27

65 11 1
                                    

Tabikpun!


Assalamualaikum...

Happy reading guys

Tinggalkan jejak kek voment gitu, btw kalo suka share ya...

***

Dari kejauhan, Melody terlihat melamun dengan mata menatap kosong ke depan. Mengayunkan kakinya, entah sedang memikirkan apa. Dyka mulai mendekati Melody yang masih saja melamun di depan rumahnya.

"Assalamualaikum?" Salam Dyka, namun tak di gubris oleh Melody. Sampai beberapa kali Dyka mengucapkan salam, dan hasilnya tetap sama.

"Assalamualaikum Melody?" Ulang salam Dyka yang entah ke berapa seraya tangan di kibaskan di depan wajah Melody.

Melody menoleh ketika sadar ada orang, sekilas tersenyum kemudian. "Wa'alaikum salam." Singkatnya.

Melihat respon Melody seperti itu, Dyka sedikit acuh walaupun sebenarnya penasaran dengan sikap Melody barusan. Dirinya duduk di kursi tanpa di persilahkan terlebih dahulu oleh pemilik rumah. "Gimana? Udah siap besok sekolah? Untung aja Mel, kamu masih bisa ngejar. Jadi kita besok bisa berangkat bareng naik bus kalo nggak naik sepeda." Senyum Dyka ikut menatap ke depan.

Sedangkan Melody, dia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Apakah dirinya harus bertanya siapa Amel? Apakah dirinya harus menjauhi Dyka, walaupun ia tahu sejauh ini Dyka lah yang membantu keluarganya. Apakah dirinya harus menghadapi ujian ini? Apakah dirinya bisa?

"Dahlah males!" Ketus Dyka karena tak di respon sama sekali dari tadi.

Kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan Melody yang masih saja melamun. Baru lima langkah, tiba-tiba langkahnya terhenti dan berbalik kembali duduk di tempat semula. Melirik Melody dengan ekor matanya lama, lalu mendengus pelan.

"Masih kepikiran yang waktu itu?" Selidik Dyka.

Menoleh ke arah Dyka dengan tampang yang sulit di artikan. "Bukan yang di pantai kok." Alibinya.

Tersenyum tipis dengan apa yang di dengarnya, "Sudah terjawab pertanyaan ku."

Karena sadar akan omongan yang barusan di ucapnya, Melody langsung membekap mulutnya sendiri. Ia bingung harus apa sekarang, kenapa dengan mulutnya. Ia menyesali ucapannya juga perbuatannya yang pasti membuat kesal cowok di dekatnya itu.

"Ariel, dia adalah sahabatku, kami selalu bersama dari dulu. Sampai suatu hari aku sadar arti sahabat sebenarnya, ia menjadikanku sebagai alat mesin duit baginya karena di pengaruhi oleh mamanya yang emang sangat materialistis. Sedikitpun aku tak pernah menyukainya, dia sudah ku anggap sebagai adikku sendiri. Bahkan tak jarang aku selalu memenuhi kebutuhan dan keinginannya jika bersamaku. Aku memang menyayangi dia, yaitu sebagai adikku sendiri seperti kataku barusan. Jadi, jika dia bicara yang aneh-aneh jangan di pikirkan."

Merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel miliknya, lalu di berikan ke Melody. "Itu photo-photo yang dimana dulu kita bersama, keluarga kita juga sangat dekat. Tapi, yang aku bilang suatu hari saat aku sadar adalah. Ketika keluarganya mencuri berkas-berkas penting perusahaan yang dimana berkas itu bisa membuat perusahaan papa rugi banyak. Dan satu hal lagi, mungkin Ariel juga sudah bisa di masukkan ke penjara jika. Aku rasa kamu sudah mengerti maksudku."

"Dyka, mau minum apa?"

"Hem... Air putih aja, jangan lupa di kasih rasa suka dan sayang." Ucap Dyka santai dengan wajah tersenyum.

"Yeeeee, itu mah mau kamu. Tunggu bentar!" Melody masuk mengambil air minum.

Dyka melipat kedua tangannya, "Huh! Kenapa sekarang gue yang jadi ngejar dia." Gumam Dyka membuang mata asal.

Believe [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang