merupakan hari yang di benci hampir seluruh siswa pada umumnya. Kalian tahu kenapa? Ya kalau kalian siswa pasti paham apa yang membuat hari senin di benci oleh kebanyakan siswa. Yup, apalagi kalau bukan upacara dan harus berangkat lebih pagi dari hari biasanya.

Pagi ini Rayhan sudah berdiri di depan cermin kamarnya setelah siap memakai seragam sekolahnya, bergegas mengambil tas lalu ia sampirkan satu talinya di punggung kanan. Rayhan melihat ibunya sudah menyiapkan sarapan di meja makan, sementara ibunya membereskan dapur.

Rayhan menarik kursi setelah sampai di meja makan, meletakkan tas di samping kursi yang kosong lainnya.
"Bu, ayo sini sarapan bareng," ajaknya pada sang ibu.

Shinta segera memcuci tangan dan menghampiri putra semata wayangnya itu.

"Ray, kamu tadi malam pulang jam berapa?"

"Seperti biasa bu.. Emang kenapa bu?" tanya Rayhan sambil menyendok nasi goreng yang dipiringnya tanpa menatap sang ibu.

"Oh, gapapa. Ibu cuma nanya," jawab Shinta sambil tersenyum.

Rayhan hanya mengangguk, "Ya udah, ibu makan dong,"

"Iya," Shinta segera mengisi piringnya dengan nasi goreng.

Rayhan selesai dengan cepat, lalu segera minum air putihnya di gelasnyan hingga habis setengah. Setelah itu berdiri dan menyalami ibunya, "Rayhan berangkat dulu ya, bu," tangan kirinya segera meraih tas nya dan menyampirkannya di bahu sebelah kirinya. Meraih sepatunya yang di rak dan memakainya.

"Hati-hati sayang," shinta tersenyum, "Nggak perlu ibu antar ke depan,kan?"

Rayhan menggeleng sambil terkekeh pelan "Nggak usah bu, orang aku cuma ke sekolah kayak mau ke mana aja pake antar ke depan segala," candanya. "Ya udah, aku berangkat ya bu, jadi dua kali kan pamitnya.. Assalamualaikum."

Shinta tertawa pelan mendengar gurauan anaknya, "Waalaikumsalam," balasnya.

Rayhan menghilang dari pandangan Shinta, sendok yang di genggamnya jatuh begitu saja, matanya memanas melihat sang putra yang sudah beranjak dewasa tanpa kasih sayang seorang ayah. Ia tahu sebenarnya Rayhan ingin sekali tahu di mana ayahnya, tapi sampai detik ini setiap kali Rayhan menanyakan dimana ayahnya selalu Shinta alihkan pembicaraan hingga mungkin membuat lelaki itu enggan untuk bertanya lagi.

Sebenarnya bukan Shinta tidak mau memberi tahu, hanya dia pun juga tidak tahu dimana keberadaan suaminya itu setelah kejadian belasan tahun yang lalu. Ia juga tidak siap jika Rayhan tahu apa yang terjadi denganayahnya di masa lalu.

Dan yang membuat air matanya berderai hebat adalah putra kesanyangannya itu harus banting tulang bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua, walaupun ia juga mencuci tapi tak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka di era zaman seperti ini. Shinta menghapus air matanya, segera berdiri untuk membereskan meja makan.

***

Dera terbangun gadis itu menguap, tangan kanannya mematikan alarm handphonenya, ia melihat jam yang ada di dinding kamar, dan itu sukses membuat matanya hampir keluar pada tempatnya. Jam menunjukkan pukul 07:14, ia segera berdiri dan bergegas menuju kamar mandi, ia tak punya banyak waktu untuk mandi akhirnya hanya mencuci wajah, gosok gigi dan segera meraih seragamnya berganti secepat mungkin.

Setelah semuanya selesai, Dera segera memakai sepatu dan meraih tas sebelum merapikan rambutnya terlebih dahulu.

Gadis itu menuruni anak tangga terburu-buru, hingga di depan rumah segera menghampiri supir dan menyuruhnya untuk segera berangkat. "Ayo mang, cepetan!" serunya dengan napas ngos-ngosan.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang