40 - Temannya Rayhan

72 27 17
                                    

Typo bertebaran! Selamat membaca!

***

Mobil ferrari sport merah keluaran terbaru kini melaju membelah jalanan ibu kota yang nampak sedikit lengang. Sang pengemudi tampak menikmati malam yang sudah tak padat pengedara yang lain. Ia tersenyum sumringah sebab dapat membawa mobil kesanyagannya tanpa harus bermacet-macet.

"Ya, walau udah malem tapi gakpapa lah."

Rian kini melirik jam analog di mobilnya. "Gue kayaknya harus buru-buru nih," ia menginjak pedal gas lebih dalam.

Tak lama mobil itu sampai di tempat tujuan. Ia segera memarkirkan mobilnya dengan rapi. Meraih dompet beserta handphone berlogo apple keluaran terbaru miliknya. Rian berjalan sambil tetap mempertahankan senyum manis di bibirnya.

Begitu ia menginjakkan kaki di lantai putih petak itu, Rian segera menghubungi seseorang tanpa menghentikan jalannya.

"Kak gue udah di rumah sakit nih!" serunya saat sambungan terhubung.

"Oh, oke. Gue tunggu bentar gakpapa," Rian segera mematikan sambungan.

Ia melihat seseorang yang lagi bernegosiasi dengan perawat di depan meja admininstrasi.

***

Wajah lesu dan jalan pelan itu akhirnya menatap bimbang pada perawat yang bertugas untuk pembayaran administrasi di depannya. Tanpa senyum dan mata sendu ia hampiri meja itu. Bening menghela napas sebentar mencoba meminimalisir ketegangan yang ada.

"Sus, saya mau bayar tagihan," ujarnya pelan.

Suster itu melihat ke arahnya, "Iya, dek. Atas nama siapa ya?" tanya suster itu ramah.

Bening menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya menyebutkan nama bapaknya.

"Semuanya 3 juta, dek." jawab suster itu setelah mengotik-atik komputer di depannya.

Mata Bening menatap kiri dan kanan gelisah. Tangannya sudah berkeringat sedikit gemetar. "Umm, sus. Kalau saya minta waktu buat bayarnya, boleh?" ujarnya cepat.

"Maaf dek, tapi sudah tidak bisa. Maaf juga sebelumnya cuman kan pasien sudah meninggal, jadi dari pihak rumah sakit keluarga hanya membayar dan jenazah sudah boleh di bawa pulang." jelas suster itu dengan nada bersahabat.

Bening semakin di landa cemas, ia melihat ponsel yang masih di genggamnya. "Sus, gimana kalau saya bayar pake ini dulu, nanti sisanya saya janji akan bayar secepatnya." ia meletakkan benda pipih itu lalu sedikit menggesernya pada suster tersebut.

Suster itu menatap ponsel itu sekilas, jelas sekali raut wajahnya menunjukkan rasa terkejut dan iba dalam waktu bersamaan.

"Sekali lagi maaf ya, dek. Tapi rumah sakit hanya menerima pembayaran berupa uang."

Bening terdiam. Ia pun sebenarnya tau akan hal ini, tapi apa daya ia tak punya uang untuk membayar. Ia kembali menatap suster di depannya, kali ini raut wajahnya memohon meminta pertolongan. "Sus, tolong.. Saya janji akan bayar sisanya secepatnya." air mata Bening hampir jatuh namun ia menahannya sebab ia tak mau di kasihani walau kini ia memang pantas untuk di kasihani.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang