AKBAR menatap Dina datar. Sedangkan yang ditatap malah menunjukkan senyumannya. Senyuman yang mengarah pada sebuah kemenangan. Menghembuskan napas, lelaki berbadan tegap itu mengakhiri keheningan dengan kata-kata singkatnya.
“Jadi?” Perkataan yang lebih tepatnya terarah pada sebuah pertanyaan. Hal itu lantas membuat Dina melipat kedua tangannya di depan dada.
“Gue pikir enggak akan ada orang yang bisa ngehalangi niat gue buat balas dendam. Termasuk lo. Jadi, enggak usah sok-sokan mau nipu gue oke?” Ujar Dina—langsung pada inti. Gadis itu tidak mau banyak berbasa-basi lagi.
Dibalik tatapan dinginnya, diam-diam Akbar menyimpan kekesalannya. Mengubur dalam-dalam pemikirannya untuk mencekik gadis dihadapannya ini.
Keduanya saling tatap dengan Dina yang kali ini memasang ekspresi menantang. Muak dengan keadaan, Akbar langsung menatap gadis itu dengan tajam. “Niat lu sebenernya itu apaan si, gue tanya?”
Dina mengangkat sebelah alisnya. “Balas dendam,”
“Ke siapa?”
“Raynzal lah!”
“Terus kenapa Rachel jadi ikut-ikutan kena? Kenapa juga lo harus ngusik Rachel, cewek yang jelas-jelas enggak ada sangkut pautnya sama masalah lo,” Akbar berkacak pinggang, merutuki kebodohan Dina yang tidak masuk akal ini.
“Lo tau apa si ten—”
“Gue tau. Lo mau balas dendam ke Raynzal lewat Rachel, ‘kan? Gue tanya, fungsinya apa, hah?” Dina tertawa hambar seraya menatap Akbar.
“Gue balik nanya deh. Fungsi lo ngehalangin niat gue apa, hm?” Gadis itu mengangkat dagunya.
“Lo mikir dengan kita pacaran, gue enggak bisa dendam—gitu? Nggak. Lo salah besar. Karena sampai kapanpun gue nggak akan nyerah. Gue bakal terus berbuat nekat, meskipun nantinya berakhir di penjara,”
“Pemikiran lo cetek kalau gitu,”
“Nggak ada fungsinya bro lu dendam ke orang yang nggak salah. Lo tau Raynzal bangsatnya kayak apa? Yang ada nanti lo yang dibuat sial sama dia,”
“Lo udah ngebuat Rachel sial hari-hari sebelumnya. Apa itu nggak cukup?”
“Nggak,”
“Nggak waras lo berarti,”
Dina mendelik sebal. “Kenapa? Lo enggak terima Rachel gue bully? Karena dia cewek yang lo suka?”
Kali ini emosi Akbar benar-benar sudah diujung tanduk. Ia mengetatkan rahangnya.
“Denger. Lo boleh balas dendam ke Raynzal. Tapi gue mohon jangan bawa-bawa Rachel!”
Dina menggelengkan kepalanya seraya berkata. “Enggak mau,”
“Din, jangan. Gue takutnya lo kena batunya nanti,” Akbar menghela napasnya, menahan emosi yang berusaha ia tahan mati-matian. Memandang orang didepannya ini adalah perempuan, membuat dirinya menjadi serba salah.
“Gue enggak peduli,” sahut Dina, lagi-lagi dengan nada santainya yang berhasil membuat Akbar mengumpat.
“Terserah,” lelaki itu masuk ke kamar, mengambil tas lalu membereskan barang-barangnya yang ia taruh selama menginap disini.
Karena jumlahnya yang tak cukup banyak, akhirnya ia menyelesaikan kegiatannya dalam waktu singkat.
"Gue tau semua tentang masa lalu lo. So, kalau lo enggak mau itu kebongkar, mending lo nyerah dari sekarang," perkataan itu langsung membuat mata Dina membola.
Dina tidak cukup bodoh untuk mendengar bahwasanya Akbar tau kalau ia pernah depresi.
"Lo pikirin deh kata-kata gue tadi," seusai mengucapkan kalimat itu, Akbar benar-benar keluar dari apartement.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYNZAL ANGKASA
Teen Fiction(COMPLETED) - Sequel [ Temperature Of Love ] Raynzal Angkasa Batubara adalah siswa yang memiliki pengaruh besar di SMA Cendrawasih. Memiliki sifat badboy dengan musuh dimana-mana membuatnya menjadi sosok yang sangat disegani orang-orang. Sosok Rayn...