Pagi menyingsing, kicauan burung bersahutan. Setelah di nobatkan sebagai ketua tim basket baru, membuatnya semangat 45 untuk sekolah. Setidaknya selama dia menjabat sebagai ketua. Kemacetan seperti hal biasa di kotanya. Tak terasa sudah satu bulan setengah dyka menjabat sebagai ketua tim basket sekolahnya.
Di sekolah, saat bel kedua jam istirahat terdengar bel pengumuman. Seluruh siswa dan siswi tak terkecuali langsung berbaris rapi di lapangan.
Mereka berbisik - bisik tetangga ria dan ada yang bingung juga penasaran."Assalamualaikum wr. wb." Salam Kepala Sekolah memegang mic.
"Wa'alaikum salam wr. wb." Jawab semua siswa serempak.
"Pertama - tama terima kasih untuk perhatian nya. Disini bapak ga mau berbasa-basi, jadi bapak mau ke intinya saja!" Ucap pak Kepsek membuat semua siswa penasaran. Mereka menebak-nebak dengan apa yang akan dikatakan pak Kepsek.
"Ternyata, disekolah ini ada salah satu dari kalian memakai narkoba yang jenisnya pil ekstasi dan tramadol! Itu dugaan kami sementara adalah pemakai. Tapi bapak dan guru-guru lain ada yang berbeda pendapat. Jadi. Bapak akan menginterogasi anaknya langsung. Sebelum memanggil polisi, bapak sudah memanggil orang tuanya dahulu untuk berunding." Jelas pak Kepsek panjang lebar. Semua siswa langsung riuh.
"Tenang! Tenang! Jangan ribut!" Tahu pak Kepsek.
"Usir dia dari sini pakk! Itu sangat memalukan, sekolah ini pasti tercoreng." Ujar Topan memprovokasi yang lain. Topan tersenyum menyeringai lebar setelahnya namun tak dilihat yang lain karena sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Iya pak usir dia! Malu-maluin nama baik sekolah aja!" Imbuh Felix memberi kode mata ke teman-temannya.
"Ya! Ya! Usir dia!"
"Tolong kasih tau kami pak, siapa orangnya!" Ujar yang lain.
"Ya! Kasih tau kami pak!"
"Usir dia dari sini pak!"
"Keluarkan dari sekolah sekarang pak!"
"Ya, D.O dia pak!"
"Ya, D.O, depak dan buang ke mars pak!"
"Usir dia!"
"Keluarkan dia pak!" Ricuh semua.
"DIAM!" Teriak pak Kepsek geram dengan keributan yang terjadi. Semua langsung kicep, diam tak berani buka suara.
"Untuk siapa pelakunya, itu dirahasiakan oleh pihak sekolah untuk menyelamatkan nama baik sekolah. Tidak ada yang boleh menerka-nerka tanpa bukti!" Lanjut pak Kepsek lalu pergi setelah membubarkan barisan siswa-siswi dengan guru-guru lainnya."Dyka! Ya, Dyka pelakunya!" Kompor seseorang tiba - tiba entah siapa itu. Semua siswa yang ada di lapangan kaget, dan dengan kompak menengok ke arah Dyka yang menampilkan raut wajah santai, datar tak berekspresi.
"Dy, beneran? Lo pake benda itu?" Bisik Erwin tak percaya.
"Ya iyalah dia pake benda haram itu. Diakan anak berandalan, bisa jadi dia makenya sembunyi-sembunyi, tapi ya ibaratnya bangke di umpetin di lobang semut sekalipun tetep aja ke ciduk." Sindir Topan, sontak Dyka jadi dipandang ilfeel plus iba oleh seluruh warga sekolah.
"Nah, dia diem aja! Ga berontak atau gimana gitu. Itu udah jadi jawaban kalo emang dia pelakunya! Ayo! Pake logika dong guys!" Imbuh Rudi.
"Tapi, kenapa ibaratnya harus bangke? Kenapa ga kentut aja?" Usul Dyka membuka suara santai.
"Ibarat aja kentut yang gampang! Semua pasti paham, yang kentut siapa yang di salahin siapa? Yang kentut W yang disalahin C! Yang soal diem, kalo gue gak merasa kenapa harus tersindir?" Dyka menghela napas sejenak. "Yaaa, itu semua terserah kaliannya aja sih! Lebih percaya si W atau C!" lanjutnya tenang.
"Elahh, ngeles aja lo kek bajaj!" Ejek Derry.
"Kenapa kok jadinya WC?" Tanya salah satu siswa.
"Ck, muka tembok belum di amplas! Mau ngelawak di waktu yang tidak tepat!" Ujar Felix sarkas.
"Issh, ga malu apa! Kalo emang dia pelakunya harusnya malu! Udah ketahuan, balik badan, lari slow action, terus di rumah maskeran sama CD ukuran double XXL milik tetangga, yang gambarnya Dora!" Ejek Topan diakhiri tawa.
"Emaknya terlalu payah, jadi ga bisa didik dia dengan baik! Makanya sekarang brutal!" Imbuh Topan lagi. "Makanya emaknya mati ya karena-"
"BRENGSEK!" Marah Dyka yang lepas kendali memotong ucapan Topan dan menonjok berulang kali si Topan, dan secara brutal menghajar lawannya hingga bonyok dan terjerembab ke rerumputan.
"Lo boleh ngehina gue sesuka hati lo! Lo boleh mempermalukan gue sepuas lo ya ampas! Tapi, jangan sampe gue denger satu kata yang menjijikkan keluar lagi dari mulut lo ngehina emak gue!" Tahu Dyka di sela-sela menghajar Topan.
"Camkan baik-baik! Gue ga terima kalo lo ngehina mendiang mama gue!" Lanjut Dyka menghadiahi satu pukulan lagi untuk Topan. Seketika semua orang jadi sangat riuh mendapatkan tontonan gratis ini.
Jujur saja telinga Dyka panas mendengarnya. Dyka yang dipermalukan di khalayak umum masih bisa santai. Tapi, jangan sampai berani sangkutin keluarganya, terutama emaknya yang ngelahirin dia dengan bertaruh nyawa.
"Weee, sans dong!" Lerai Felix sengaja tak membalas pukulan yang di jatuhkan ke adiknya itu agar Dyka dipandang lebih jelek dan rendah dimata teman-temannya.
"Itu pengaruh dari obat terlarang! Asal kalian tahu!" Provokasi Topan emosi, auto teman-temannya berbisik-bisik dan memandang rendah Dyka.
"Gue percaya sama lo Dy!" Ucap Sandy menenangkan sahabatnya itu. Jujur, Dyka terharu mendengar nya. Uh.
"Iya Dy, kita percaya penuh sama lo kok. Jadi lo jangan khawatir ya!" Tenang Erwin menguatkan sahabatnya.
"Thanks, kalian udah percaya sama gue. Gue yakin waktu yang akan nunjukin faktanya." Santai Dyka menatap kesal Topan and geng.
"Halah, drama banget sih muka tembok!" Cibir Derry.
"Iya, lagaknya aja keluarganya paling - paling."
"DIEM LO SETAN!" Bentak Erwin tak santai.
"Iya, dasar. Itu mulut cewe apa cowok sih. Bacodtan aja. Eneg gua dengernya. Dasar! Oh, iya gua tau. Lo semua pasti admin lambe turahkan! HAH!" Sengit Sandy tak terima.
"Cuihh! Halah bacod!" ujar Topan berdecih jijik.
"Asal kalian tau, sebrengsek dan senakalnya gua 2 hal pasti. Yang pertama gua ga akan terima jika lo ngehina keluarga gua, dan yang kedua gu--"
"Dy, lo dipanggil ke ruangan Kepsek!" Potong ketua kelasnya. Dyka menghela napas dalam, dan beranjak pergi ke ruangan Kepsek.
Tiba Dyka di ruangan kepala sekolah, yang ternyata disana ada papanya sudah datang. Dia duduk tepat di sebelah papanya yang saat ini sama sekali tak menampilkan ekspresi seperti biasanya.
"Papa sangat kecewa sama kamu!" Geram papa. "Kamu tau, papa membatalkan proyek besar gara - gara kamu." Lanjutnya.
"Tenang pak, kita harus selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Kita harus tanya pada anaknya." Jelas Kepsek.
"Pak! Demi Allah saya gak pernah pake benda haram itu." Yakin Dyka memasang wajah serius.
"Mana mungkin nak, jelas - jelas benda haram itu ada di tas kamu!" Tahu pak Kepsek.
"Saya berani sumpah pak! Saya akan membuktikan kalo saya ga salah! Saya pun berani jalani tes urine pak!" Yakin Dyka lagi.
Pak kepsek menatap lekat dyka untuk menerawang dari ekspresi wajahnya. "Itu, pasti akan kita lakukan untuk pembuktian, tapi jika kamu negatif, besar kemungkinan kamu adalah pengedar. Tapi, melihat keseriusan kamu. Baiklah bapak akan memberimu waktu dua hari, kalo lebih dari itu. Maaf. Sekolah akan mengeluarkan kamu sekaligus kamu di masukkan ke dalam sel atau masuk rehabilitasi." Jelas pak Kepsek.
***
Follow WP~ Saskia_Faumma
Like
Komen
ShareNext ya bre....
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [End]✔️
Teen Fiction"WOI! BISA AWAS GAK! GUA MAU SEKOLAH! " Bentak Dyka. Melody menaikkan sebelah alisnya. "Bohong! Aku tau kamu bohong. Kamu mau tawuran kan? " Tebak Melody yang sangat tepat. Dengan gaya tangan di pinggang. "Apa peduli lo! MINGGIR!" Bentaknya lagi...