32 - Diambang Keraguan

86 35 10
                                    

"Gue punya banyak pertanyaan buat lo," Rian menatap lurus kearah lawan bicaranya. "Kenapa lo gak masuk sekolah tadi? Mana alfa lagi,"

Rayhan baru saja meminum seteguk jusnya. Sementara Geza masih di bawah.

Tadi setelah mengantar Bening pulang, Rian dan Geza memaksa Rayhan pulang. Tapi dengan wajah sedih dan kusutnya Rayhan menolak. Dan berakhirlah mereka di rooftop kafe milik Geza.

"Gue tadi dateng kok, ke sekolah." jawab Rayhan sembari menghela napas pelan.

"Terus, kenapa lo gak masuk kelas? Ngumpet dimana lo?"

"Gue di rooftop, udah lah, lo jangan nanya masalah itu terus, gue lagi males."

Rian menghela napas pelan melihat respon Rayhan, "Ray, kita temenan udah lama. Udah berapa kali gue bilang kalau ada masalah, lo cerita ke gue atau Geza. Kita akan bantuin lo, sebisa mungkin. Oke, kita lupain masalah itu dulu. Gue masih ada pertanyaan buat lo. Jadi lo sama Dera udah putus?" Rian mengganti pertanyaannya.

Rayhan langsung menoleh ke arah Rian. "Kata siapa gue sama Dera putus?" bukan menjawab Rayhan malah balik bertanya.

Kening Rian berkerut. "Kalau gak putus ngapain tadi lo sama cewek lain? Gue tau lo baik, tapi lo harus tau mana prioritas lo Ray!"

"Gue gak pernah prioritasin Bening. Dan gue cuma temenan aja sama dia." pungkas Rayhan.

"Sekarang gue mau tanya lagi."

"Dari tadi lo udah nanya." Rayhan mengambil satu kentang goreng untuk di makannya.

"Hubungan lo sama Dera gimana sekarang?"

"Gak tau," jawab Rayhan seraya mengangkat kedua bahunya. "Gue mau bilang baik-baik aja, tapi ortu kita gak setuju."

Alis Rian naik sebelah mendengar jawaban Rayhan. "Emang kenapa? Oh, gue lupa bilang sama lo, sebenernya tadi gue sama Geza dari rumah lo. Dan lo tau ibu lo khawatir banget sama lo! Dia bilang sih, minta maaf dan minta lo buat pulang. Gue gak tau apa masalah lo sama nyokap lo, tapi yang gue tau selama kita jadi teman, gue gak pernah liat lo bertengkar sama ibu lo, apalagi sampe lari kayak gini. Sebegitu marahnya ya, lo sama ibu lo?"

Rayhan mengambil minumnya, meminum hingga tinggal setengah. Entah kenapa tenggorokannya terasa kering setelah mendengar pertanyaan Rian barusan. Suaranya tersekat menyadari satu hal, bahwa ia sudah berani lari dari ibunya sendiri.

Tempat keluh kesahnya, tempatnya untuk berbagi suka maupun duka, tempat yang ia tuju ketika ia bahagia maupun bersedih, tempatnya berpulang.

Rumah. Ibunya adalah rumah tempat yang akan menerima segala tentangnya.

"Yan, menurut lo..?" Rayhan ragu untuk melanjutkan ucapannya. Sementara Rian masih menunggu.

"Apaan? Jangan bikin penasaran deh!"

"Kalau lo punya pacar? Tapi orang tua lo dan orang tua pacar lo gak setuju, apa yang bakal lo lakuin?"

Rian terdiam sejenak menimang jawaban seperti apa yang harus ia beri untuk pertanyaan serius Rayhan.

Rian berdehem. "Hmm, gue gak tau sih. Soalnya gak ngalamin juga. Tapi kalau seandainya... Gue mungkin bakal relain buat putus aja, karena restu orang tua itu adalah berkah buat langkah gue selanjutnya kan?"

"Tapi kalau seandainya ortu lo gak restuin tanpa alasan yang jelas gitu gimana?"

Rian menatap Rayhan serius. "Lo gak di restuin sama ibu lo, buat pacaran sama Dera?" pertanyaan yang menjadi pusat permasalahan ini pun keluar juga.

Dengan lemah Rayhan mengangguk, "Padahal gue baru aja mau perjuangin dia," helaan napas Rayhan terasa berat. "Gue tau sih, terlalu muda untuk gue bicara memperjuangkan seseorang, perjalanan pun masih sangat panjang, dan mungkin aja gue emang gak di takdirkan sama Dera, ya bisa aja kita berhenti di tengah jalan. Tapi gak ada yang salahkan untuk gue jalanin apa yang terjadi sekarang? Apa yang gue punya saat ini?" siapa pun yang mendengar pertanyaan itu tau, pertanyaan yang diambang keputus asaan.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang