"Ini semua hanya masalah waktu. Layaknya mengubah perasaanmu yang biasa saja, menjadi perasaan yang takut jika kehilangan diriku."
*****
Tiara sampai di kelas lebih awal seperti biasanya. Di kelas hanya terdapat beberapa mahasiswa yang baru datang. Gadis itu mengeluarkan earphone dari tasnya dan mulai mendengarkan lagu.
Pandangan Tiara kosong mengarah pada kursi tempat biasa Genta duduk. Ia seakan berharap jika Genta akan datang kuliah hari ini. Pikirannya masih berkutat pada hari kemarin. Hari di mana ia mengunjungi Genta tapi laki-laki itu tak mengingatnya. Tiara berharap jika hari kemarin adalah sebuah mimpi buruk yang tak akan pernah terjadi. Namun sayang, itu semua hanya khayalan semata.
Seorang laki-laki datang dengan memakai jaket jeans berwarna hitam dan duduk di salah satu kursi. Melihat itu, Tiara tersentak hingga refleks melepas satu earphone nya. Mata mereka bertemu namun, Tiara bisa melihat dengan jelas jika Genta menatapnya dengan pandangan sama seperti kemarin.
"Genta udah mulai kuliah lagi hari ini Ra."
Seakan tak mendengar ucapan Dimas, pandangan Tiara masih tertuju pada laki-laki yang duduk di deretan nomor dua dari depan. Sedangkan dirinya duduk di deretan nomor empat.
"Ra?!" panggil Dimas lagi. Kali ini dengan suara agak keras.
Tiara seketika menoleh dan mendapati Dimas yang telah duduk disampingnya. "Hah, kenapa Dim? Lo barusan dateng?"
Dimas menghela napas dan memperhatikan pandangan Tiara yang kembali mengarah pada Genta. Ia menatap Tiara iba, tak tega jika gadis itu diperlakukan layaknya orang asing oleh Genta. Hingga ia pun memiliki ide yang bisa dilakukan oleh Tiara. Ide yang mungkin bisa membuat ingatan Genta kembali. Ia tak ingin jika teman sekaligus calon saudaranya menjadi sedih terus menerus memikirkan Genta yang lupa ingatan.
Dimas menepuk pelan pundak Tiara. "Ra, lo harus buat ingatan Genta kembali."
"Caranya?" tanyanya tanpa menoleh sekalipun.
"Lakuin apa yang biasa Genta lakuin ke lo."
Tiara menoleh ke Dimas dengan tatapan serius. Tiara terdiam sejenak, memikirkan ide Dimas yang kelihatannya tak main-main.
Setelah cukup berpikir, ia balas menepuk pundak Dimas. "Ide bagus Dim. Lo emang calon saudara terbaik!"
"Calon saudara terbaik? Kalian mau saudaraan gitu?!" tanya Arsen tiba-tiba. Ia baru saja datang dan mendudukkan diri di samping Dimas.
Dimas dan Tiara memandang Arsen bersamaan dan membuatnya sedikit merasa aneh.
"Ngapain kalian liatin gue gitu? Ada nasi di bibir gue? Pasti ini gara-gara gue sarapan nasi goreng." ucapnya dengan membersihkan bibirnya sendiri.
"Gue sama Ara emang bakal saudaraan Sen. Bang Rafka bakal nikah sama kakak gue."
"Oh jadi gitu." sahut Arsen dengan mengangguk pelan. Tampaknya ia belum menyadari arti ucapan Dimas.
Detik selanjutnya ia menoleh cepat ke arah Dimas dan Tiara yang kini menahan tawa. Ia baru tersadar dengan ucapan Dimas. "HAH?! JADI KAK ZELDA ITU KAKAK LO? DAN DIA SAMA BANG RAFKA BAKAL NIKAH? KALIAN BAKAL JADI SAU-" ucap Arsen dengan suara yang keras dan menarik perhatian beberapa mahasiswa termasuk Genta yang menoleh sekilas. Akhirnya Dimas menginjak kaki Arsen untuk menghentikkan perkataannya.
Sontak Arsen langsung menutup mulutnya sendiri. "Gila dunia sempit banget!" lanjut Arsen dengan suara mengecil.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE ON
Teen FictionSebuah kisah patah hati dari seorang gadis yang pernah ditinggalkan oleh seseorang. Ditinggalkan tanpa alasan dan bersembunyi di balik kalimat 'kita putus baik-baik' adalah hal yang paling tak diduga olehnya. Berusaha untuk move on, ia dihadapkan ke...