41 - Bukan Sahabat yang Baik

65 25 14
                                    


Pagi ini matahari tak terlihat. Awan hitam menutup langit. Aroma dingin menusuk kulit. Namun Dera telah siap berangkat padahal hari masih sangat pagi. Ia meraih jaketnya untuk sedikit meredakan rasa dingin yang menusuk.

Vira yang melihat anaknya tampak terburu-buru seketika memanggilnya. "Dera, sarapan dulu sayang."

Dera berhenti, ia berjalan cepat menuju meja makan, meraih roti yang sudah di siapkan maminya. "Mi, Dera berangkat ya," tangan kanannya yang kosong menyalimi Vira.

"Kenapa? Kok buru-buru gini,"

"Iya, ada PR yang harus di kumpulin pagi ini. Tadi malem aku lupa ngerjainnya." ujarnya cepat. Dengan langkah cepat ia berjalan keluar rumah dengan tangan kiri memegang roti, saat di depan ia segera masuk mobil.

"Mang, jalan." perintahnya sembari meletakkan tas di sampingnya. Ia akhirnya sadar mang Dadang belum berada di belakang kemudi. Dera menurunkan kaca di sampingnya. Matanya mencari keberadaan seseorang.

"MANGG, AYOO BURUANNN!!" teriaknya saat menangkap keberadaan mang Dadang.

"Ya ampun, non. Masih pagi ini mau pengen cepet-cepet aja," ujar mang Dadang saat sudah duduk di tempatnya.

"Iya, aku mau balikin buku temen," memang benar ia mau mengembalikan buku Bening. Alasan belum mengerjakan PR hanya alibi belaka. "Mang, nanti berenti di SMA Cakrawala, aku mau nemuin temen sekalian balikin buku juga."

"Oke Bos!"

"Tapi ngebut ya, Mang!" Dera sudah tak sabar ingin bertemu Bening dan menanyakan masalah semalam. Alasan ia menelponnya dan yang pasti administrasi.

***

Dera mengamati gedung sekolah dari dalam mobilnya, ia menatap gerbang dengan sesekali melihat sekelilingnya. Hari memang masih pagi. Tapi ia tak yakin Bening akan datang tak lama lagi, tapi sudah hampir sejam ia berada di sana, belum terlihat tanda melihat tanda-tanda kehadiran Bening. Sekolah itu memang sudah ramai siswa yang datang tapi matanya tak sedetik pun lepas dari gerbang namun orang yang ia tunggu tak juga terlihat. Mungkinkah Bening tak masuk? Pikirnya.

"Non, kita sampai kapan disini? Nanti sekolahnya non masuk lho,"

Dera masih setia menatap gerbang.

"Kenapa gak turun aja, terus non masuk kesana, cari temen non, balikin deh bukunya. Dari pada disini? Mungkin aja temen non teh udah masuk, tapi nonnya gak ngeliat gitu,"

Dera berdecak mendengar ucapan mang Dadang. "Mamang gak ngerti! Diem aja," ucapnya sebal. Raut wajahnya di tekuk.

"Maaf, non. Mamang cuman ngasih saran aja." lirih mang Dadang merasa bersalah.

Dera masih menatap gerbang, dengan wajah berharap Bening segera datang. Namun cukup lama ia menunggu tapi hasilnya masih sama. Dera melihat jam di tangannya. Kurang dua puluh menit lagi bel sekolahnya akan berbunyi. Ia menghela napas. Bening kemana sih? Apa dia gak masuk? Tanyanya dalam hati.

"Yaudah mang, kesekolah aku aja," putus Dera.

Dera mencoba menelpon Bening tapi tak ada jawaban, pesannya pun tak di balas. Akhirnya Dera memutuskan nanti setelah pulang ia akan kerumah gadis itu. 

Saat sampai Dera langsung turun dari mobil tapi belum berniat untuk masuk. Gerbang sudah mau tutup namun Dera masih berdiri dua langkah di depannya. Ia menimang harus masuk atau bolos saja. Jika masuk artinya ia memilih menahan sesak di dadanya kala nanti harus melihat Rayhan. Seperti yang sudah-sudah saat mereka tak sengaja berpapasan Dera hanya menunduk sementara Rayhan membuang muka. Bukan hanya hubungan mereka yang selesai, tapi juga jarak yang semakin jauh. Mereka seolah tak mengenal bagai dua orang yang asing.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang