Dua puluh enam

1.7K 101 11
                                    

Selamat Membaca!💋

Tit... Tit... Tit..

Suara alat kedokteran itu terus saja berbunyi. Meli terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan luka yang berada di kepalanya. Mico berdiri kaku menatap para dokter dan susternya yang terlihat mondar mandir dari balik kaca.

Ini semua salah Aku! Aku yang membuat Lia jadi seperti in! Seandainya tadi Aku tidak mengguyurnya dengan air. Mungkin Lia tidak akan semarah itu, dan mungkin saja kejadian ini tidak akan terjadi!!! Gerutu Mico dalam hati.

Dari kaca besar ini Mico dapat melihat bagaimana menderitanya Meli saat ini, dengan darah yang terus mengalir dari luka di kepalanya itu. Begitu pula dengan air mata yang juga terus mengalir dari kedua mata Mico. Yah... Sejauh ini hanya Meli lah alasan Mico dapat menangis. Dada Mico terasa sesak di dalam sana. Seperti terhantam hantam di setiap detiknya. Fian datang menghampiri Mico, ia menepuk pelan pundak Sahabatnya itu. Mico menoleh dengan wajah yang merah dengan mata sebamnya. Mico memeluk Fian dengan menangis tersedu sedu. Fian juga sama, ia juga menangis. Namun Fian mencoba untuk lebih tegar dari Mico. Ia ingin menguatkan Mico saat ini.

"Keluarin semuanya Mic. Nggak perduli kita Cowok atau Cewek... Kita manusia, kita berhak untuk bersedih dan menangis... " ujar Fian menepuk nepuk punggung Mico.

"Ini semua salah Gue" rilih Mico dengan suara seraknya. Fian yang mendengar itu sontak mendorong Mico pelan hingga pelukan mereka terlepas. Fian menatap Mico yang terlihat sangat kacau. Fian memegang kedua bahu Mico dan menggoyangkannya.

"Heh! Ini bukan salah Lo. Jangan pikir jika ini terjadi karena Lo! Ini kehendak Allah Bro! Meli nggak akan kenapa napa... Percaya sama Gue" ujar Fian yang lekat menatap Mico dalam. Mico pun hanya bisa mengangguk lesu.

Sepuluh menit berlalu. Mama dan Papa Tania sudah datang. Nina tak berhenti hentinya menangisi Meli. Mama Mico juga ikut datang. Sedangkan Tania dan Fian pergi untuk membeli makanan.

"Papa! Kenapa Dokternya nggak keluar keluar sih Pa!" seru Nina yang sudah frustasi karena sudah menunggu lama. Deni.

"Sabar Ma... Dokter pasti masih berusaha mengobati Meli di dalam sana" jawab Deni dengan memeluk bahu istrinya yang terus saja menangis.

Mico hanya terdiam, mendengar semua keluhan yang terlontar dari mulut Nina.

"Kasihan Meli" tangis Nina dengan tersedu sedu.

Qinar menghampiri Mico dan menuntutnya untuk duduk di kursi yang ada di sebelahnya.

"Eh?? Kamu menangis? Jagoan Mama menangis?" kejut Qinar yang melihat anak pertamanya menangis.

"Ini salah Aku Ma" ujar Mico menatap Qinar dengan nanar. Qinar melihat itu hanya bisa tersenyum kecil sembari mengusap rambut hitam Mico.

"Ini bukan salah Kamu. Ini kecelakaan, sudah menjadi takdir Allah" kata Qinar mencoba memperkuat anaknya. Mico hanya diam dengan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Kamu sayang sama Dia?" tanya Qinar ragu. Mico langsung menoleh dan menjawab.

"Lebih dari sayang, Aku sangat mencintainya Ma... " akuh Mico rilih, yang membuat Qinar tertegun dengan kejujurannya. Qinar pun hanya diam mengerti, sembari kembali mengusap rambut Mico.

"Tante"

Qinar cepat menoleh dan mendapati Karina bersama dengan Ayah nya.

"Hey... Kamu kesini rupanya" ujar Qinar dengan berdiri. Karina pun menyalami Qinar. Pandangan Qinar tersulut kepada Ayah Karina.

"Anda juga kesini?" tanya Qinar. Dan Ayah Karina tersenyum dan mengangguk.

"Karina ingin datang, jadi Saya harus mengantarnya... " ujarnya, dan Qinar hanya tersenyum mengerti.

Karina duduk di sebelah Mico sembari mengusap usap punggung Mico.

"Mico?" panggil Karina. Namun Mico tak meresponnya.

"He, jangan sedih terus dong... Nggak asik tahuu" canda Karina dengan menggoyangkan tubuh Mico. Mico pun hanya melihat Karina tanpa ekspresi. Karina yang melihatnya langsung saja memanyunkan bibirnya.

Krek!

Semua pandangan tersorot pada suara pintu yang terbuka. Nina yang melihat itu dengan cekatan langsung menghampiri Dokter yang baru saja keluar, begitu pula dengan yang lainnya.

"Dokter, bagaimana keadaan Meli?" tanya Nina. Dokter Pria itu terlihat menurunkan maskernya sebelum berbicara.

"Dia kehilangan banyak darah. Kami berusaha mencarikan golongan darahnya... Namun sayang stok darahnya sedang kosong di Rumah Sakit ini" jelas Dokter yang membuat semuanya terperangah.

"Apa golongan darahnya Dok??" tanya Mico cepat, dan membuat Dokter menoleh kearahnya.

"O... Apa ada keluarganya yang memiliki golongan darah tersebut?" tanya Dokter yang membuat semuanya menunduk.

Mico mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa frustasi dengan keadaan yang sedang ia alami. Bagaimana Dia bisa mendapatkan golongan darah O, jika Meli saja di besarkan di Panti asuhan dan tidak memilik keluarga.

"Sial!" dengus Mico kesal dan dengan keras menghantam dinding di sebelahnya. Qinar yang melihat itu sontak saja menahan tangan Mico.

"Stop Mico!" seru Qinar yang membuat Mico terhenti. Qinar memegang tangan Mico yang sedikit memar karena hantaman tersebut, seraya berkata.

"Kita pasti menemukan jalan keluarnya Nak... " rilih Qinar.

Semua sorot mata memandang Mico dan Qinar. Nina hanya bisa bertabur dalam dekapan Deni suaminya. Karina hanya bisa mematung dengan keadpancarkan. ini. Sampai semuanya di kejutkan dengan perkataan.

"Saya memiliki golongan darah O Dok. Saya bisa memberikan darah Saya kepada Anak itu" ujar Papa Karina. Mico menoleh cepat dengan mata membulat.

"Om Haris!" seru Mico dengan menghampiri Haris.

"Om beneran punya golongan darah itu??"

Haris mengangguk dengan tersenyum hangat yang ia pancarkan.

"Hm... Om mempunyainya, jangan khawatir. Teman mu itu akan segera sembuh" ujar Hari yang membuat Mico langsung memeluknya dengan erat.

"Makasih Om! Makasih banyak... " ujar Mico yang lega sekaligus bahagia. Ia merasakan seperti mendapatkan mukjizat dari Allah. Ia seperti mendapatkan titik terang akan semuanya.

"Baiklah. Mari kita uji kesehatan Bapak. Setelah itu Bapak bisa memberikan darah Bapak kepada Meli" ujar Dokter dengan mempersilahkan kan Haris untuk mengikutinya.


Tbc.

Sejauh ini maafnya kalau ceritanya kurang memuaskan atau gimana. Karena sebenarnya Aku sendiri nggak terlalu suka dengan cerita yang terlalu mendrama Guys.😂 jadi Aku buat cerita sesuai dengan pemikiranku sendiri:) dan Aku harap para Readers bisa mengerti itu🙃.

Dan ya... Jangan lupa tinggalkan jejak dengan Vomments Guys.😚 karena Aku suka baca komentar komentar kalian di kolom bawah sana😉

You And Me [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang