Dua puluh sembilan

1.4K 93 6
                                    

Selamat Membaca!💋

Hari ini ada banyak sekali yang menjenguk Meli. Ada Fian dengan Tania, Tania juga mengajak Mama sama Papanya. Qinar dengan Dika juga ada di sana. Mereka terlihat bahagia berkumpul bersama seperti sebuah keluarga besar yang ceria.

"Jadi ini, calon menantu Mama?" ujar Qinar dengan mengusap lembut pipi Meli, Qinar bermaksud untuk menggoda putranya itu. Mico langsung memandang Qinar dengan sorot mata penuh arti. Sedangkan yang lainnya justru tertawa melihat ekspresi Mico.

"Mama jangan buat Mico malu Ma..." bisik Mico penuh penekanan.

"Ooh, ya?? Jadi Mama bikin kamu malu??" tanya Qinar dengan ekspresi di buat buat.

"Kemarin, waktu kamu nangis! Ingat tidak?!"

Mico mendelik kepada Mamanya, tak menyangka jika Qinar akan mengungkit hal tersebut. Semua yang mendengar ucapan Qinar pun langsung menatap Mico dengan ekspresi tak percaya.

"Apa Tante?! Nangis??!" seru Tania tidak percaya.

"Seorang Senior yang di segani, Mico Manoban.... Menangis???" tawa Tania langsung pecah, semua orang di sana juga spontan ikut tertawa.

"Hm... Dia kemarin menangis saat kondisi Meli kritis" ujar Qinar dengan melirik kearah Mico.

"Sesayang itukah Jagoan Papa sama Meli??" ujar Dika menatap putranya dengan terkekeh geli. Semuanya juga iku tertawa, kecuali Mico dan Meli. Pipi Meli sudah memerah sedari tadi. Sedangkan Mico? Kini wajahnya memerah menahan malu karena ketahuan menangis, parahnya sekarang ia jadi bahan bully an dari orang orang yang ia sayangi ini.

"Hei, sudah sudah! Jangan bully Sobat Gue dong. Ya kan Bro..." kata Fian sambil mengkode Mico. Fian teralih menatap Tania.

"Kenapa memangnya kalau Mico nangis, salah? Dia memang laki laki... Tapi jangan lupa kalau Dia juga manusia. Jadi wajar kalau nangis" ujar Fian sok bijak demi membela harga diri temannya.

"Dih! Yaudah sih nggak usah sok bijak gitu" sinis Tania.

"Eh, Gue emang bijak ya"

"Ih yaudah sih nggak usah nyolot gitu!"

"Lah? Yang nyolot siapa coba??"

Tania melayangkan tatapan sinis kepada Fian. Seakan tak mau kalah, Fian juga melakukan hal yang serupa.

"Eh! Anak Mama sama Calon mantu Mama kok jadi berantem sendiri sih?" gerutu Nina yang mendengarnya. Refleks Fian dan Tania langsung menatap Nina dengan wajah polos mereka. Deni teralih menepuk pundak Nina pelan.

"Sudahlah Ma. Urusan anak muda, jangan ikut ikutan. Masih labil"

Nina langsung tersenyum senyum mendengarnya, begitu pula dengan yang lainnya.

"Sama seperti Mama dulu" lanjut Deni yang langsung membuat Nina menoleh dan menepuk lengan suaminya itu.

"Papa iihh! Jangan buka kartu dong!" greget Nina. Semuanya langsung tertawa, apalagi Dika. Tawa dia yang paling kencang diantara yang lainnya.

"Ahahaaaa... Iya iya! Diumur umur segitu emang labil labilnya remaja. Contohnya aja Qinar, Dia labil banget dulu"

Qinar yang di sindir suaminya hanya bisa ikut tertawa. Qinar ingat betul, betapa labilnya Dia dulu saat remaja.

Dan tanpa di ketahui siapapun. Mico tengah tersenyum senyum kepada Meli. Meli juga sama hal nya dengan Mico. Semua orang sibuk dengan percakapan masing masing dan tanpa di ketahui Mico dan Meli tengah tersipu sipu karena terus berpandangan pandangan.

Beberapa menit berlalu. Kini di dalam ruangan hanya ada Mico dan Meli. Mico mengemasi mangkuk bubur yang baru saja di makan Meli. Setelah selesai, ia kembali mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang Meli.

"Sepi ya... " kata Meli setelah Mico duduk.

"Enak dong"

"Sepi kok enak? Suasana jadi horor tahu"

Sudut bibir Mico sedikit terangkat akan ucapan Meli. Tangan Mico sedari tadi menggenggam tangan kanan Meli. Tangan kiri Mico teralih mengusap pipi Meli. Meli hanya diam menikmati sentuhan lembut dari Mico.

Mico beranjak dari duduknya dan duduk di pinggir ranjang Meli. Mico menatap kepala Meli yang terbalut perban putih dengan bercak darah di sana.

"Kenapa?" tanya Meli memecah keheningan. Mico mengusap kepala Meli.

"Masih sakit?" tanyanya. Meli menggeleng dengan senyum di wajahnya.

"Udah enggak kok"

Mico diam mencermati wajah Meli. Ia bergerak maju mendekati wajah Meli. Ia mendaratkan kecupan di kening Meli. Desiran hebat terjadi pads diri mereka. Darah mereka terasa berdesir dengan cepat. Pompahan jantung mereka juga tak kalah cepatnya. Mico menyudahi kecupannya dan menatap lekat manik mata Meli. Deruan nafas mereka saling berhembus satu sama lain.

Tangan Mico menuntun tangan kanan Meli untuk memegang dadanya. Meli menurut tanpa menolak perlakuan Mico. Setelah menapak tepat didada Mico, Meli dapat merasakan detak jantung Mico yang terpacu cepat.

"Kamu merasakannya?" tanya Mico. Meli menatap Mico, lalu mengangguk kecil.

"Apa jantungmu juga berdetak seaktif ini sekarang?"

Neli terdiam, cukup lama. Namun akhirnya Meli mengangguk. Senyum Mico mengembang melihat respon Meli.

"Aku mencintaimu Lea... "

Meli tertegun mendengarnya. Telinganya terasa memanas, pipi dan juga matanya juga terasa memanas.

"Aku sangat mencintaimu" ujar Mico sekali lagi.

Butiran demi butiran air mata Meli tak dapat di bendung lagi. Mico sedikit terkejut melihatnya.

"Aku lebih mencintaimu Iko... " ujar Meli dengan susah payah menahan isak tangisnya. Mico segera menangkup wajah Meli dan membelai lembut kedua pipi Meli.

"Hei, jangan menangis... Aku nggak suka air mata ini"

Meli tersenyum mendengarnya. Namun air matanya tak bisa ia hentika.

"Ini air mata bahagia" kata Meli. Mico terkekeh mendengarnya, ia segera menarik lembut Meli kearahnya. Memberi pelukan hangat kepada Meli. Mereka saling memeluk satu sama lain. Meli membenamkan wajahnya di dada Mico. Sedangkan Mico mengusap usap rambut panjang milik Meli.

"I love you Lea.... "

Meli semakin memeluk erat Mico kala mendengarnya.

Tbc.

Dukung terus dengan vomments guys👌 Beri saran juga pada alur ceritanya oke:v

You And Me [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang