9

90 10 3
                                    

Di ruang tamu rumah Dyka, ia hanya diam menatap ke depan dengan tatapan kosong. "Apa papa masih menganggap Dyka anak papa? Lalu, kenapa papa kemarin gak percaya dengan anak papa sendiri?"

"Maafkan papa Dy, papa benar-benar kalut waktu itu. Papa benar-benar menyesal karenanya." Papa Doni pindah duduk di samping Dyka, dan merangkul pundak anaknya. "Maafin papa ya?"

Dyka menatap wajah serius papanya dengan hati sedikit bahagia. "Papa? Papa tidak akan menikah lagi kan?"

"Apa kamu mau maafin papa Dy?" Mengacuhkan pertanyaan anaknya.

Dyka menghela nafas seraya tersenyum. "Dyka sudah maafkan pa. Kenapa, papa tidak menjawab pertanyaan Dyka?" Mengerutkan keningnya heran.

"Assalamualaikum?" Sapa salam wanita yang membuat Dyka langsung pergi ke kamarnya.

"Dyka?" Kaget papa melihat anaknya berlalu pergi tanpa kejelasan.

Di kamar, Dyka yang sedang rebahan seraya tersenyum manis melihat poto mendiang mamanya yang tersenyum manis ke depan. Potret yang memperlihatkan bahwa dulu, keluarga kecilnya sangat bahagia.

"Andai mama masih hidup, pasti wanita itu tidak ada di kehidupan papa." Mengusap lembut poto mendiang sang mama.

"Apa mama tau? Dyka bertemu gadis yang sangat aneh dan misterius. Dia datang tiba-tiba di kehidupan Dyka, dengan mengaku-ngaku sebagai sosok yang akan membantu Dyka untuk mencapai impian Dyka." Seraya membayangkan pertama kalinya ia bertemu Melody dan beberapa kali kesal dengan tingkah laku Melody.

Menarik napas, lalu di buang perlahan. "Namun, entah kenapa. Dyka seperti pernah bertemu dengannya, pernah mengenalnya. Tapi kapan?"

Tok tok tok

"Dyka? Makan malamnya nak?" Ucap papa dibalik pintu.

"Apa masih ada wanita itu?" Sarkasnya, masih diam di tempat.

"Dia sudah pulang nak, ayo keluar! Papa sekalian mau membicarakan hal penting."

Dibuangnya nafas berat, dan berjalan keluar kamar. Saat membuka pintu, "mau membicarakan hal penting apa?"

"Makan malam dulu!" Menarik tangan Dyka, Dyka mengikuti dengan malas.

Di ruang makan, terdengar suara dentingan sendok dan piring. Tidak ada yang berbicara, semua masih fokus pada makanannya masing-masing.

Setelah selesai, semua barang cucian piring di cuci bersih oleh Dyka.
"Pa?" Panggilnya sambil meletakkan cucian yang sudah di cuci.

"Ya?"

Dyka menghampiri papanya yang sedang menonton TV. "Papa mau membicarakan hal penting apa?"

"Hal penting?"

"Iya, tadi papa katanya mau membicarakan hal penting. Hal penting apa?"

"Papa ... Sebentar, ada klien papa yang menelpon." Dan berlalu pergi meninggalkan Dyka yang bingung.

"Sebenarnya, papa mau membicarakan hal penting apa?" Gumam Dyka menatap papanya yang entah pergi kemana.

Esok harinya, di kelas Dyka dan kawan-kawan sedang mabar online. Dyka menjalankan kegiatan seperti biasa, sampai dia mengingat satu hal.

Dimana gadis itu? Apa dia sudah lelah menggangguku? Apa dia sudah tidak tinggal di kota ini? Apa dia benci diriku? Apa Dyka pernah melakukan kesalahan? Apa Dyka pernah menyakitinya? Dan berbagai pertanyaan yang ada di pikiran Dyka.

Sepulang sekolah, Dyka tidak langsung pulang. Dia pergi ke taman, sekedar mencari refreshing untuk kepalanya dan matanya. Ke mall? Wahana? Pantai? Maaf, Dyka bosan kesana. Holang kaya bolehlah sekali-kali sombong.

Believe [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang