Tiara memarkirkan motornya di teras rumah, setelah itu ia masuk.
"Siapapun yang ada di rumah, Ara pulang." ucapnya seperti biasa. Saat masuk ke ruang tamu ia terkejut karena kehadiran seorang wanita. "Kak Zelda?"
"Habis pulang kuliah ya, Ra?" tanyanya.
Tiara mengangguk dan kemudian mendudukkan diri di sofa dekat Zelda. Ia celingukan mencari sosok Rafka karena meninggalkan tamunya duduk sendirian.
"Bang Rafka mana, kak?"
"Lagi mandi. Sekali-kali kakak yang jemput dia. Bilangnya sih tadi udah siap, eh malah baru mandi."
Tiara tertawa kecil, "Abang emang gitu kak, apalagi kalo libur, kadang suka nggak mandi seharian. Hahaha!"
Mereka tertawa bersama. Setelah itu saling mengobrol satu sama lain dan berusaha untuk akrab. Bahasan mereka adalah seputar Rafka dan kisah hidupnya yang kadang terbilang lucu ataupun tingkahnya yang kadang sok tau karena penasaran. Hingga akhirnya Tiara menanyakan sesuatu diluar topik.
"Emm...kak Zel, aku boleh nanya nggak? Tapi bukan tentang abang."
Zelda mengangguk dengan wajah yang begitu santai.
"Kakak kenapa milih nggak pacaran sama abang?" tanyanya memberanikan diri. Ia juga penasaran dengan alasan Zelda dan Rafka yang memang dekat namun memilih untuk tak pacaran. Tiara merasa jika keputusan abangnya dan Zelda adalah salah satu keputusan yang memang ingin Tiara ambil setelah putus dari Jefra. Ia berprinsip jika 'tak pacaran pun bisa bahagia tak terluka.'
Zelda terdiam sejenak, ia mencoba untuk berpikir. "Karena menurut kakak, kalo kita nggak pacaran, setidaknya kita nggak akan ngerasain sakit hati."
Tiara mengernyitkan dahi, namun masih terdiam dan menunggu ucapan selanjutnya dari Zelda. Meskipun terbilang gadis yang pintar, namun jika masalah hati ia masih butuh saran dari orang sekitarnya.
"Singkatnya gini, kalo kita pacaran dan kemudian putus, kita pasti bakal sedih karena berpikir putus adalah sebuah cara untuk memisahkan jarak satu sama lain dengan mengakhiri suatu hubungan atau memutus hubungan yang udah dibangun sama-sama." jelasnya.
"Jadi kalo nggak pacaran, ketika berpisah pun nggak akan terlalu sakit, karena ya emang nggak akan ada kata putus. Apa yang mau diputus?" lanjut Zelda.
Mendengar itu Tiara menganggukan kepala. Meskipun masih sedikit bingung, tapi ia masih bisa memahami arti kata-kata Zelda.
"Bahasa kakak ketinggian ya? Emm...gini aja deh, jangan tanya pacarannya, tapi kepercayaan dua orang yang lagi deket dan memilih untuk nggak pacaran. Komitmen yang mereka pegang bisa jadi lebih kuat dari status pacaran."
Tiara tersenyum canggung dengan mengangguk lagi. "Bahasa kakak emang ketinggian, tapi Ara masih ngerti maksud ucapan Kak Zel kok."
Detik selanjutnya seorang pria datang dan mengacak pelan rambut Tiara. Hal itu membuatnya terkejut dan menoleh ke belakang. "Abang ihh ngagetin!" Namun pikiran lain Tiara seakan bicara. Ia malah teringat momen tadi saat di lapangan bersama Genta. Untuk pertama kalinya laki-laki itu melakukan hal yang biasa dilakukan abangnya.
Rafka tersenyum dan kemudian mendudukkan diri di sampingnya. "Ngapain lo nanya-nanya soal pacaran? Udah kelar masalah move on nya?"
Tiara mengangguk dengan yakin. Tangan kanannya mengepal dan kemudian ia letakkan diatas dadanya seakan penuh percaya diri. "Gue yakin bang bisa move on dari Jefra, karena bantuan Genta. Gue rasa dia penyebab pikiran dan hati gue bisa berpaling dari Jefra."
Mendengar itu, Rafka dan Zelda mendadak terdiam dan menatap Tiara.
"Bisa move on itu bagus Fhey. Tapi inget kata Om Haris, jangan melampiaskan perasaan ke orang lain cuma karena lo pengen ngelupain Jefra dengan cepet. Itu nggak tulus namanya. Lo cuma manfaatin Genta."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE ON
Roman pour AdolescentsSebuah kisah patah hati dari seorang gadis yang pernah ditinggalkan oleh seseorang. Ditinggalkan tanpa alasan dan bersembunyi di balik kalimat 'kita putus baik-baik' adalah hal yang paling tak diduga olehnya. Berusaha untuk move on, ia dihadapkan ke...