8

113 11 3
                                    

"I-ini pak!" Memberikan tas ransel berisi berbagai bukti yang cukup kuat membebaskan Adit dari fitnah.

Kepala sekolah menerima dan melihat bukti-bukti yang dibawa Adit dalam tasnya. "Kenapa kamu sangat yakin kalau kamu tidak bersalah dalam hal ini?" Tanya Kepsek di sela-sela melihat barang bukti.

"Kenapa tidak pak?"

"Hem." Dehem pak Kepsek berfikir.

"Kita jebak aja pak pelaku sebenarnya?" Usul Dyka.

"Menjebak?" Tanya pak Kepsek bingung, sedangkan Dyka menyeringai lebar menanggapi.

Seminggu kemudian, suasana sekolah sudah berjalan normal walaupun ada beberapa siswa-siswi mengghibah Topan dan yang lainnya.

"Gue bilang juga apa, sobat kita ini udah di fitnah!" Sulut Sandy tak terima.

"Telat! Orangnya udah di hotel prodeo, lu baru koar-koar!" Ujar Erwin yang duduk santai di mejanya menghadap ke arah Sandy.

"Apa? Yakin lo?" Kaget Sandy mendelik.

Erwin mendengus melempar remasan kertas yang di pegangnya ke arah Sandy. "Keknya lo tau dah."

Sandy bingung seraya mengerutkan keningnya. "Topan di hotel prodeo? Enak banget!"

"Lu mau?"

"Maulah, orang bodoh mana yang mau nolak?" Polos Sandy membuat Erwin tertawa terbahak-bahak.

"Lu tampan!" Dingin Dyka.

"Emang!" Ucap Sandy dengan nada sombong.

"Tapi polos!"

"Maksudnya Dy?"

"Hotel prodeo itu bukan hotel kek umumnya."

"Terus?"

"Hotel prodeo itu adalah sebutan lain untuk sel atau bui penjara. Paham?"

Sandy menggeleng polos. "Lah, kan dari namanya aja hotel prodeo bre? Kok bisa jadi sel?"

"Itu kiasannya bego!" Sinis Erwin, Sandy membulatkan mulutnya.

Flashback on.

Di ruang kelas yang begitu riuh seketika hening karena guru killer memasuki kelas mereka. "Selamat pagi anak-anak!" Sapa salam guru perempuan itu.

"PAGI!" Kompak mereka.

"Ok, jadi ibu dan pihak sekolah mau mengadakan test urine. Dan khusus untuk itu, kelas ini yang pertama kali test!" Tegas Bu guru killer menampilkan raut wajah serius.

Topan yang mendengarnya langsung tersedak ludahnya sendiri. "Sial!" Batinnya mengumpat.

"Pan?" Lirih teman sebangkunya kaget. "Lo gak papa?" Lanjutnya bertanya.

Topan langsung menggeleng biasa. "Nggak, gue gak papa." Ucapnya berusaha santai.

Setelah dilakukannya test urine, pelajaran kembali dilanjutkan seperti biasa. Tidak ada pemberitahuan atau panggilan untuk siswa ke ruang guru ataupun kepala sekolah.

"Pan! Lo dipanggil kepsek!" Ujar Rea, sekretaris kelas Topan.

"Dipanggil?"

Rea mengangguk mengiyakan. "Ditunggu sekarang!"

"Iya." Ucapnya lalu berlalu pergi keluar kelas.

Di lorong sekolah, Topan menelpon Felix yang belum ada kabar dua hari ini. "Halo?"

"........"

"Lo dimana? Gue-" lirihnya terputus ketika ada tangan yang memegang bahunya tiba-tiba. Di tengoknya ke belakang, ia langsung mendelik tak berkedip.

Believe [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang