2 - Pindah

569 120 66
                                    

Di sebuah balkon kamar, Dera tengah berdiri sembari memegang mug berisi cokelat panas. Matanya hanya menatap genangan gelap yang ada di sana, sebelum akhirnya menyesap sedikit.

Ia menghela napas untuk kesekian kali, matanya kini menatap langit berwarna jingga, melihat matahari yang mulai perlahan turun ingin menghilang. Ucapan maminya tadi pagi kini berputar dalam benak Dera. Pernyataan bahwa ia akan pindah ke Jakarta dengan sang mami nanti malam.

Dera cukup terkejut secara tiba-tiba maminya ingin pindah dari kota sejuk ini. Pindah ke ibukota yang artinya ia juga harus pindah sekolah baru. Dera sebenarnya ingin protes, tapi apa daya melihat raut serius Vira–maminya tadi pagi membuat niatnya urung.

Ujung telunjuk Dera kini menyentuh bibir mug memutar jari mengelilingi disana. Wajahnya tertekuk sebelum dengan sebal ia berujar. "Kenapa sih, mami pake pindah segala. Nanti aku harus gimana disana. Ck!"

Ia melangkah kedalam kamar, menaruh mug cokelatnya diatas meja samping ranjang sedikit kasar, niatnya membuat cokelat panas itu untuk mengembalikan mood tapi berakhir sia-sia.

Kini matanya menatap kamar yang didominasi warna biru kesukaannya itu, sebelum netra coklat terang menangkap koper yang tergeletak didekat lemari pakaian. Dengan langkah berat Dera meraih koper, segera mengemasi barangnya, ia tak punya banyak waktu untuk merenung apalagi merutuk. Apapun yang diminta maminya pasti akan ia turuti, bukan kah begitu tugas seorang anak?

Dengan gerakan kasar ia meraih baju yang tersusun rapi didalam lemari, bibirnya tak menyunggingkan senyum walau hanya sedikit. Ia terpaksa. Besok ia akan bertempur melawan segala hal yang tak disukai.

***

Sudah setengah jam perjalanan mobil yang Dera tumpangi tapi hanya hening yang mengisi. Ia melirik wanita disampingnya, tampak Vira–Maminya– sibuk dengan iPad ditangannya. Sementara ia menggenggam ponsel ditangan sendiri, sambil sesekali melirik supir mereka atau melempar pandangan ke arah jalan.

Ia melihat jam digital di ponsel, masih jam delapan malam kurang, tapi terlalu aneh rasanya mereka berangkat di jam sekarang. Beberapa menit terlewat, sampai akhirnya Dera beranikan diri untuk memecah keheningan.

Ia melirik Maminya sesaat, menggigit bibir bawahnya, sebelum bertanya. "Mi," panggilnya pelan.

Vira mengalihkan fokusnya dari layar datar di depannya pada Dera. "Kenapa, sayang?"

Dera kembali terdiam, sejujurnya ia dan Vira tak sedekat yang terlihat, Dera yang pemalu dan sedikit pendiam serta Vira yang jarang ada waktu di rumah, membuat mereka jarang berkomunikasi.

Mereka hanya bertemu di saat-saat tertentu, seperti di meja makan saat sarapan atau di malam hari tanpa sengaja saat Dera mengambil minum ke dapur.

Dera berdeham. "Kenapa kita harus pergi sekarang, Mi?" tanya Dera hati-hati. Walau ia tak sedekat anak dan ibu, tapi sepenuhnya Dera sadar bukan perihal yang mudah untuk Maminnya menjadi single parent. Vira sudah menjadi ibu yang baik, walau ia jarang ada waktu untunya. Dan Dera takut pertanyaannya membuat perasaan tak nyaman pada Vira. Namun tetap saja, kepergian mereka di jam sekarang cukup membuat tanya yang besar dikepalanya.

Vira mematikan iPadnya sebelum menatap Dera. "Sebenaranya, kita bukan pergi, sayang," Vira menjeda sesaat, matanya mengarah pada jendela di sampingnya, ia takut Dera melihat matanya berkaca-kaca. "Tapi kita kembali." ujarnya tenang. Detik selanjutnya ia menatap Dera dengan senyum di bibirnya.

Dera mengerutkan keningnya tak paham, ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi urung karena handphone Maminya berdering.

Yang Dera dengar hanya jawaban Maminya yang mengatakan 'Iya, besok saya datang, kamu siapkan semuanya saja. Terimakasih, Beni'. Dapat Dera simpulkan yang baru saja menghubungi Maminya adalah Beni Saputra. Ia adalah orang kepercayaan orang tuanya sedari dulu.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang