Tiga puluh satu

1.2K 75 2
                                    

Selamat Membaca!💋

Pagi ini Meli duduk termenung di atas ranjang rumah sakit. Kali ini ia sendirian, Mico ada kuliah pagi dan Tania juga. Alhasil ia harus duduk disini sendirian.

"Suster, kiranya kapan Aku bisa pulang?" tanya Meli kepada Suster yang tengah mengganti infusnya yang sudah habis. Suster menoleh dengan tersenyum.

"Nanti Saya tanyakan pada Dokter ya"

"Benar ya Sus... Aku udah bosan banget disini" gerutu Meli dengan bibir yang cemberut. Suster mengangguk lalu mengemasi barang barangnya dan pergi dari kamar Meli.

Meli menatap keseliling ruangan ini dengan jenuh.

"Yang ada Aku akan semakin sakit jika harus berlama lama dirumah sakit ini" cibir Meli. Hingga suatu ketukan dipintu membuat Meli langsung menoleh. Pintu terbuka memperlihatkan Dion disana. Dion tanpak tersenyum dengan menutup pintunya.

"Hai Meli... "

"Hai... " jawab Meli sumringah.

"Gue bawain Buah buat Lo" kata Dion dengan meletakkan buah buahan yang ia bawa diatas nakas samping ranjang.

"Makasih, seharusnya Lo nggak perlu repot repot bawain buah segala buat Gue" ujar Meli yang menatap Dion tengah berdiri disampingnya.

"Nggak repot kok. Lagian masa iya, Temen Gue sakit dan Gue gak bawa apa apa"

"Ih, gapapa kali"

"Gimana kondisi Lo?" tanya Dion.

"Sudah jauh lebih baik"

"Kelihatan sih, wajah Lo cerah banget... " kata Dion namun dengan nada mengejek. Yang membuat Meli tertawa dan mencubit tangan Dion.

"Apaan sih"

"Ooh... Maaf banget ya Gue baru jengukin, abis tugas Kuliah numpuk banget"

"Nope" jawab Meli singkat dengan terkekeh.

"Btw, sebab Lo kecelakaan apa?? Anak kampus bilang, sebelum Lo kecelakaan Lo berantem dulu sama Mico dan Karina. Apa iya?" tanya Dion yang berubah dengan mimik wajah serius. Meli tersenyum kecut mendengar pertanyaan itu. Ia bahkan langsung melupakan masalah itu setelah ia dan Iko sudah bersama kembali.

"Ya, itu memang benar. Tapi ya sudahlah... Sudah menjadi masalalu dan kita harus melupakannya" kata Meli dengan tersenyum tipis dan mau tak mau Dion pun ikut tersenyum, meskipun ia merasa tak pas dengan jawaban Meli.

"Eh, Lo bawa buah apa aja?" tanya Meli yang penasaran dengan isi kresek putih itu.

"Ooh...ada jeruk, Salak, apel, pisang sama apalagi ya.. " jawab Dion yang dengan semangat membuka isi kreseknya kepada Meli.

Dion dan Meli hari banyak mengobrol sambil memakan buah yang Dion bawakan untuk Meli. Setidaknya dengan kehadiran Dion hari ini membuat suasana kamar inap Meli menjadi cerah karena kedua manusia itu yang tak henti hentinya mengobrol dan bercanda. Hingga seorang Suster datang dan memperingati mereka untuk tidak terlalu berisik karena mengganggu pasien yang lainnya. Setelah itupun Dion memilih pamit pulang, untuk memberi waktu istirahat bagi Meli.

"Huh" hela napas Meli ketika Dion sudah pergi. Meli menyandarkan punggungnya pada bantal yang ia letakkan dibelakang tubuhnya.

"Selamat pagi Meli... " ucap Dokter paruh baya yang memasuki kamar Meli dengan didampingi suster di belakangnya.

"Pagi Dokter... " sapa Meli balik.

"Gimana keadaan kamu? Sudah lebih baik?"

"Sangat baik" jawab Meli bersemangat.

"Ahahaa... Saya suka semangat itu" kata Dokter yang terkekeh dengan jawaban Meli.

"Saya kapan diperbolehkan pulang Dokter?"

"Kamu boleh pulang, tapi sebelum itu Saya harus memeriksa kamu dulu" kata Dokter itu, lalu mulai memeriksa Meli.

"Bagaimana Dok?" tanya Meli setelah diperiksa.

"Semuanya baik dan juga normal"

Kedua mata Meli berbinsr mendengar ucapan Dokter.

"Kamu sudah boleh pulang sore nanti" kata Dokter itu dengan tersenyum.

"Saya sangat bersyukur waktu Pria itu mau mendonorkan darahnya untuk kamu, kalau tidak... Saya tidak tahu apa yang akan terjadi sama Kamu. Tapi ya sudahlah, yang terpenting kamu sudah melewati masa masa kritis itu" ujar Dokter yang membuat alis Meli bertautan.

"Mendonorkan darah???"

"Iya. Pria itu mendonorkan darahnya padamu"

"Siapa?" tanya Meli yang tak tahu apa apa.

"Kamu nggak tahu?" tanya Dokter itu dan Meli menggeleng.

"Kalau tidak salah namanya, Pak Haris. Waktu itu kamu kehilangan banyak darah, dan kebetulan stok darah golongan kamu di Rumah Sakit ini lagi kosong. Dan untung saja Pak Haris mau mendonorkan darahnya untuk kamu" kata Dokter yang membuat Meli terdiam.

"Emm... Gitu ya, nanti Saya pasti mengucapkan terimakasih pada Pak Haris" kata Meli dengan tersenyum tipis. Dokter pun berpamit pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Meli terdiam memikirkan perkataan Dokter. Hingga ia terlelap tidur setelah ia meminum obatnya.


♘ ♘ ♘

"Minum dulu susunya... "

"Tante Meli sudah kenyang, nanti saja yaaa... " pinta Meli kini sudah berada dirumah. Sekitar tiga puluh menit yang lalu Meli sudah kembali pulang, dan tentunya ia sangat senang. Apalagi kini ia sudah kembali merasakan empuknya kasur tempat tidurnya.

"Minum dulu Meli... " seru Tania dengan menuntun Meli untuk menghabiskan susunya. Meli pun menurutinya walaupun ia se diri enggan untuk meminum susu itu.

"Ini, sudah. Kalian puas?" tanya Meli sambil menyodorkan gelas yang sudah kosong itu. Tania dan Nina tersenyum puas melihat gelas kosong itu.

"Ini baru anak pintar" seru Nina menerima gelasnya lalu mencubit pelan pipi Meli.

"Sudah kamu tidur... Tania, tolong jaga Dia" pinta Nina sebelum pergi dan menutup pintunya.

"Jangan suruh tidur" ketus Meli saat melihat Tania yang akan berbicara.

"Yee, Gue cuma mau melaksanakan tugas dari Mama" jawab Tania dengan nada sewot. Dan Meli menggeleng keras.

"Perut Gue kekenyangan, dan Gue nggak bisa tidur dengan keadaan seperti ini"

Tania tertawa mendengarnya.

"Ahahaa... Mama emang parah sih Mel. Sudah diberi makan nasi lalu salat dan susu... Omg, itu semua emang bikin kenyang banget" ujar Tania dengan tertawa.

"Mama Lo tuh" celetu Meli.

"Mama kita berdua... " tekan Tania dan Meli langsung menanggung dengan cengengesan.

"Keras kepala sama kaya Elo" cibir Meli.

"Cerewetnya kaya Elo" sahut Tania.

"Cantiknya kaya Elo"

"Dan manisnya sama kaya Elo"

Mereka pun tertawa. Menyama nyamakan Nina pada diri Mereka. Meli menganggap Tanis seperti saudaranya sendiri, dan begitu pula dengan Tania. Yang menganggap Meli juga seperti saudaranya sendiri.


Tbc.

Lama gak up nya???
Eheheee maaf ya, mood buat nulis cerita ini naik turun:' kadang semangat dan kadang enggak:(
Jadi yang sabar nunggu ya Readers🙃

Dan jangan lupa vomments😉

You And Me [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang