34 - Serendipity

85 34 21
                                    

"Bening, boleh gak kalau kita jadi temen?"

Pertanyaan barusan terlontar dari bibir Dera, ia ingin mempunyai banyak teman. Berteman dengan Bening pun bukan hal yang buruk. Hatinya kini berdebar menunggu jawaban dari orang yang mengayuh sepeda ini. Beberapa detik terlewati, Bening belum juga menjawab pertanyaan Dera.

Dera melirik ke depan melihat wajah Bening, terlihat perempuan itu tengah menggigit bibir bawahnya. Wajahnya terlihat tenang menatap ke jalan. Tanpa Dera tahu Bening sedari tadi menahan ringisan yang akan keluar dari bibirnya.

Luka basah yang ada di lututnya, makin terasa ketika ia mengayuh sepeda di tambah beban yang ia bonceng membuatnya harus mengayuh makin kuat. Itu pula yang membuat lukanya terasa kian perih, belum lagi luka itu harus terhembus angin. Sebisa mungkin ia menahan ringisan yang makin lama makin tak kuat ia tahan.

"Bening, kamu gak papa?" tanya Dera.
Bening menggeleng pelan. "Aku mau kok jadi teman kamu." jawabnya. Ringisan pelan lolos dari bibirnya.

Dera menghela napas lega, "Makasih Bening!" serunya senang. "Oh, ya. Nanti bagi line atau whatsapp kamu ya!"

Bening hanya mengangguk. Bibirnya tersenyum manis.

***

"Aku pergi ya,"

"Oke. Hati-hati ya!" Dera melambaikan tangan ke arah Bening ketika perempuan itu menurunkannya di depan gerbang sekolahnya. Ia menatap punggung yang kian mengecil itu kian menjauh.

Dera kembali melihat gerbang sekolah yang sudah mulai ramai. Ia melangkah menuju kelasnya. Perasaannya tak siap jika harus berhadapan dengan Rayhan, Dera menghela napas berat. Pikirnya kembali terbayang saat ternyata orang tua mereka tak memberi restu.

****

"Rayhan, kita ke SMA cakrawala." panggilan dari guru pembimbing membuat Rayhan meraih tasnya. Padahal bel masuk belum berbunyi.

"Kamu ke ruang wali kelas dulu, minta izin. Bapak tunggu di parkiran kita berangkat sama yang lain," setelah itu pak Heru selaku guru pembimbing dan yang mengurus serba kebutuhan peserta didiknya berlalu.

Rayhan berjalan menyusuri koridor yang sudah ramai murid yang duduk di depan kelas. Ketika ia akan menuruni anak tangga matanya tak sengaja menangkap Dera yang juga tengah berada di tiga anak tangga bawah.

Tatapan mata keduanya bertemu. Rayhan berjalan turun menghampiri Dera. Bibirnya tersenyum ketika jarak mereka kian dekat. Dera hanya terdiam di tempatnya sama sekali tak melangkah.

"Hai," sapa Rayhan. Ia berada di satu anak tangga di atas Dera. Bibinya tetap menyunggingkan senyum.

Dera tersenyum, kaku.

"Kamu baru dateng? Aku anterin ke kelas." tangan Rayhan meraih pergelangan tangan Dera. Tapi Dera masih berdiri di tempatnya, tak bergerak sama sekali.

Rayhan kembali menoleh ke arah Dera, begitu pula Dera tatapannya lurus menatap manik mata Rayhan.

"Kenapa," kata yang bukan sebuah pertanyaan itu terdengar lirih di teliga Rayhan.

"Kenapa kamu masih bersikap seolah-olah kita baik-baik aja," lirih Dera, suaranya parau. Matanya menatap sendu.

Rayhan biarkan kalimat Dera mengambang di udara.

"Padahal kamu tau, kita gak mungkin kan?" pertanyaan yang Rayhan pun berpikir hal yang sama. Pertanyaan yang mereka pun tau, sangat sangsi untuk mereka merubah aku dan kamu menjadi kita.

Kini tatapan Rayhan tak kalah sendunya, tangannya melepas tangan Dera perlahan. Lidahnya kelu, suaranya tersekat di tenggorokan.

"Ray... Kita harus apa?" pertanyaan yang lagi-lagi syarat akan keputus asaan itu terlontar dari bibir Dera.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang