33 - Jadi Teman?

82 36 5
                                    

Rayhan kini berhadapan dengan ibunya di meja makan. Tadi malam setelah ia mengobrol dengan kedua sahabatnya, Rayhan di minta pulang pula oleh keduanya. Tapi setelah sampai di rumah ia langsung masuk kamar tanpa menyapa ibunya, walau ia tau ibunya sangat mengkhawatirkannya.

Jujur sebenarnya Rayhan hanya tak ingin berdebat dengan sang ibu, tapi di hati kecilnya ia juga tak mau hubungannya dan ibu menjadi renggang.

Seperti saat ini hanya terdengar suara sendok yang berdenting, baik Rayhan mau pun Shinta tak ada yang mengeluarkan suara.

Tin! Tinn!

Suara klakson mobil Rian membuat Rayhan mempercepat suapannya. Memang tadi malam ia mau pulang ke rumah dengan syarat; Rian harus menjemputnya pagi ini dengan sangat pagi yang Rian mampu. Tentu saja hal itu langsung di sangggupi Rian, bukan suatu hal yang sulit.

Shinta menatap anaknya, "Itu suara mobil siapa Ray?" tanyanya.

"Assalamu'alaikum!" seruan dari ruang tengah yang menyatu dengan ruang makan terdengar.

"Waalaikum salam, eh, nak Rian? Ada Geza juga?" Shinta melihat Geza yang menyegir di belakang Rian.

"Ngapain sih lo, udah gue bilang tunggu di mobil aja!" marah Rian pada Geza.

"Yee, orang gue mau ketemu Ibu!" Geza berjalan mendekati meja makan. "Geza belum sarapan nih Bu, boleh ikutan gak?" tanpa malu ia langsung duduk di samping Rayhan.

Rayhan melirik Geza sedetik, sementara Rian melotot pada Geza, cowok itu benar-benar tak tahu situasi.

"Oh, iya boleh, boleh! Rian ayo sarapan juga, nak!" seru Shinta senang.

Rian tersenyum ke arah Shinta, "Eh, gak usah Bu, Rian udah sarapan di rumah tadi." jawabnya.

Rayhan berdiri, meminum air putihnya hingga tandas. Ia menoleh pada Geza sembari menyambar tasnya, "Lo kalo mau sarapan gue sama Rian duluan." ujarnya datar.

Tangan Shinta yang memegang piring untuk mengambilkan Geza nasi goreng terhenti di udara.

"Bu, Rayhan berangkat." pamit Rayhan sambil mendekat pada Shinta, tangannya menyalim ibunya, di ikuti Rian. Tanpa mengucapkan apapun lagi Rayhan keluar rumah.

Shinta hanya melihat punggung anaknya kian menjauh. "Rian, Rayhan masih marah sama ibu, ya?" tanyanya masih melihat hilangnya Rayhan di balik pintu.

Rian yang di beri pertanyaan seperti itu, tak tau harus manjawab seperti apa, ia menoleh pada Rayhan yang sudah tak terlihat. "Kasih Rayhan waktu ya, bu. Nanti biar Rian bantu bicara sama Rayhan juga." Rian tersenyum kecil.

Shinta hanya mengangguk.

Geza yang tak tau ada masalah apa melihat ke arah Rian, alisnya naik satu meminta penjelasan pada Rian.

"Lo mau berangkat bareng gue gak?" bukan menjelaskan Rian malah memberi pertanyaan.

Geza berdecak, "Gue mau sarapan ini."

"Gue tau lo udah sarapan. Tapi kalau lo masih mau sarapan, yaudah, gue sama Rayha duluan ya!"

"Enak aja! Gue naik apa dong? Kan gue mau nebeng elo!" Geza berdiri, "Hmm, maaf ya, bu. Lain aja Geza makan disini," ucapnya tak enak.

Lagi-lagi Shinta hanya mengangguk, bibirnya naik memcoba tersenyum.

"Woy, Yan! Jadi berangkat gak nih?!" teriakan Rayhan membuat Geza buru-buru menyalim Ibu Rayhan, entah kenapa disaat ia melihat mata Shinta, matanya berembun walau bibirnya tersenyum. Geza baru akan bertanya ketika suara Rian pamit.

"Bu, kita berangkat dulu, ya!" Rian langsung menarik tangan Geza. "Ayo, buruan!"

"Yan! Lo gak usah tarik-tarik gue kali!" suara Geza makin jauh.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang