PROLOG

2.5K 119 19
                                    

Di dalam kamus saya, tidak ada kata kebetulan. Jadi, pertemuan kita ini saya anggap jodoh.

•••

Demi apa pun, pada malam ini ingin sekali rasa nya hesya memakan hidup hidup sang kakak lelaki nya itu.
Dia tidur nyenyak enak enakan di atas ranjang tanpa memperdulikan adik nya yang cantik jelita ini tengah kelaparan. Padahal sang papah yang tengah bertugas ke luar kota sudah memberi amanat pada haikal untuk selalu menjaga hesya. Uh, sangat menyebalkan.

Untung saja hesya sudah mendapatkan sebungkus nasi goreng, walaupun dirinya harus melewatkan koridor gelap yang merupakan jalan tikus untuk menuju ke rumah nya.

Hanya sebuah lampu bohlam redup yang menerangi koridor jalan itu yang sukses membuatnya terlihat begitu menyeramkan. Padahal bila di siang hari tidak se-menakutkan seperti ini.

Diambil nya nafas panjang, lalu dengan susah payah hesya meneguk saliva nya. Langkah nya di percepat untuk melewatkan jalanan koridor, bukan apa apa, hesya takut saja bila tiba tiba ada sebuah makhluk tak kasat mata yang mengganggu nya.

Dan tiba tiba

Sempat terbentuk beberapa kerutan pada kening nya saat melihat peristiwa di depan mata nya. Dan, dengan cepat tubuh nya di bawa lari secara tiba tiba.

"Aaaaaaa tolooongggggg." teriak hesya dengan histeris karena benar benar ketakutan.

Namun hesya tak dapat berteriak lama lama lagi karena mulut nya seketika di tutup dengan telapak tangan milik orang yang tengah membawa tubuh nya berlari.

Apa ini? Mengapa orang ini mengajak hesya mengumpat? Memang nya tengah bermain petak umpat dengan siapa?

Dengan kedua mata nya, hesya bisa melihat ada beberapa laki laki dengan berpakaian jas hitam dan dilengkapi senjata api beserta pisau di tangan lelaki itu masing masing.

"Sstttt, jangan berisik. Kalo lo gak mau mati di tangan mereka." bisik seorang laki laki yang tengah mengajak hesya mengumpat.

Kedua mata nya berhasil membulat sempurna. Keringat dingin pun mulai bercucuran di kening hesya. Dalam hati nya, gadis itu terus berdoa pada sang maha kuasa karena dirinya masih ingin hidup.

Syukurlah. Segerombolan laki laki ber-jas itu sudah pada pergi dan menjauh. Namun, tiba tiba ada seseorang dari belakang yang menodongkan pistol pada kepala lelaki yang tengah bersama dengan hesya.

Jantung hesya berdetak sangat sangat cepat seolah olah sudah seperti valentino rossi yang tengah berada di area balap. Dan kedua mata nya bisa menonton secara langsung perkelahian antara dua lelaki yang hesya tak kenal sama sekali itu.

Pada akhir nya, perkelahian itu selesai. Namun jangan kalian pikir perkelahian itu selesai begitu saja, salah satu dari mereka berhasil terbunuh. Ya, lelaki yang tadi membawa hesya berlari tersebut dengan mudah nya menusukkan pisau milik nya pada perut lelaki pembawa pistol.

Kaki kaki hesya mulai gemetaran saat lelaki 'si pembunuh itu berjalan melangkah mendekat ke arah hesya yang tengah terduduk di tanah.

"Gue mohon jangan macem macem, kalo lo mau harta nih ambil duit gue atau lo mau nasi goreng gue nih, belum gue makan kok. Asalkan jangan nyawa gue." hesya memohon dengan sangat sangat ketakutan.

"Gue gak mau macem macem. Cuman mau satu macem." tampang nya yang datar nan dingin benar benar membuat tubuh hesya terasa kaku.

"A--aapa??" aliran darah nya terasa begitu mengalir lebih cepat. Dalam hati hesya terus terusan berdoa.

IncognitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang