42 - Dunia Sempit

73 25 27
                                    

Benarkah bumi berbentuk bulat? Atau dunia memang sempit? Entahlah, Rayhan tak tahu. Tapi ia benar-benar tak menyangka akan bertemu Dera disini. Di rumah Bening. Dari sekian persen rasanya mustahil untuk mereka bertemu di tempat ini.

Atau ini hanya konspirasi dari semesta? Barat ke timur, selatan ke utara. Seberapa jauh mereka melangkah, seberapa kuat mereka menghindar, namun pada akhirnya akan bertemu juga.

Sama seperti Rayhan, Dera pun juga sangat tidak menyangka bahwa mereka bertemu disini, di situasi seperti ini. Matanya rindu melihat sosok yang tak jauh dari depannya ini. Hatinya bergetar, ingin rasanya menghampiri Rayhan. Tapi ia tak bisa.

Bening menatap Rayhan dan Dera bergantian, ia heran melihat ekspresi keduanya. Bening menarik tangan Dera lembut, membuat yang di tarik tersentak pelan, tersadar dari keterkejutannya. Dera menatap Bening. "Kalian udah saling kenal?" tanya Bening.

Dera kembali menatap Rayhan, beberapa detik mereka saling menatap, namun tak menjawab pertanyaan Bening. Atmosfer di ruangan itu berubah. Kesedihan yang tadi mengisi kini meluap tergantikan ketegangan.

Rayhan melanglah mendekati Dera, "Siapa nih Bening? Temen kamu?" bukan menjawab Rayhan malah balik bertanya.

Mata Dera mengerjap, Rayhan pura-pura tak mengenalnya. Hatinya berdenyut sakit. Tapi bukan karena itu, karena panggilan Rayhan pada Bening. Menyadari betapa dekatnya mereka dan jauhnya ia dan cowok itu. Mata Dera berembun, buru-buru ia naikkan kepalanya seolah melihat langit.

Belum cukup ia mengetahui kenyataan bahwa bapak Bening meninggal, kini kenyataan lainnya adalah Rayhan seolah tak mengenalnya.

"Satu sekolah sama aku, ya?" Rayhan kembali berbohong.

"Iya, Ray. Ini temen aku, namanya Dera." Bening memperkenalkan Dera.

Aku tau Bening. Rayhan mengakui dalam hati. Matanya tak lepas dari wajah Dera, ia tak bosan walau gadis itu tak balas menatapnya.

Rayhan tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Kenalin gue Rayhan." ucapnya mantap.

Kita udah kenal Ray! Ingin rasanya Dera berteriak seperti itu. Tapi tak ia lakukan. Ia menatap tangan Rayhan beberapa detik sebelum membalasnya ikut mengikuti permainan Rayhan. "Gue Dera," ujar Dera pelan langsung melepaskan tangannya.

Ia kembali melihat Bening, "Bening, aku kayaknya harus pulang." Dera sudah tak tahan ada di dekat Rayhan. Ia takut pertahannya runtuh. "Kamu istirahat, ya, jangan sedih terus. Ikhlasin bapak kamu.. Everything gonna be okay." ucap Dera tulus dari hatinya. "Maaf juga aku gak bisa lama-lama disini."

Bening mengangguk, "Makasih Dera, udah rela bolos cuma untuk ketemu sama aku, makasih juga karena kamu ada disini."

Dera hanya mengangguk, lalu mengambil tasnya setelah itu berpamitan pada ibu Bening, ia tak bisa lebih lama lagi disana.

***

Udara kian dingin, langit mendung menandakan hujan kemungkinan akan turun, tapi Dera terus melangkah tak memperdulikan Rayhan yang kini memintanya untuk naik pada motor cowok itu.

Tadi ketika Dera pamit pulang, tak lama setelahnya Rayhan pun pamit. Dan kini ia sedang membujuk--setengah memaksa-- gadis yang masih ngotot berjalan di depannya ini. Padahal hari sebentar lagi akan turun hujan.

"Dera!" Rayhan akhirnya menahan berhasil menahan gadis itu. Terpaksa ia turun dari motornya.

Dera langsung menghempas tangan Rayhan, ia menatap Rayhan marah. "Apasih?"

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang