BAB 39 : CANDU

416 38 0
                                    

AKBAR keluar dari kelas dengan langkah tergesa. Tidak peduli dengan ocehan atau cibiran teman-teman sekelasnya, atau bahkan Nila yang sudah memasang wajah bingungnya. Gadis bermata bulat itu akhirnya mengejar sang ketua OSIS setelah beberapa detik diam.

Gadis itu memelankan langkahnya. Ia hanya mengikuti Akbar dari belakang.

Syukur-syukur bila Akbar tidak menyadari kehadiran Nila atau tidak memakinya setelah dirinya ketahuan mengikuti ketua OSIS itu.

"Ra.." Panggil Akbar dengan nada memohon. Rachel yang baru keluar dari toilet menatap terkejut sosok dihadapannya ini—sosok yang ia anggap sangat mengecewakan itu.

Bagi Rachel, bersikap seolah-olah marah pada orang yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri adalah suatu hal yang sangat sulit.

Terlahir sebagai sosok yang tak bisa marah dan mudah memaafkan membuat Rachel sulit berakting—atau bahkan sekiranya berkata ketus terhadap orang yang telah dianggap musuhnya. Terkadang, Rachel sangat benci mengapa ia harus dilahirkan dengan sifat seperti ini.

Gadis itu ingin sekali merasa cuek dan tidak peduli dengan apapun. Dengan begitu maka tidak ada satupun orang yang memanfaatkannya. Menjadi orang baik tidak salah. Tentu saja tidak. Hanya saja, menjadi orang baik membuat Rachel merasa selalu dimanfaatkan orang-orang dalam keadaan apapun.

Dan kali ini, Rachel tidak mau seperti itu lagi. Ia ingin bersifat cuek, agar Akbar bisa merasakan kemarahan Rachel. Itu saja. Tidak lebih. Bahkan, Rachel tidak membenci dan menganggap Akbar musuh. Tidak sama sekali. 

Rachel menatap Akbar datar.

"Kamu masih marah sama aku?" Pertanyaan itu tak sedikitpun membuat Rachel ingin membuka mulut. "Kamu mau, 'kan dengerin penjelasan aku dulu?"

Entah kenapa saat ini hati Rachel memaksa untuk mengatakan ya atas pertanyaan yang telah Akbar lontarkan barusan.

Selain tidak mudah marah, ternyata Rachel juga memiliki sifat yang mudah menerima tawaran. Dan lagi-lagi ini adalah suatu hal yang menyebalkan dalam hidupnya. Mendengkus kesal, gadis cantik itupun melempar tatapan sengit pada lawan bicaranya.

"Enggak mau," ucapnya, bertolak belakang dengan isi hatinya.

Lalu Akbar menghela napas panjang, sebelumnya Rachel tidak pernah semarah ini padanya. "Kalau Rachel dengar dari mulut Raynzal, Rachel enggak bakalan ngerti. Kapanpun yang Rachel mau, aku siap untuk ngejelasin semuanya,"

Rachel terdiam seraya berpikir. Raynzal tau semuanya?

Namun, benar yang dikatakan Akbar. Apabila Rachel mendengar semua penjelasannya dari Raynzal, ia tidak akan mengerti. Sudah tau Raynzal anaknya susah diajak cerita. Mau tak mau ia harus mendengar semua penjelasan tersebut dari mulut Akbar langsung. Tapi dapat dipastikan tidak sekarang.

Nila yang berdiri sekitar sepuluh meter dari mereka berdua, tampaknya sangat sulit mencerna kata-kata Rachel. Suara gadis itu sangat pelan. Berbeda sekali dengan suara Akbar yang lantang.

Disisi lain, masih dengan keadaan yang sama, canggung seperti tadi. Namun sepertinya Akbar harus mengakhiri kecanggungan ini. Ia menarik dagu Rachel dan sedikit mendekatkan wajahnya. Seperti biasa, tidak ada penolakan apapun dari gadis itu.

"Terserah kamu mau percaya sama aku apa enggak. Intinya, aku enggak serius suka sama Dina,"

Wajah Rachel sangat cantik sampai-sampai membuat Akbar mengulum senyumnya.

Akbar baru sadar ternyata sudah hampir seminggu dirinya tidak berbincang dengan Rachel.

Kini, gadis itu memalingkan wajahnya. Akbar yang sempat terhipnotis oleh kecantikan Rachel menyadari kebodohannya. Ia mengumpat kecil. Wajah Rachel bak seorang putri yang turun dari kerajaan.

RAYNZAL ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang