46 - Hari Tidak Kesengajaan

69 25 38
                                    

Udah dari tadi mau up, tp wp eror mulu nih! Berbelit-belit akhirnya verify email dan segala macamnya, sampai ngirim tiket ke wattpad apalah aku gak tau!
Oke, kelamaan selamat membaca!

***

"Aaarrggh!" teriak Rayhan. Tangannya mengambil sebuah batu, lalu melemparnya ke danau di depan. Ia mengacak rambut frustasi. Perasaan marah, benci dan kesal menjadi satu. Rayhan menghela napas berat, pikirannya melayang saat ia dan ibunya berbicara beberapa hari yang lalu.

Saat itu Rayhan baru pulang dari rumah Bening pada hari bapaknya meninggal. Di saat Dera memintanya untuk melepaskan gadis itu. Ibunya yang sedang duduk di kursi ruang tamu terkejut saat melihat Rayhan pulang basah kuyup.

"Ya ampun Ray, kok basah begini?" tanya Shinta sembari menghampiri Rayhan.

Rayhan tak menghiraukan ibunya, ia segera masuk kamar. Rayhan duduk di kursi belajarnya, ia mencoret-coret kertas dengan pensil namun gerakannya terhenti saat air matanya jatuh membasahi kertas. Rayhan berusaha sekeras mungkin meredam emosi yang menguasainya. Tangannya menggenggam kuat pensil yang ia pegang.

"Ray," Shinta yang tadinya hanya memperhatikan kini masuk mendekati anaknya. Di elusnya kepala Rayhan yang ia telungkupkan di antara kedua tangannya di atas meja.

Rayhan mengambil tangan Shinta lalu menggenggam tangan rapuh itu. Ia dongakkan kepalanya. "Bu, apa bener bapak Rayhan seorang pembunuh?" tanyanya serak. Sorot matanya memohon agar ibunya menggeleng, mengatakan hal itu bohong.

Shinta terkejut mendapat pertanyaan Rayhan. Suaranya tercekat, tenggorokannya mendadak kering.

"Bu, jawab.." pinta Rayhan. 'Tolong bu, jawab bukan..' Harap Rayhan dalam hati.

Pelan namun pasti kepala Shinta mengangguk lemah, seiring airmatanya juga jatuh.

Harapan dan doa Rayhan buyar seketika.

Ia terdiam tak tahu harus mengucapkan apa. Matanya menatap hampa kedepan. Perlahan genggaman tangannya pada tangan ibu mengendur lalu terlepas.

"Jadi, bener? Bapak seorang pembunuh?" tanya Rayhan pada dirinya sendiri.

Shinta yang masih berdiri di samping Rayhan memeluk anaknya itu, air matanya jatuh sangat deras ketika melihat anaknya hancur mengetahui fakta bapaknya. Inilah alasan mengapa Shinta enggan memberitahu Rayhan dimana dan siapa bapaknya. Ia tak ingin anaknya hancur saat mengetahui bapaknya membunuh orang lain walau kenyataannya tak sengaja.

Tapi tetap saja. Tak ada anak yang baik-baik saja saat tahu fakta seperti itu mengenai orang tuanya.

"Jadi bener bapak yang udah bunuh papinya Dera, bu?" Rayhan masih bertanya, ia masih belum percaya atau mungkin menolak untuk percaya.

Shinta mengangguk, "Iya,"

"Kenapa bu?" tanya Rayhan pelan. "Kenapa harus papi Dera?!" kali ini suara Rayhan naik satu oktaf, namun di dalam suaranya dapat Shinta temukan sesal yang amat ketara.

Shinta masih terus menangis sambil mengelus rambut anaknya.

Malam itu Rayhan mendapati satu fakta. Fakta yang membuatnya menjauhi Dera, tapi lebih tepatnya ia juga malu. Namun hati Rayhan seolah mendapat asa kembali, saat Dera tiba-tiba mengirim pesan mengajaknya bertemu.

Namun lagi-lagi harapan hanyalah harapan. Semesta sepertinya tak menginginkan mereka untuk bersama. Sebab malam itu Dera malah memintanya jadian dengan Bening.

Sebatas Angan dan Seujung Rindu [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang