Aku memimpikanmu dalam tidur malamku. Berharap dirimu nyata mendekap tubuhku. Namun, aku tahu itu hanyalah sebuah angan terpendamku, sampai aku tertahan pada sebuah belenggu.
Kamu yang tak lagi sama seperti dahulu, perlahan menenggelamkan rinduku dalam sebuah kabut bisu.
Semua tak akan sama, lagi dan lagi. Ibarat sebuah jaring laba-laba, yang terlihat rapuh namun tidak sebaliknya. Aku, menyipitkan mata sesaat sebelum semua menjadi gelap. Terpaku dalam rantai pasir yang kian meleburkanku bersama angin.
Panasnya mematikanku, Dinginnya menelusup inti tubuhku, Gelapnya menyelimutiku, Terangnya adalah harapku.
Aku mendaki waktu dalam pasang air biru. Melangkah mencari arah untuk membawaku padamu. Erat, dekaplah aku erat seperti dulu. Isilah ruas tanganku dalam tanganmu, karena tangan kita tercipta untuk satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Garis
PoetryAku hanya kembali pada titik awal. Jika kau beranggapan aku pergi, kau salah besar. Aku masih disini, berdiri di belakang sebuah garis yang sudah jelas terbentang. Garis yang menyadari bahwa kamu dan aku tidaklah sama. Ku akui, aku pernah melampaui...