38 - Alasan Pulang

81 31 26
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam. Bening menghela napas lelah, ia bersender di kursi yang di dudukinya. Hari ini pelanggan lumayan banyak hingga ia tak bisa mencuri waktu untuk duduk walau sejenak.

"Bening, kamu beres-beres habis itu boleh pulang.."

"Tapi ini belum jam 7 kak?" tanya Bening heran. Atasannya masih muda sekitar dua puluhan membuat Bening memanggilnya dengan sebutan 'kak'.

"Iya, tutup aja, soalnya saya mau acara keluarga nanti.."

Bening mengangguk ia segera bangkit dan membereskan toko, hatinya tak sabar untuk pulang dengan cepat.

"Oh, iya. Bening itu ada brouwnis sama nugget kamu bawa pulang juga, ya. Buat keluarga kamu di rumah."

Bening melihat box yang ada di atas meja kasir. "Iya kak, makasih banyak kak."

Atasannya mengangguk ringan.

Hati Bening semakin tak sabar untuk pulang. 'Cantika pasti seneng aku bawa makanan pulang!' batinnya. Senyum terbit di bibirnya.

Bening mengambil tas selempang warna biru yang sudah pudar itu. Ia pun segera pamit pada bosnya ketika pekerjaannya selesai. Tangannya menenteng kantong plastik berisi kue dari bosnya tadi. Secepat mungkin ia menaiki sepedanya. Hatinya benar-benar tak sabar ingin pulang, entah ada apa dengan hari ini. Biasanya ia juga pulang cepat dan sering membawa makanan pulang tapi kali ini ada perasaan yang mendesaknya untuk pulang segera.

Bening baru akan mengayuh sepedanya, namun ia lupa belum mengecek tasnya apakah sudah lengkap dan tak ada barang yang ketinggalan lagi. Bening melihat jam yang ada di handphone nya. Tapi keningnya berkerut ketika mendapat banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari nomor yang tak ia kenal. Tangannya segera membuka kotak pesan.

Jantungnya seolah berhenti saat membaca isi pesan itu.

Pesan yang memberitahu jika bapak di rumah sakit dan ternyata pesan itu dari Rayhan. Rayhan juga sudah mengirim alamat rumah sakit dimana bapak di larikan.

Bening mengayuh sepedanya sekuat tenaga yang ia punya, air matanya jatuh saat melihat jalan yang jauh namun harus ia tempuh. Napasnya memburu seiring detak jantungnya yang bekerja makin cepat. Ia mengerjap ketika jalanan kabur akibat penglihatannya tertutup air mata yang makin lama semakin deras.

'Bapakk.. Tunggu mbakkk..' batinnya selalu memanggil lelaki tercintanya.

Tangan kirinya sesekali menghapus air matanya kasar. Kotak berisi kue yang ikut bergoyang saat ia mengayuh sepeda, dengan sekali sentak Bening buang kotak itu. Tangisnya semakin kuat bahkan isakan keluar dari bibirnya.

Angin tiba-tiba berhembus kencang. Udara kian dingin menusuk tulang. Namun itu tak menyurutkan kayuhan kaki kecil Bening. Tak ada kata lelah setelah bekerja.

"Ya Allah, tolong selamatkan bapak.." suaranya hanya satu oktaf di atas angin, namun siapapun yang mendengarnya pasti tahu kalimat itu penuh permohonan pada sang semesta.

Dadanya kian sesak saat dari tadi kenapa ia selalu tak sabar ingin pulang. Ada perasaan yang terus mendesaknya untuk pulang sesegera mungkin.

Dan ternyata inilah alasannya. Bapak.

Rintik hujan mulai turun melengkapi hati Bening yang kian khawatir. Tangannya sudah mulai bergetar namun sebisa mungkin ia tahan. Dengan sangat-sangat kuat ia kayuh sepeda itu, ia kerah kan seluruh tenaganya. Bibirnya bergetar antara mengeluarkan isakan dan menahan dinginnya udara.

"Bapakk.. Tunggu mbak.. Tunggu mbak..."

***

Di depan ruang ICU Rayhan mendar mandir tak jelas. Sudah puluhan kali ia menelpon gadis lembut yang penting di situasi saat ini. Pesan yang ia kirim pun tak kunjung di baca.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang