19. Akan renggang?

93 16 2
                                    

Gue mau jadi rumah lo, gak masalah gak lo tempati, tapi gue bersedia buat di jadiin tempat pelarian.

•••

Pemakaman sudah terlihat cukup sepi, kini hanya tersisa empat anak remaja yang masih tertimpa kesedihan yang mendalam, terkhusus nya untuk sepasang adik kakak yang terlihat getir mengusap bagian papan nisan makam.

Hesya masih setia berada di sebelah makam yang masih basah tersebut, setia mengusap papan kayu yang terukir nama seseorang yang amat berharga dalam hidup nya, seseorang yang berperan sebagai hero, berperan sebagai ayah sekaligus ibu selama 10 silam tahun belakang.

Gayhan yang berada di sebelah gadis tersebut pun ikut merasakan duka dan pilu. Lelaki tersebut memperhatikan hesya yang tak henti henti menangis, sesekali gayhan pun menatap ke arah lelaki berkemeja hitam yang terus menatap nama yang tertera pada papan nisan.

Gayhan diam diam tersenyum sedih melihat sahabat satu perkuliahan nya tersebut. Mengapa? Lelaki itu terlihat berusaha tegar dan kuat di depan adik nya yang terus terisak.

Bersyukur ada rara-- sang pacar yang terlihat terus mengusap usap bahu haikal untuk menenangkan.

"Udah sya, yg berlebihan gak baik, ayo pulang." Dengan terus berusaha tegar haikal berucap.

Semua berdiri, termasuk hesya yang perlahan mulai berdiri. Ke empat remaja tersebut mulai meninggalkan area pemakaman dan beranjak ke arah tempat parkir.

"Gue anter pake mobil aja pak, motor lo nanti gue suruh zean taro rumah lo." Usul gayhan yang di tolak oleh sang pemilik motor.

"Ga usah, ribet. Gue nganter rara, lo tolong anterin hesya balik ya pak. Sorry ngerepotin." Ujar pria yang berduka cita tersebut.

"Kal, kamu yakin bawa motor? Aku pesen ojek online aja kamu pulang sama gayhan aja ya." Ujar rara teduh.

Haikal menoleh ke arah gadis nya tersebut. "Hey emang aku kenapa? Aku baik baik aja ra. Udah ya pokok nya aku antar kamu, hesya kamu pulang sama gayhan ya." Haikal masih mengusahakan tertawa renyah mencoba tegar di hadapan kedua perempuan yang ia kasihi.

Karena malas berbicara hesya pun hanya mengangguk dengan pandangan kosong nya. Ia mulai mengekor di belakang gayhan yang menuju ke arah mobil milik farzano, yang lelaki tersebut pinjam.

Melihat mobil tersebut, seketika hesya kepikiran oleh sang pemilik nya. Kemana pacar nya tersebut? Ia tak datang di pemakaman, ia tak mengambil peran nya untuk hesya. Alih alih farzano yang menemani dan menguatkan dirinya yang tengah duka melepas kepergian papah kini malah gayhan lah yang ada di posisi tersebut.

Ah ya sudahlah, biarkan. Hesya tak mau egois, mungkin farzano memang ada keperluan yang mendesak.

Jalanan ibu kota hari ini terlihat padat dan ramai mengakibatkan mobil yang ia tumpangi pun bergerak lambat karena hambatan lalu lintas.

Sambil menikmati jalanan lalu lintas yang masih bergerak lambat karena kendaraan yang padat, hesya melemparkan pandangan nya ke arah ruko ruko yang berjejer di pinggir jalan. Mengamati setiap manusia yang berada di sana.

Hesya mulai jenuh dengan pemandangan ruko, ia pun mengganti arah pandangan nya ke arah depan, namun, seketika dirinya seolah tersentak kaget, gadis itu pun kembali menoleh ke samping menatap salah satu ruko.

Ia menyipitkan kedua mata nya untuk memperjelas pandangan nya. Memfokuskan arah pandangan ke ruko ayam bakar, lelaki itu--- seseorang yang hesya kenal? Posisi nya hanya terlihat dari samping, lelaki tersebut duduk berhadapan dengan---tunggu, anggelin?

Farzano, anggelin, warung ayam bakar? Apa ini? Apakah mereka tengah berniat untuk makan malam bersama? Sungguh hesya tidak mengerti. Seketika hati nya terasa seperti tersayat sayat, ia ingin menangis namun sang air mata seolah sudah habis terkuras.

Hesya membuang arah pandangan nya, dan ia melihat foto yang tergantung di hadapan nya. Foto kala itu, dirinya dan farzano. Hesya melepas semua nya, ia memasukan nya ke dalam dashboard.

•••

Lelah fisik, lelah hati, lelah pikiran, maka dari itu hesya tak berlama lama lagi di dalam mobil. Seusai mengucapkan terimakasih ia pun segera membuka pintu namun aktivitas nya tersebut tercekat dengan ucapan yang di lontarkan oleh gayhan.

"Gue mau jadi rumah lo, gak masalah gak lo tempati, tapi gue bersedia buat di jadiin tempat pelarian."

Sederet kalimat itu membuat kontak mata antara hesya dengan gayhan terikat. Apakah gayhan melihat juga situasi di ruko ayam bakar tadi?

Hesya dengan cepat memutuskan kontak mata terlebih dahulu. Ia pun segera membuka pintu mobil dan melangkah turun.

Dari kaca mobil, gayhan berucap "Istirahat sya, jangan sampe sakit. Kasian haikal nanti."

Gadis tersebut mengangguk, lalu segera masuk ke dalam rumah. Dan punggung nya pun mulai tidak terlihat karena termakan jarak.

Di dalam mobil, lelaki tersebut membenturkan kening nya di stir secara berulang.

"Hay gayhan jemaryo, kamu sangat amat bego. "

"Anjrit bisa bisa nya gue ngomong kayak gitu."

"Tolong gue mau cosplay jadi debu aja."

"Ah sialan, farzano juga sialan bajingan tuh cowok."

Gayhan terus terusan mencaci diri nya sendiri. Ia ingin tenggelam saja ke laut rasanya karena dirinya yang tak mau bertemu lagi dengan hesya.

Aksi mencaci dan menyesali diri nya sendiri itu terhenti saat dering ponsel nya menyambar pendengaran. Gayhan melihat nama kontak, dan ia segera mengangkat nya.

Panggilan berakhir. Gayhan kembali menancapkan gas mobil nya.

•••







Part kali ini segini aja deh, maap sedikit huehue.

(。*゚+INCOGNITO。*゚+)

-

Hay. Jangan lupa vote nya.

-

Loading for chapter 20...

IncognitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang