Dua puluh delapan

1.3K 91 4
                                    

Selamat Membaca!💋

Sebuah pemandangan padang rumput yang terpapar luas dengan angin yang berhembus seirama, dengan goyangan ilalang hijauh yang tingginya selutut. Aku berjalan dengan langkah pelan, menyelusuri pada rumput ini. Matahari bersinar namun bukan rasa padas yangku rasakan. Aku hanya merasakan kehangatan serta kebahagian di sini. Aku menoleh kearah kiri dan kanan. Tempatnya sepi, mungkin hanya ada aku disini. Tapi tak apa, yang jelas aku bahagia di sini. Aku terus melangkah hingga aku di kejutkan dengan sebuah kelinci kecil berwarna putih.

"Kelinci?"

Gumamku saat melihatnya. Aku berjongkok dan menggendong kelinci itu. Kesan pertama saat menggendongnya adalah 'lucu' karena sekalipun aku jarang berinteraksi dengan hewan apalagi menggendongnya. Hahaa... Hampir tak pernah ku lakukan. Saat aku mendongak, aku melihat sebuah kursi ayunan terbuat dari kayu dan ada seseorang wanita yang menduduki ayunan tersebut. Aku berjalan mendekat kearahnya, namun ia tetap diam seakan tak perduli dengan pergerakan ku. Dan saat aku sudah berada di depannya, ia menatapku dan tersenyum kepadaku.

Aku mengernyit melihatnya. Aku seperti mengenalnya namun aku lupa. Aku mencoba mengingat, namun tak ku temukan jawabannya. Melihatnya menepuk kursi ayunan yang ia duduki. Seakan ia mengisyaratkan aku untuk duduk di sampingnya. Aku pun bergerak untuk duduk di sebelahnya, meskipun aku merasa ragu saat melakukannya.

"Senang ada di sini?" tanyanya saat menoleh kearahku. Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban, dan ia tersenyum mendengarnya.

"Sayangnya ini bukan tempat yang tepat untuk kamu singgahi saat ini... " ujarnya dengan menatap kearah depan.

"Kenapa?"

Ia menoleh setelah aku menjawabnya.

"Bukan saatnya"

Aku diam tak merespon. Sejujurnya aku tak mengerti dengan apa yang ia katakan. Aku semakin menatapnya lekat lekat, aku sangat yakin jika aku mengenalnya. Namun aku lupa dia siapa.

"Kenapa melihatku seperti itu? Apa kamu sedang berpikir jika kamu mengenalku?" tanyanya.

"Kamu siap?" tanyaku balik.

"Aku sepertinya menalmu, tapi aku lupa... Berusaha mengingat tapi nggak berhasil" kataku jujur padanya. Tangannya terulur mengusap pipi dan rambut panjangku.

"Fatma" katanya.

Fatma?? Fatma siapa? Aku tak mengenal nama fatma selain... Nenek fatma.

"Masih belum ingat?"

"Aku hanya mengenal satu nama fatma. Dan beliau adalah nenekku"

Ia tersenyum lalu menjawab.

"Aku nenekmu... "

Dan dengan jelas aku tak percaya dengan ucapannya.

"Nenekku sudah tua. Dan kamu masih muda"

"Apapun bisa terjadi di sini... Yang tua bisa muda, yang muda bisa tua. Yang cantik bisa jelek, dan yang jelek bisa cantik"

Aku hanya diam mendengar ucapannya yang terdengar tidak masuk akal.

"Pulanglah... " ujarnya yang melihat kegeminganku.

"Belum saatnya kamu berada di sini. Pergi dan selesaikan semua takdir hidupmu, baru kamu boleh tinggal di sini"

"Pulang kemana?" tanyaku bingung.

"Dimana ada Iko... Disanalah kamu harus pulang" ucapnya, yang membuat kepalaku menjadi memunculkan sebuah imajinasi masa lalu.

Iko... Iko... Iko...

Nama itu yang teraung raung dalam otak hati serta bibirku.

Iko... Iko... Iko...

Kepalaku terasa berputar putar. Yang tadinya oelan menjadi sangat cepat. Hingga semuanya menghilang di lelap oleh kegelapan.

"Hah!"

Mata Meli terbuka lebar dengan pandangan kosong.

"Dia berhasil di selamatkan... " ujar Dokter pria itu dengan membawa alat pembantu penggetar jantung. Nafas Meli tersenggal senggal. Dengan cekatan suster memberinya alat bantu bernafaskan dan di pasangkan di hidung Meli. Hingga suara pintu terbuka dan memperlihatkan Iko dengan mata sebam di sana.

Apa yang telah terjadi?? Batin Meli.

"Dia sudah baik baik saja" ujar Dokter pada Mico. Mico tersenyum bahagia dan segera menghampiri Meli, menatap Meli dengan binar. Meli pun juga menatap Mico lekat lekat.

"I-ko... " panggil Meli lemah. Mico yang mendengar itu langsung memeluk Meli meskipun Meli dalam keadaan tidur. mico memegang tangan Meli dan menciumnya beberapa kali.

"Aku ada di sini Lea... Aku ada di sini" kata Mico bahagia.

"I-ko" panggil Meli lagi.

"Ya, aku disini sayang... Katakanlah"

"A-aku ka-ngen..."

Dan betapa bahagianya Mico saat mendengar itu dari Meli, setelah sekian lama satu hal yang Mico ingin dengar dari Meli.

"Aku juga kangen kamu" balas Mico, lalu mendaratkan sebuah kecupan yang sangat lama pada kening Meli.

Tbc.

Semoga makin suka sama cerita You And Me. Maaf kalo dikit di part ini. Dan jangan lupa dukung terus cerita ini ya💛💛💛

You And Me [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang