PART 3

5.3K 241 10
                                    

Tiara memegang ponselnya dengan raut bingung. Sedari tadi gadis itu memandangi layar ponselnya, seakan ingin mengetik pesan namun tidak jadi.

"Duh, gimana ya caranya ngajakin Jefra bikin tugas kelompok? Pasti canggung banget." gumamnya. Ia sedang memikirkan cara agar bisa menghubungi Jefra dengan tepat.

"Gila sih ini. Dulu aja kalau mau hubungin Jefra tinggal telpon aja, giliran sekarang harus mikir ratusan kali. Ck, kenapa harus putus sih? Minimal kasih alasan kek!" keluh Tiara. Ia duduk dan memijat pelipisnya sendiri, merasakan pening yang tiba-tiba menyerang kepalanya.

Gadis itu kembali mengingat momen disaat ia tak perlu sesulit ini untuk mengirim pesan untuk Jefra. Namun bagaimanapun juga, Tiara harus tetap berusaha menghubungi mantannya itu, ia tahu betul jika dalam kondisi seperti ini, Jefra tak akan mau memulai sebuah percakapan diantara mereka.

20:00
Tiara: "Jef, aku mau bahas tugas dari Pak Hadi. Kita mau ngerjain kapan? Deadline nya 3 hari lagi."

Send.

"Huh gila! Sesulit itu buat ngirim pesan ginian ke mantan."

Dua puluh menit berlalu. Masih belum ada balasan dari Jefra. Tiara mendecak sebal. Beberapa kali mengecek ponselnya, memandang pesannya yang sudah centang dua namun belum berubah menjadi biru, pertanda Jefra belum membacanya. Ia memutuskan untuk bicara pada lelaki itu keesokan harinya.

*****

Tiara merapikan seragamnya, memasang dasi pada kerah seragamnya. Rambutnya yang tidak begitu panjang ia biarkan tergerai begitu saja. Ia mengambil hoodie favorite nya, warna apalagi jika bukan hitam. Gadis itu mengangkat tangan kanannya dan meletakannya diatas kepala nya sendiri.

"Semangat Tiara. Semoga hari ini lo punya keberanian buat ngomong sama Jefra dan bisa nyelesein tugas kelompok tanpa canggung." gumamnya sembari mengelus pelan kepala nya sendiri. Tiara sedikit berbohong pada dirinya sendiri ketika ia harus berani untuk bicara dengan mantannya sendiri. Nyatanya, ia lebih sering menghindari tatapan Jefra ketika mata mereka tak sengaja bertemu.

*****

Hari ini Tiara diantar Papanya ke sekolah, setelah itu Papa Tiara akan langsung berangkat kerja. Mobil Pak Haris sudah berhenti di depan gerbang putrinya. Ia menoleh dan memandang anak gadisnya yang terlihat tak bersemangat memasuki gedung itu.

"Ara, kenapa? Kok nggak semangat? Males ketemu Jefra ya?" ucap Pak Haris tiba-tiba memecah keheningan diantara mereka.

Tiara yang mendengar perkataan Papanya hanya bisa tersenyum kecut. Ia tak ingin terlihat menyedihkan di depan Papanya.

"Nggak kok Pa. Yaudah Ara masuk dulu. Papa hati-hati ke kantor."

Pak Haris menganggukan kepalanya, melihat Tiara turun dari mobilnya, kemudian melaju sesuai tujuannya.

*****

Tiara sampai di depan kelas, namun ia tak langsung masuk, melainkan berdiri dengan tatapan kosong seolah enggan untuk memasuki ruang kelas.

"Jangan bediri di sini. Lo ngehalangin anak-anak lain yang mau masuk kelas." ucap seorang lelaki yang tiba-tiba melewati Tiara untuk masuk ke kelas lebih dulu.

Deg.
Lamunan Tiara memudar, ia menoleh ke arah lelaki yang baru saja bicara padanya dan kini melewatinya. Suara yang sangat ia kenal. Suara yang selalu menyemangatinya disaat apapun, menasehatinya ketika ia salah. Jefra, suara itu terdengar sangat menyakitkan bagi Tiara sekarang.

MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang