Dua puluh lima

1.6K 107 13
                                    

Happy Reading!💋

Meli tetap menolak ajakan Karina sampai ia keluar dari toilet.

"Sibuk apa Lo sampai nggak bisa luangin waktu sebentar" kekeh Karina yang bersikeras mengajak Meli berbicara. Namun mau bagaimana lagi, mood Meli sudah terlanjur buruk hari ini. Dan ia tak ingin menambahnya lagi.

"Apa yang mau kakak bicarain? Gue udah nggak deket lagi sama Kak Mico kan" bantah Meli kesal.

Karina yang ingin menjawab pun jadi terhenti, karena dengan tiba tiba Mico datang entah darimana, dan ia menahan tangan Karina. Seolah memperingatka Karina, untuk berhenti bicara. Karina menatap Mico dengan pandangan protes, namun Mico menggelengkan kepalanya pelan. Meli yang melihat itu hanya bisa merapatkan rahangnya kuat kuat, menahan gejolak aneh dalam hatinya.

Mata Mico beralih menatap Meli yang sedari tadi mengintai gerak gerik Mico. Kontak mata terjadi kepada Meli dan Mico, tak ada ekspresi apapun dari keduanya, mereka hanya saling memandang satu sama lain.

"Meli Lo di sini?" ujar seseorang sambil menepuk pelan bahu Meli. Sontak saja Meli menoleh.

"Gue cariin Lo dari tadi tahu nggak... " ujarnya lagi. Meli hanya tetap diam sambil menoleh kembali kearah Mico.

"Ayo pergi!" ajak Meli dengan menarik tangan Dion. Dion yang melihat Meli menggandeng tangannya pun hanya bisa merasakan kebahagiaan.

Mico hanya diam menatap kepergian Meli bersama Dion.

"Kenapa?"

Mico menoleh kearah Karina.

"Nyesel, lihat Meli menggandeng tangan Cowok lain??" tanya Karina dengan nada ketus. Mico hanya tak menjawab, ia hanya diam sambil menghirup udara dalam dalam.

"Andai aja Lo nggak nahan Gue buat ngomong sama Meli... Mungkin Dia akan meluk Lo! Dan nggak akan gandengan tangan sama Cowok brengsek itu!" sinis Karina kesal, lalu berlenggang pergi meninggalkan Mico.

Sedangkan Meli sendiri menarik tangan Dion sambil terus berjalan ke kelasnya untuk bertemu dengan Tania. Dan benar saja, setiba Meli di kelas, Tania masih berada di sana dengan Fian. Tawa Tania dan Fian mulai mereda kala melihat Meli yang baru saja datang dengan memasang wajah merah padam.

"Tania ayo pulang"

Tania berdiri dan mendekat, memegang bahu Meli.

"Lo kenapa? Lo baik baik aja kan?" tanya Tania khawatir. Meli menempis pelan tangan Tania.

"Gue gapapa, ayo pulang" ajak Meli lagi. Tania langsung menoleh kearah Fian, dan ia mengangguk pelan.

"Oke, kita pulang.. " jawab Tania sedikit ragu dan mulai mengemasi buku bukunya.

"Biar Gue antar pulang aja ya Mel" tawar Dion. Meli menggeleng pelan, lalu berkata.

"Nggak usah... Gue sama Tania bisa pulang sendiri"

"Gapapa Mel biar Gue antar aja, Gue takut Lo ada apa apa di jalan"

"Nggak akan terjadi apa apa. Gue bisa jaga diri Gue sendiri" tolak Meli. Ia berusaha menahan kesal sekaligus emosinya yang entah mengapa terasa melambung tinggi.

"Ayo Tania" seru Meli. Tania yang tahu akan emosi Meli pun segera menggendong tas nya dan mulai pergi bersama Meli.

Dan di sepanjang koridor Kampus Tania terus mendapati berbagai pertanyaan dalam otaknya. Namun ia tahu jika ia tak bisa bertanya kepada Meli saat ini. Pasalnya Tania tidak pernah melihat Meli sampai terlihat seemosi ini. Walaupun Meli hanya diam, namun ekspresi wajahnya menunjukkan seberapa marahnya Dia kali ini.

"Tania bisa nggak sih jalannya lebih cepet!" bentak Meli. Karena sering kali Tania sedikit berlari karena tak bisa menyamahi langkah kaki Meli. Tania benar benar tertegun dengan bentakan Meli, ia tidak pernah di bentak seperti ini sebelumnya. Baik oleh Mama nya, Papa nya, maupun Meli sendiri.

"Mel, Lo kenapa sih?" tanya Tania terbata dengan suara seraknya.

"Gue nggak tahu apa yang ngebuat Lo semarah ini... Tapi jangan bentak bentak Gue" ujar Tania dengan mata berkaca kaca.

"Kalau Lo marah, jangan lampiaskan kemarahan Lo sama orang lain!!" seru Karina yang berjalan di belakang Tania. Meli menatap Karina nyalang.

"Kalau Lo mau marah... Marah sama Gue! Bukan sama Dia!" bentak Karina, yang jelas mengundang perhatian para Siswa di sini. Apalagi Karina adalah seorang Senior yang di segani di Kampus ini.

"Diem Lo! Gue nggak ada urusan sama Lo!" sengit Meli.

"Tania ayo pulang... " Meli menarik tangan Tania, namun sebelum itu Karina lebih dulu menjauhkan Tania dari Meli.

"Mau Lo apa sih!!" teriak Meli menggebu dengan dada naik turun. Meli mencoba meraih tangan Tania lagi. Namun nihil, justru ia lah yang di tarik hingga Ia menghadap kebelakang. Dan tanpa di duga duga pelakunya adalah Mico, dan sedetik kemudian Mico mengguyur Meli dengan air dari botol yang Mico bawa. Meli diam dengan mata terbuka merasakan guyuran air di atas kepalanya. Pandangan Meli tak luput dari Mico, dan begitupun sebaliknya. Di tetesan terakhir Mico langsung melempar asal botol yang ia pegang.

"Jangan bicara kalau sedang marah, karena apapun yang Kamu ucapkan... Hanya akan melukai hati orang lain" tutur Mico yang masih lurus menatap kearah Meli. Meli diam dalam keheningan yang menyelimuti. Karena tentu saja siapapun yang menyaksikan hal tersebut akan syock karena Mico tak pernah melakukan hal itu pada siapapun.

Mico dapat melihat jelas rasa kecewa, amarah, atau bahkan kesedihan dalam mata Meli yang sudah berkaca kaca.

"Gue benci sama Lo!" rilih Meli dengan bibir bergetar. Yang membuat hati Mico terasa tersayat sayat saat mendengarnya. Mico memejamkan matanya rapat rapat dan mencoba berbicara.

"Lia... "

"Gue bukan Lia! Lia sudah mati! Iko sudah mati!" teriak Meli frustasi dan sesegera mungkin pergi berlari meninggalkan semua orang di sana. Ia berlari tak tentu arah seperti orang gila. Hidup ini terasa sial bagi Meli, semua orang pergi meninggalkannya. Satu orang yang ia harapkan bahkan sudah mematahkan hatinya. Hingga sampai di perempatan jalan, dari arah kiri terlihat mobil putih berjalan cepat kearah Meli hingga...

Brakk!!!

Tubuh Meli terpanting keras menghantam bibir mobil. Meli tergeletak di tengah jalan dengan keadaan kepala yang sudah mengeluarkan darah. Jantungnya berdetak cepat, aliran darahnya terasa berdesir cepat. Meli masih bisa melihat langit biru di atas sana walaupun pandangannya sudah muali remang remang.

Apa ini saatnya Tuhan? Jika memang ini akhir dari cerita hidupku... Maka Aku ikhlas, Karena Aku sudah tak punya alasan lagi untuk tetap hidup di dunia ini...


Tbc.

Sebenarnya Aku kasihan tahu sama Meli. Hidupnya berasa nggak punya siapa siapa. Hidup sebatang kara tanpa orang tua☹️. Ini Meli enaknya mati atau hidup ya?🙁
Apapun itu jangan lupa....

Vomments Guys😉

You And Me [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang